30.4.12

Up-Real

Up-real,

dan April, kita bersua lagi bukan?
Apa kau pikir setelah pertemuan itu, semua bisa tak bersisa?
Atau, kau lenyapkan angan, kau tepiskan mimpi,
sedang jantung kita belum lagi henti
hanya karna sebuah misteri?
Tidak.
Kau salah jika berkehendak sedang Ia tidak
Cukuplah, jangan kerdilkan dirimu dengan celoteh-oceh-nan receh itu.
Malam ini kau akhiri, siapa yang tau, esok kau awali
Lagi, dan mungkin tak lagi.
April,

#kau lihat, senja ini begitu merah ya, April?

Up-Real
Nimiasata, 2012

21.4.12

Membicarakan IMMawati Bersama Sembilan IMMawan



Bukittinggi—Pertengahan April lalu saya diminta Immawan Boy Fitra untuk menyampaikan materi Keimmawatian di sebuah pengkaderan kepemimpinan mahasiswa tingkat dasar di Bukittinggi. Semula, saya merasa tak pas memberi materi lagi. Karena saya sudah cukup lama tak berada di dalam organisasi, tak mengetahui dinamika dan pergolakannya lagi. Kedua, jika saja tak berbicara perempuan, saya akan menolaknya. Rasanya, ini bukan bidang dan ‘hobi’ saya lagi. 

Saat itu, dalam pikiran saya, pesertanya tak akan kurang dari 20 orang. Tentu saja, persentase terbesarnya adalah peserta perempuan. Ternyata, hanya ada sembilan orang peserta. Awalnya sepuluh; delapan orang laki-laki dan dua lainnya perempuan. Satu orang perempuan itu akhirnya mengundurkan diri tanpa sepengetahuan panitia. Informasi terakhir menyebutkan bahwa ia dilarang teman dekat laki-lakinya untuk mengikuti acara tersebut. Halaah! Saya geleng-geleng kepala mendengar cerita ini.

Bersama mereka,  mahasiswa fakultas Hukum salah satu universitas swasta di Bukittinggi, maka jadilah pembicaraan tentang perempuan sore itu berlangsung hangat sampai ke menit ke seratus. Ya, akhirnya diskusi yang dimulai pukul 16.50 tersebut berakhir saat magrib.

Baiklah. Meskipun kita sedikit,  delapan dari sembilan orang diantara kita pun adalah laki-laki, kita tetap akan bicara tentang Immawati. Ibarat mempergunjingkan diri sendiri,  ujar saya mengawali. Mereka tertawa.  
Kita tidak sedang menyalahkan dan menyudutkan IMM dengan kondisi tersebut. Tapi perlu menjadi catatan bersama, dan barangkali pertanyaan mendasar untuk kita. Kenapa IMM tak menjadi organisasi inti dan favorit di rumahnya sendiri? Sempat hanya mengkader 9 orang saja? Mana yang lainnya? Atau kita memang belum mampu bersaing dengan tetangga sebelah untuk bisa memberikan ‘pesona intelektual’ pada mahasiswa secara umum. Untuk kita renungkan, seperti kata Bung Ebit G Ade.

Saya kemudian memberikan beberapa kata kunci dalam diskusi. Immawati, Perempuan, Gender, Feminis, Emansipasi, Kodrati, dan kepemimpinan. Untuk tiga kata pertama, mereka bisa menjelaskan dengan ringkas. Ya, tentu saja, immawati adalah sapaan untuk anggota perempuan dalam IMM. Perempuan, semua juga tau makhluk berjenis kelamin ini. Saya lalu tekankan pada peserta yang menyebutkan jenis kelamin itu dengan kata wanita, agar menggantinya dengan perempuan. Sayangnya tak ada yang bertanya kenapa saya buat aturan semacam itu. (Nb;Mahasiswa kita masih belum kritis, atau terlalu plegmatis?)

Pembicaraan tentang beberapa kata seterusnya menjadikan diskusi kian hangat. Saya bercerita tentang kelompok feminis yang mulai ada pada organisasi masyarakat seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan sebagainya. Tentang pendapat dan tuntutan yang digemborkan kaum feminis.Sempat pula saya menyinggung tentang contoh gerakan feminis kelas dunia. Baik yang terkait Islam maupun tidak. Sayangnya, mereka hanya merespon dengan kesimpulan bahwa feminis yang saya maksud adalah feminine (kelembutan, keperempuanan). Perempuan yang feminine artinya mereka yang tidak berlagak ke laki-lakian atau tomboy, jelas salah seorang peserta. (Aiihh..sesederhana itukah? Saya kembali tergelak dibuatnya)

Kata kunci selanjutnya, adalah emansipasi dan kodrati. Saya balik bertanya pada mereka, apa yang menjadi tugas dan kewajiban seorang perempuan? Silakan berdalil aqli/rasional, dan lebih baik lagi jika ada yang berdalil naqli/teoritis dari sumber/pedoman umat islam; Alquran dan hadis.

Disebutkan Salam, salah seorang peserta bahwa area kerja perempuan yang biasa itu adalah  di rumahnya , di sumur, dapur dan kasur. Kalau sudah mampu (menyelesaikan kerja rumahan dengan baik) baru bisa bergabung dengan dunia luar. Seorang peserta lainnya (masih laki-laki) menyebutkan bahwa perempuan di Indonesia sudah disamakan haknya untuk bekerja seperti laki-laki. Bagi saya, cukuplah mereka memiliki gambaran sendiri tentang area kerja perempuan ini. Percuma berbicara panjang lebar, memberi motivasi dan sebagainya, toh mereka tetaplah laki-laki.

Terakhir saya meminta mereka memberikan argument tentang realita perempuan Indonesia hari ini. Sebelumnya saya gambarkan tentang over career perempuan dalam dunia kerja, tentang perempuan-perempuan hebat bidang keilmuan dan bisnis, tentang kepemimpinan kaum hawa ini dalam bidang social politik.

Nah, disini baru mulai bergolak. Mereka menilai, perempuan mesti berada di bawah kepemimpinan laki-laki. Bukankah ayat sudah katakan, ar rijaalu qawwaamu alan nisa’?  JIka perempuan menjadi pemimpin, ia akan melalaikan tugasnya sebagai pengurus di tiga area (domestic) tadi. Demikian pendapat peserta.
Baik. Kita bahas yang pertama. Kata-kata Qawwaam dalam ayat tersebut memang diterjemahkan sebagai ‘pemimpin’.  Namun pendapat mufasir berbeda beda menyebutkan area pimpin laki-laki terhadap perempuan tersebut. Okelah, saya juga sepakat jika yang dimaksud ayat itu adalah dalam kehidupan rumah tangga. Saya mutlak sepakat. Tapi tentu tidak demikian dengan urusan sosial dan lainnya bukan?

Kita tak perlu bicara panjang lebar untuk urusan ini, demikian saya sampaikan. Jika dulu Kartini –yang disebut-sebut sebagai founding feminis Indonesia-, menyuarakan persamaan hak dan kesetaraan gender, setidaknya perempuan saat itu telah menguasai area domestiknya. Mereka telah mengerjakan tugas pokok sebagai anak gadis, istri dan ibu bagi keluarga mereka. Ranah kecil yang sudah menjadi prioritas.

Di sini kiranya kita, Immawati dan aktivis perempuan yang masih rasional (waras) perlu menetapkan nilai beda dari yang lain. Kita perlu menetapkan prioritas dengan tetap mengutamakan keluarga.
Perempuan jangan salah konsep. Isu penyetaraan gender, persamaan hak, dan lain sebagainya secara manusiawi sudah diatur oleh undang-undang. Bukankah secara umum, perempuan Indonesia sudah dianggap dan diamankan?  Pun secara hak dan kebebasan juga sudah terlampau. Berkarir dan berkarya, hanya urusan kemampuan dan kemauan. Jika ranah domestic sudah kokoh, tak ada salahnya berperan serta untuk kebaikan yang lebih luas.

Kita tak sedang memikirkan sejarah, tapi kita telah mulai menggoreskan pena, lalu menjadikannya sejarah kelak suatu hari. Kita tentu tak ingin generasi setelah kita akan bobrok dikarenakan pendidikan yang mereka peroleh tak sebaik yang kita dapatkan hari ini. Karena hulu dari pendidikan itu adalah keluarga. Sedangkan pancang-pancang yang mengokohkan keluarga itu ada di tangan ibu (perempuan). Inilah barangkali kenapa baiknya perempuan suatu negeri menjadi cerminan baiknya negeri itu secara general.

 Dan pembicaraan pun berakhir seiring dengan berkumandangnya azan magrib. :)

12.4.12

Sebuah Pilihan Sunyi


Ditulis ulang oleh : Miftahul Hidayati

---

Pentingnya memahami bahwa setiap pilihan hidup di jalan kebaikan, pasti akan menemukan kesepian. Apapun bentuk dan warna piihan itu. Seberapa tinggi derajat yang kita pilih, seperti itu pula tingkat kesepian yang akan kita rasakan.

Pilihan itu sendiri adalah ekspektasi. Maka kepuasan dan kebahagiaan orang menjadi berbeda. Dan, Abu Dzar mengajarkan kepada kita tentang pilihannya. Sekaligus mengajarkan, bagaimana tidak mudahnya menjalani pilihan itu. Kita dan bahkan siapapun tak akan pernah bisa menyamai Abu Dzar. 

Tetapi kita bisa belajar dari kebesarannya, bahwa setiap kita bisa mengejar ekspektasi kita sendiri, memilih derajat kebaikan yang ke berapa yang ingin kita jalani, lalu sesudah itu, kita belajar berani mengarungi rasa sepi, dengan penuh kebesaran hati, dan bukan dengan membunuhnya dengan cara-cara yang tidak bertanggung jawab. 

(Sumber: Majalah Tarbawi, 2009) 

10.4.12

Just The Way You Are Girl


Pernah dengar dan simak lirik lagunya Bruno Mars yang Just The Way You Are?

Bagi saya lirik lagu ini menarik sekali. Memberi motivasi sekaligus menentramkan. Kalau belum, nih, saya copas dari seberang…

**
Oh, her eyes, her eyes make the stars look like they're not shinin'
Her hair, her hair falls perfectly without her tryin'
She's so beautiful
And I tell her everyday
Yeah, I know, I know when I compliment her, she won't believe me
And it's so, it's so sad to think that she don't see what I see
But every time she asks me do I look okay?
I say
When I see your face
There's not a thing that I would change
'Cause you're amazing
Just the way you are
And when you smile
The whole world stops and stares for awhile
'Cause girl, you're amazing
Just the way you are
Her lips, her lips, I could kiss them all day if she'd let me
Her laugh her laugh, she hates but I think it's so sexy
She's so beautiful
And I tell her everyday

Oh, you know, you know, you know I'd never ask you to change
If perfect's what you're searching for, then just stay the same
So don't even bother asking if you look okay
You know I'll say
When I see your face
There's not a thing that I would change
'Cause you're amazing
Just the way you are
And when you smile
The whole world stops and stares for awhile
'Cause girl, you're amazing
Just the way you are
The way you are
The way you are
Girl, you're amazing
Just the way you are

When I see your face
There's not a thing that I would change
'Cause you're amazing
Just the way you are
And when you smile
The whole world stops and stares for awhile
'Cause girl, you're amazing
Just the way you are, yeah
****

Kita tidak akan persoalkan tentang ‘her eyes’ atau ‘her lips’ pada lagu ini. Tak perlu pula berimajinasi tentang ‘And when you smile/The whole world stops and stares for awhile’. Yang akan kita bicarakan adalah tentang kurangnya kepercayaan diri kita saat ini.

Nah, apa kaitannya kepercayaan diri dengan lagu Bruno ini? :D

Lirik lagu ini mengandung motivasi agar kita mensyukuri apa yang telah dimiliki. Apapun karunia itu. Baik fisik yang sempurna, akal yang sehat, maupun keluarga dan sahabat yang masih lengkap. Dan kepercayaan diri itu akan sulit didapat oleh orang yang kurang mensyukuri apa yang telah dimilikinya.

Percaya diri terlihat dari penerimaan kita pada diri. Tidak merasa rendah diri terhadap orang lain. Merasa kita sama-sama makhluk Tuhan, yang juga berhak atas hal sama. Lalu kita akan mempertahankan apa yang kita miliki seperti orang lain juga menjaga harga diri dan mempertahankan apa yang ia miliki.

Kita menjadi apa adanya diri kita. Kita tidak selalu merasa kekurangan. Tidak galau. Karena kegalauan berawal dari ketidaksukaan kita pada apa yang telah dimiliki. Galau juga akibat terlalu melambungnya harapan, sedang realita jauh dari harap. Kita bukan menjadi diri, memaksakan seperti orang lain.

Menjadi apa adanya diri kita bukan berarti tak mengupayakannya menjadi lebih baik bukan?
Kita memang diajarkan agar menjadikan esok lebih baik dari hari ini. Tapi tentu tak semua hal bisa kita upayakan. Semua mesti bertahap. Seperti banyak hal yang ada di dunia ini, semua juga berproses. Semua berotasi pada sumbunya masing-masing. Air, awan dan hujan memiliki siklus mereka. Kupu-kupu, ulat dan kepompong juga bermetamorfosis sesuai alur mereka. Pohon, buah, biji dan kecambah juga tumbuh dan berproses.

Apalah lagi kita, manusia. Kita lahir, tumbuh dan mati, yang pada tahapan-tahapan kehidupan itu kita senantiasa dihadapkan pada hal yang berbeda. Kita tak pernah sama satu dan yang lainnya. Kita tak akan hidup pada usia yang statis, selalu muda. Semua pasti berubah. Pun, persoalan yang dihadapi juga berubah. Bagaimana kita menyikapi perubahan itulah yang menjadi perbedaan masing-masing kita.

Kita perlu memiliki ‘willingness to change’ agar kita bisa menjadi lebih baik. Kita yang akan menentukan ke arah mana kita menjadi lebih baiknya. Kita yang menetapkan. Bukan orang lain. Karena kita bukan orang lain. Di sinilah pentingnya kepercayaan kita pada diri. Kita mesti bisa menghargai diri kita sendiri. Bahwa ketika orang lain bisa, tentu kita juga mampu. Selagi yang kita usahakan itu pada batas yang rasional, kenapa tak bekerja maksimal. Kita sedang tak berpacu dengan orang lain. Kita berpacu dengan masa lalu hidup kita sendiri.

Jadi, hidup dan perubahan itu adalah menjadi lebih baik dari hari kemarin, itu saja. Sederhana bukan? Maka, jangan lagi kita tersibuk dengan melihat kehidupan orang lain. Mengambil tolak ukur dari kebahagiaan dan kesuksesan orang lain. Yang padahal, jika kita fokus pada pengembangan potensi diri, kita juga bisa lebih sukses dalam pandangan orang lain, Teman.

Mari, percaya pada diri kita. Just trust ur self girl!  Dirimu hebat. Dirimu sudah luar biasa. Aku dan banyak orang telah melihat kesuksesanmu. Just the way you are! Dirimu tak perlu menjadi orang lain untuk mencapai cita, harapan dan impian-impian itu. Dirimu hanya perlu berpacu dengan hari kemarin, dengan masa lalu dengan langkah realistis. Dan jangan terlalu meng-andai-andai untuk hari esok. 

Tugas kita bukanlah BERFIKIR tentang hari esok, Teman. Tapi tugas kita adalah BERBUAT pada hari ini, agar kita masih memiliki hari esok. 

Karena ketika dunia terus berputar, kehidupan terus berubah, tak akan ada yang kekal dan abadi, yang kekal dan abadi adalah perubahan itu sendiri, dan kita tak boleh terjebak dan larut pada semua itu. Berlakulah sederhana, tak berlebihan. Itu lebih baik. :)

9.4.12

My Word #3

إِنَّ اللَّهَ لاَ يُمْكِنُ أَنْ يَـتْـرُكَ عَبْــدَهُ فِى الحُــزْنِ دَائِمًا
"Sesungguhnya Allah tidak mungkin meninggalkan hambanya dalam kesedihan terus menerus"

"Dan waktu memang berlalu lebih cepat setelah kesedihan melanda"

 

6.4.12

My luvly books!


---> ini bagian koleksi buku di perpus kecil aku..yaaa, yang lagi -in gitu deh.. hehehe

#sekali2 narsis boleh dunk... :D

4.4.12

Kodrat Air


Ini tulisan bukanlah syair/ Hanya coretan malam yang menanti sepi/ Menunggu senyap merubah mimpi. 

Bukan legenda hanya sisa air rasa/ pada sesiapa akan tertumpah/ hendak hati diri tersalah

Berbilang cerita senja/Bertahun kisah purnama/kita masih duduk di hamparan/

Kapan beranjak tinggal meninggal/Gelayut sudah di pangkalnya/ hati enggan tangan kuasa  

Penat sudah/perih pun pernah/ manis jua yang menyisa

Ini satu titik/ Yang telah aku tekan dalam kalam/ 

tak hendak gerak, maju apalah lagi mundur/Biar Dia yang menggubahnya/

Mempertemukan titik ke garis-garis/Lukisan berbau takdir.

Bisa saja diputarnya masa/Berbalik kita sekelana/Menyabik roman biar tak kejam/

Sungguh heran/Tak penatkah ia terjaga/Meyakini lalu berjaga/

Dan aku/ sungguh telah kuhitung sekian purnama/ tak usak, purnama tak menghisapnya. 

Hanyalah kodrat air/ seperti pasang yang sekali naik/sekian kali surut

Jika kelak telah mampu menerimanya/yakinkan aku/ kau akan memberi pula/ Entah pada sesiapa.


Nimiasata, 2012

1.4.12

My Word #2

if your instinct strongly tell you something, believe it, because you should learn to trust yourself before you trust anyone and it's usually correct. -Best Quotes-



"Banyak hal yang membuat kita tak ikhlas jika itu tentang KEHILANGAN, tapi tidak untuk KEHILANGAN PENYAKIT"





Selendang Koto Gadang

Menyulam Pernah dengar Sulaman Koto Gadang?  Sulaman Koto Gadang, adalah sulaman spesifik Minangkabau yang berasal dari daerah K...