17.1.13

Kaum Muda Kita



Seminggu yang lalu, saya menerima kabar duka tentang kepergian seorang sahabat. Boy Fitra Ad namanya. Kabar duka itu saya dapat lewat pembicaraan kawan-kawan di jejaring sosial, facebook. Meskipun saya tak berkesempatan langsung hadir saat pemakaman jenazah, namun saya bisa turut merasakan suasana duka mendalam di keluarga besar angkatan muda Muhammadiyah Sumatera Barat saat itu. 

Boy [Tepat di samping kanan saya; sisi kanan], Foto : Dok. IMM, 2010

Boy, demikian panggilan akrabnya, meninggal dalam kecelakaan lalu lintas di daeran Pasaman, setelah menghadiri acara Musyawarah Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Pasaman Barat. Kecelakaan itu terjadi pagi harinya, saat Boy bermaksud kembali ke Padang. 

Boy, memang telah dulu berpindah alam. Ia –seperti kata Habibie-, telah berada di dimensi lain, dimensi baru kehidupannya, yang kelak kita pun akan ke dimensi itu. Tapi bagi saya, dan kawan-kawan lain, masih merasakan kehadiran Boy, lewat semangatnya yang tertulis di majalah Lorong, atau status dan komen facebook, atau kata-katanya yang sempat singgah dan menetap di memori kami masing-masing. Sekarang, kami hanya bisa mengenang semua itu. 
Bukan saja tentang Boy, saya juga tengah mengenang semangat ber-IMM yang telah berangsur pudur di diri saya. Barangkali bukan saja soal IMM nya. Lebih tepatnya semangat berorganisasi.

Konon kabarnya, semangat berorganinasi itu yang juga kian hambar di kalangan muda Indonesia. Tak ada lagi aktivis. Tak ada gejolak. Yang ada hanya tudingan. Saling tuding satu dan lainnya. Saling memojokkan. Saling mencela. 

Boleh jadi inilah pendidikan tidak langsung yang didapat kaum muda menjelang 2014 ini. Ya, kita tahu, tahun-tahun ini kita disibukkan dengan persiapan pilpres mendatang. Jelas saja tidak mudah menghadapi semua itu. Yang namanya politik tentu bermain taktik. Memilih atau menjaring kader. Bahkan sampai ke tingkat ranting. Menata partai dan mengganti pemimpinnya. Boleh juga bermain-main dengan internalnya. Guling menggulingkan. Menemu letak koalisi atau oposisi. Inilah, setidaknya pendidikan politis kaum muda sekarang itu.

Lalu senior mereka akan berkata, “Kalau tak busuk itu bukan politik Bung!”, ketika salah seorang mereka kemudian ‘dikhianati’ atau mencoba bermain di sana. 

Ada juga yang akan menyemangati, “Teruslah! Ini belum akhir segalanya. Tujuan kita belum sampai.” Saat kader mereka mulai putus asa dengan berbagai problema. Mereka hanya menyemangati. Ya, sampai di sana, lalu berhenti. Yang mengalami dan menanggung segala resiko, toh juga bukan mereka. 

“Maaf ya, resiko tanggung sendiri”, ujar mereka ketika hal yang dikhawatirkan itu kemudian benar terjadi.

Persoalan kendurnya semangat dan dinamika organisasi kaum muda, rupanya tidak hanya di lingkungan saya saja. Ketika berbincang dengan seorang teman dari organisasi lain, ia juga mengeluhkan hal serupa. Tidak ada lagi dinamika pergerakan. Tidak ada debat yang hangat. Tidak ada perang pemikiran lewat tulisan yang pedas dan tajam.  

Oh ya, soal tulisan itu, sudah lama saya dengar. Bahkan ketika saya masih mahasiswa pun, para senior juga berujar demikian. 

“Kalian menang di retorika, kalah di tulisan. Lemah!” Begitu katanya. Tapi, setidaknya, ada juga satu dan dua yang terus menulis di media. Menyampaikan pikiran dan ide lewat cara ilmiah itu. Walaupun, realitanya memang lebih didominasi dengan diskusi dan bicara semata. 

Hari ini, kita terkenang akan seorang teman yang masih menyisakan semangat perubahan. Sama halnya terkenang akan semangat perubahan mahasiswa, kaum muda kita yang kian melemah. 

Sayang, saya tidak lagi berada di jalur aktivis itu. Jalur yang dipilihkan takdir sekarang ini tidak memungkinkan untuk terus bersama mereka –para aktivis-, yang masih semangat berorganisasi. Jalur ini lebih banyak diam. “Nggeh..”, kata orang Jawa-nya. 

Saya hanya komentator. Hanya ingin berkomentar. Dan jika dilihat di dunia persepakbolaan, komentator selalu merasa lebih hebat dari pemain, bahkan juga pelatih. Maklum saja. Hahaha.
Kaum muda, teruslah bersemangat. Biar hidup dalam dinamika, daripada mati pada stagnasi ide, pikiran dan gerakan. Teruslah bersemangat. Sebelum ada penyesalan, terlambat. Selagi masih ada kesempatan. Dan tentu saja, selagi masih ada kehidupan. 

*
Selamat jalan kawan. Jangan bawa serta semangatmu. Sisakan untuk kami, untuk mereka. :)

**
Nimiasata_2013

7.1.13

MY WORD #6

“Sungguh menakjubkan perkaranya orang yang beriman, karena segala urusannya adalah baik baginya. Dan hal yang demikian itu tidak akan terdapat kecuali hanya pada orang mukmin; yaitu jika ia mendapatkan kebahagiaan, ia bersyukur, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan yang terbaik untuknya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya.” (HR. Muslim)

'Sebesar kengerian dan kesulitan dalam mencapai sesuatu, sebesar itulah kesenangan dan kelezatan yang dirasakan' - Ibnul Qoyyim-

 

..tak ada yang akan MENJADI jika tak pernah MEMULAI.. :))

**** 2013 ****


#Keep Spirit!
Nimiasatta_2013

2.1.13

IKA MAPOKUS SUMBAR Gelar Reuni Seperempat Abad




Foto : Radhiyatul Fajri/2012
 
Ikatan Alumni Madrasah Aliyah Program Khusus (IKA MAPOKUS) Koto Baru Padang Panjang, menggelar Alek Gadang dalam rangka Reuni Seperempat Abad MAPK, Sabtu-Minggu (29-30/12) lalu di Aula Komplek Kampus MAN Koto Baru Padang Panjang.

Ketua panitia H. Irwandi, S.Ag, MMdalam laporannya menyebutkan,di samping untuk tujuan silaturrahim, agenda Seperempat Abad MAPK ini juga mengangkat dan menghidupkan kembali corak pendidikan ‘ala MAPK’, di Sumatera Barat khususnya dan Indonesia umumnya. 

Acara yang dihadiri oleh lebih dari 300orang alumni IKA MAPOKUS ini, menghadirkan sejumlah pembicara terkait dengan tema “Pembinaan Program Pendidikan Khusus di Lingkungan Kementerian Agama Guna Menciptakan Generasi Yang Berkarakter”. Diantaranya hadir pakar Ushul Fiqh, Prof. Amir Syarifuddin selaku tokoh yang “dekat” dengan MAPK, mengulas tentangkemunculan dan perkembangan pedidikan berbasis madrasah di Sumatera Barat.

Menurutnya, pada awalnya, pendidikan madrasah memiliki kurikulum dengan konten 100% ilmu pengetahuan agama mencakup fiqh, ushul fiqh, bahasa arab, dan lain sebagainya. Namun dalam perkembangannya, pada masa penjajahan Belanda mulai diintegrasikan sejumlah ilmu pengetahuan umum. Saat itu madrasah dikelola oleh swasta.

Sedangkan madrasah yang pertama dibina oleh kementrerian agama adalah PGA (Pendidikan Guru Agama). Kemudian berkembang menjadi Madrasah Aliyah yang menggabungkan kurikulum umum dan agama. Namun kurikulum pada periode ini tidak mencerminkan pendidikan madrasah karena (realitanya) lebih didominasi oleh ilmu pengetahun umum. Madrasah aliyah tidak memiliki diferensiasi.Berbeda dengan kurikulum Madrasah Program Khusus, yang mencakup 30% umum dan 70% agama.

Pada seminar tersebut, Amir Syarifudin juga menegaskan perlunya pendidikan madrasah dengan program khusus dipertahankan.

Sedangkan perwakilan dari Gubernur Sumatera Barat hadir staf Ahli Gubenur Bidang Kemasyarakatan dan SDM, Surya Budhi. Dalam paparannya, Surya Budhi menyebutkan adanya fenomena krisis moral dalam masyarakat saat ini. Kondisi ini sangat membutuhkan madrasah dengan Program Khusus,  yang mampu melahirkan output yang berkarakter.
Turut pula Kepala MAN Koto Baru Padang Panjang, Drs Syukri, menyampaikan tentang penghapusan program khusus terkait undang-undang Kemenag yang menghilangkan program khusus di madrasah. Sedangkan program khusus yang ada sekarang merupakan program keagamaan regular/mandiri. Namun demikian, ia juga berharap agar Program Khusus dapat diterapkan kembali. 

Program pendidikan dan pembelajaran seperti MAPK/MAKN harus tetap dipertahankan, hal ini juga ditegaskan oleh Dr. Saidan Lubis, M.Ag, selaku ‘guru besar’ MAPK. Sedangkan dari alumni sendiri, H Irsyad Syafar, Lc, M.A, menyampaikan bahwa Kemenag seharusnya mampu melahirkan SDM yang unggul dibidang agama.

“Kehadiran MAPK/MAKN telah melahirkan SDM yang unggul di bidang agama,” demikian ujar Pemimpin Yayasan Pondok Pesantren Ar Risalah Padang ini.

Acara ini juga menghasilkan sejumlah rekomendasi, pertama, yang ditujukan kepada pemerintah, yaitumeminta kepada Kemenag untuk menghidupkan kembali lima MAPK/MAKN awal, khususnya MAPK/MAKN Koto Baru Padang Panjang, minimal menerapkan sistem pengajaran berbasis MAPK/MAKN. Kepada pemerintah daerah, diharapkan dapat memberikan dukungan dalam bentuk moril dan materil.

Kedua, rekomendasi yang ditujukan kepada alumni, meminta pengurus IKA Mapokus untuk berkomunikasi dengan organisasi alumni MAPK/MAKN di seluruh Indonesia dengan tujuan mensosialisasikan usaha untuk menghidupkan kembali MAPK/MAKN di Indonesia. Di samping itu juga diupayakan penguatan database dan profil alumni dan profil MAPK/MAKN secara umum.

Ketiga, kepada lembaga legislatif, direkomendasikan agar DPR RI mempertanyakan kepada Kemenag kenapa MAPK/MAKN dihapuskan.

Dan keempat, kepada pihak sekolah, diharapkan agar dapat memberikan perhatian yang proaktif dan proposional kepada Program Unggulan Keagamaan yang diawali dengan seleksi ketat terkait input siswa, pembinaan tutorial, penggunaan kitab standar dan meningkatkan kualitas tenaga pengajar serta memberikan ruang bagi alumni.

“Kita berharap, rekomendasi ini dapat diteruskan, dan menjadi bahan pertimbangan bagi semua pihak dalam upaya Menuju Kebangkitan MAPK,” ujar Ahmad Wira, Ph.D, selaku Ketua IKA MAPOKUS. (*)

Laporan : Miftahul Hidayati, Kabid Keputrian IKA MAPOKUS 2010-2014

Selendang Koto Gadang

Menyulam Pernah dengar Sulaman Koto Gadang?  Sulaman Koto Gadang, adalah sulaman spesifik Minangkabau yang berasal dari daerah K...