Tiba-tiba saya teringat Suara Kampus, ketika urusan ini
menjadi rumit dan berbelit-belit. Ribet dan ribut.
Dulu, di Suara Kampus, kami terbiasa membagi pekerjaan.
Tidak bercampur, berserakan sembarangan. Bila itu terkait dengan isu hangat dan
momen tepat, Pemimpin Redaksilah yang berambisi. Dengan semangat, Pemred
kumpulkan tim. Lalu dibicarakn isu hangat tersebut, dirumuskan, disiapkan jadi
tabloid. Dibagilah tugas. Reporter langsung turun, mengumpulkan data, dan
menulis berita. Berita sampai di redaksi, editor pula yang punya kerja.
Sementara itu, lay outer susah berpusing dengan desain tabloidnya mengiringi
topik/tema penerbitan. Pekerjaan terstruktur ini murni punya keredaksian, tidak
balantak dengan kerja kepengurusan lembaga. Tidak merengek pula pada
pengurus.
Apa kerjanya pengurus? Jika akan penerbitan, Pemimpin Umum
tidak pula kalah pusingnya. Bila pemred bilang siap terbit, bagaimanapun
caranya, yang dana mestilah ada. Dimana didapat dana, itu menjadi urusan PU.
Terserah, dari mana pun sumbernya, yang penting bisa terbit. Mau proposal
penerbitan, mau iklan, atau menghutang sekalipun. Berpandai-pandailah, itu saja
kesimpulannya.
Mau menyerah? Tidak. Tak sempat terdengar oleh saya, “maaf,
ndak terfikirkan jalannya oleh saya”, dari para pemimpin organisasi
mahasiswa itu. Oh ya, setidaknya, bagi kami, bila kata-kata itu hampir terucap,
kami buru-buru tegak bersama. Ibaratkan rumah, yang puncak memanglah satu,
namun tiang penyangganya ada banyak, setidaknya empat. Saya menghadap dengan
satu tiang penyangga saja, lantas tuan menyerah. (?)
Atau, saya saja yang menganggap rumit dan besarnya urusan
ini? Mungkin juga urusan ini tak penting bagi tuan. Ada banyak hal besar yang
tuan pikirkan. Tapi, kita perlu sadari, rumah kayu kokoh itu bahkan bisa rubuh
tersebab serangga kecil pemakan kayu. Semangat, bila tunasnya telah dipangkas,
entah kapan akan berbunga.
Kali ini, di saat prestasi sudah terukir, mestinya kepercayaan
itu ada. Maka permudahlah. Jangan dulu bicarakan honor. Bagi kami, rakyat kecil
ini, prestasi dan semangat mereka itu tidak sebanding dengan rupiah belasan
ribu itu. Sudahlah. Dulu, sangat jarang kami digaji untuk berita-berita itu.
Tidak ada masalah. Penghargaan ada di tabloid. Tulisan itu ada di media, itulah
prestasi.
Jika dialasankan dengan anggaran terbatas dan tidak terdapat
dalam ini dan itu, ah, logisnya, mana mungkin bisa terbit empat kali dengan
anggaran hanya untuk dua kali saja? Di situ dibutuhkan keberanian dan
kreatifitas. Sekali lagi, Keberanian dan Kreatifitas, itu poin penting
yang harus dimiliki pimpinan.
Ah, tuan.. Tuan ingin yang lebih baik, tapi banyak tapinya. Prinsipnya
Tuan, tidak ada perubahan/prestasi yang tidak butuh pengorbanan. Tuan korban
keberanian, pikiran, dan atau pundi-pundi, bila benar inginkan mereka bertabur
prestasi. Namun, sekali lagi, bila tunasnya saat ini yang dipangkas, saya,
mungkin juga mereka, tak berani utarakan dan sampaikan semua itu menjadi bunga, menjadi
prestasi. Lelah. (*)