25.7.13

Tentang Lafaz Ijab Qabul



Suatu malam di pertengahan Ramadhan ini, saya dan kawan-kawan Suara Kampus terlibat pembicaraan hangat seputar ijab dan qabul dalam pernikahan. Diantara yang hadir, ada yang berpendapat bahwa lafaz ijab qabul di negeri ini, -sebagiannya- perlu ditinjau ulang, ia juga sampaikan lafaz ijab yang sah menurutnya, yang lain bahkan ada yang berpendapat, tidak ada lafaz ijab qabul yang sah.

Para fuqaha sepakat bahwa boleh menggunakan kata zawwajtuka, juga boleh ankahtuka, yang meskipun secara detail berbeda, namun keduanya menunjukkan makna kawin/nikah. Sedangkan perbedaan pendapat para pakar fiqih itu pada pembolehan menggunakan kata lain, seperti saya sedekahkan, saya milikkan, dan sebagainya. Pembolehan itu terdapat pada golongan Hanafi, Tsauri, dan Abu Daud. Mereka beralasan bahwa, ijab yang utama adalah niatnya, dan tidak disyaratkan menggunakan kata-kata khusus. Menurut kelompok ini, bahkan segala lafaz yang dianggap cocok asalkan maknannya secara hukum dapat dimengerti, maka hukum ijab qabul itu sah. 

Saya lalu tertarik untuk menuliskan hal berkaitan tema tersebut, di blog ini.
Ijab qabul merupakan  syarat nikah yang telah menjadi ketetapan dalam Islam. Ijab secara bahasa merupakan keharusan/kewajiban, adapula diartikan dengan penetapan. Ijab juga dipahami sebagai pemberian tawaran. Sementara kata Qabul secara makna  disepadankan dengan ridha dan muwaafaqah, yaitu perelaan, penerimaan dan persetujuan. 

Rukun pokok dalam pernikahan adalah ridhanya laki-laki dan perempuan, serta setuju untuk mengikat hidup dalam hubungan berkeluarga. Keridhaan –yang bersifat kejiawaan- tersebut perlu diperjelas lagi, yakni melalui lafaz ijab dan qabul.  Pada pelaksanaannya, ijab yaitu pernyataan tentang kemauan untuk membentuk hubungan suami-istri, sedangkan qabul yaitu pernyataan pihak yang secara ridha menerima dan menyetujui tawaran tersebut. 

Lafas yang digunakan dalam ijab dan qabul tentunya adalah bahasa yang dapat dipahami oleh kedua belah pihak. Orang Arab tentu akan menggunakan bahasanya dalam melakukan ijab qabul. Orang Indonesia juga dibolehkan menggunakan bahasa indonesia dalam ijab dan qabul. Dengan demikian, orang Indonesia yang memahami bahasa arab, tentu saja dibolehkan menggunakan bahasa tersebut, selama kedua belah pihak yang berakad, sama-sama memahami maksud dari lafaz yang diucapkannya.
Muslim Indonesia, yang mayoritas bermazhab Syafii, lebih memilih menggunakan lafas zawwajtuka dan ankahtuka. Sementara pada mazhab Hanafi, jika kata dalam ijab qabul dapat diganti dengan kiasan, maka hukumnya tetap sah. Sama halnya dengan sahnya kiasan dalam menyatakan cerai. Juga ijab qabul orang bisu yang dibolehkan dengan isyarat, yang sama-sama dapat dimengerti. 

Terlepas dari persoalan, mengerti bahasa arab dan kewajiban mengucapkan ijab oleh orang yang paham bahasa arab –dengan bahasa arab-, tulisan ini, hanya ditujukan untuk membantah pendapat akad menjadi tidak perlu, kalau akad nikah kebanyakan itu menjadi tidak sah.
Kenapa tidak sah? Ada yang berpendapat, pada alquran surat Annisa ayat 3 digunakan kata fankihuu yang merupakan fiil amar yang ditujukan kepada laki-laki. Laki-laki yang mengawini perempuan, sedangkan wali adalah pihak perempuan. 

Sementara lafaz ijab qabul di indonesia ada yang menggunakan, “aku nikahkan engkau dengan anak kandungku...dst” yang diucapkan oleh wali. Sehingga, dipahami bahwa yang dinikahkan wali (pihak perempuan) adalah laki-laki dengan anaknya. Kesalahan struktur kata ini, dalam bahasa indonesia menyebabkan perbedaan makna. Lafaz lainnya, “aku nikahkan ... anak kandungku, dengan engkau...dst”, ini lebih sesuai dengan pemahaman bahasa indonesia. 

Dan, agama Allah itu mudah dan tidak untuk dimudah-mudahkan.  Yang pokok dalam pernikahan/ijab qabul itu adalah kerelaan. Bahasa/lafaz yang diucapkan dalam ijab qabul itu adalah perlambangnya. Sama dengan akad lain, seperti jual beli misalnya, selama ada kerelaan, akad dapat dipahami, boleh jadi sah, tapi tentu harus mengikut pada peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia. Mari rujuk kembali, peraturan-peraturan itu, Kawan.    :)

17.7.13

Jenis Urang di Minang

Dari cimbuak.net

==>;

Ado anam macam
Partamo urang namonyo
Kaduo urang-urang namonyo
Katigo tampan urang namonyo
Kaampek angkuah-angkuah urang namonyo
Kalimo urang-urangan namonyo
Kaanam urang sabana urang

Nan dikatokan urang
Tau mambedokan antaro jahek jo indak jahek
Tau mambedokan nan tinggi jo nan randah
Dinamokan urang biaso

Nan dikatokan urang-urang
Bantuaknyo manyarupoi urang
Indak ciek juo nan dikatauinyo
Bak anak ketek nan balun tau apo-apo

Nan dikatokan tampan-tampan urang
Dicaliak jauah bantuak urang
Tantang kalakuannyo balun jaleh
Balun dapek dipicayoi atau diyakini

Nan dikatokan angkuah-angkuah urang
Urang nan kalakuannyo sarupo patuang
Hiduiknyo bak kato urang sajo
Hiduik nan indak bapandirian
Utaknyo bak utak katuang (bodoh)
Babanak kaampu kaki


Nan dikatokan urang-urangan
Bukan urang tapi dibuek manyarupoi urang
Umpamo urang-urang tangah sawah
Kalo dielo inyo mangarik
Indak dielo diam sajo


Nan dikatokan urang sabana urang
Tau di awa jo nan akie
Tau di lahie jo nan batin
Tau di hereang sarato gendeang
Tau di malu jo sopan, raso jo pareso

Urang cadiak candokio, arif bijaksano
Budinyo tinggi, ilmunyo banyak
Mamanuahi saraik martabaik manusia
Hiduiknyo manjadi contoh tuladan


Urang mudo manangguang rindu
Urang tuo manahan ragam


Urang nan ampek jinih
Partamo panghulu (andiko)
Kaduo malin (alim ulama)
Katigo manti (cadiak pandai)
Kaampek dubalang (urang mudo-mudo)


Urang nan ampek golongan
Partamo niniak mamak
Kaduo cadiak pandai
Katigo alim ulama
Kaampek bundo kanduang

Sumber: Buku "Kato Pusako"

***
So, dimaa kawan kini tampek no duu? :D
atau di jinih kalimo, -kecek kawan ambo-, ado pulo urang nan co Karah-karah / co sarok-sarok kuaci / urang co kajai pangabek cindua?
ma ncak?

15.7.13

#Ramadhan : Mesjid


 Oke. Ramadhan kali ini saya ingin hadirkan jepretan asalan saya dengan tema mesjid.

Upload foto dan komentar mesjidnya bertahap ya.. soalnya harus nyari-nyari dulu, acak-acak file lappy yang ada mesjidnya pas jalan ke manaaaa gitu.

kali ini dua dulu deh. :)




Mesjid dengan atap hijau ini adalah Mesjid Koto Gadang. Terletak di Nagari Koto Gadang, kecamatan IV Koto, kabupaten Agam, Sumatera Barat. Di sisi kiri mesjid ada rumah gadang dan tabuah. Halamannya luas. Posisi strategis tepat di persimpangan 'pusat kota' Koto Gadang ini memungkinkan mesjid menjadi sentra aktifitas masyarakat setempat.




Nah, yang kedua, sudah pada kenal kan? :D
Yak, Mesjid Dian Al Mahri alias Mesjid Kubah Emas Depok. Saat pertama melihat langsung mesjid ini, saya teringat dengan Taj Mahal yang dibangun pada masa Syah Jehan. Kagum sama pendiri *pembangun atau apa ya, yang pasti bukan pemilik* mesjid ini. berapa $$$$ nya ya? hahahah.

Tak sekedar dibangun megah, tapi mesjid ini saya lihat memang sangat terawat.

Oke, segitu dulu deh, catatan jalan ke mesjid-mesjid kita. Saya cari-cari dulu stok jepretan, kalau ada kesempatan, langsung turun deh.
SIp!
:)




9.7.13

Sehari di Nagari Lansek Manih Sijunjung

Sijunjung, Sumatera Barat, terkenal dengan nama Nagari Lansek Manihnya. Meskipun masih banyak lahan-hutannya, saya sempat terpikir juga, " kok ga ada ditemukan pohon lanseknya ya". :))

Berbicara tentang Sijunjung, menurut saya, ada beberapa kata kunci yang menjadi kekhasan daerah Sijunjung, Sumatera Barat ini. Mau tau??
:D

1. Jengkol/ Jariang/ Joghiang

Siapa yang ga tau jengkol? hayooo.. :D. Jengkol (Archidendron pauciflorum) merupakan bagian famili Leguminoceae/polong2an/kacang-kacangan. Makanan bau ini rupanya banyak disukai. Bahkan di daerah Sijunjung, jengkol menjadi 'ikon' dan menu wajib makanan masyarakat setempat. Barangkali karena mudah didapat. Meskipun di daerah Jawa harga jengkol kian meroket, di Sijunjung ini masih sangat mudah mendapatkannya. Selain 'enak' -bagi penggemarnya-, jengkol tentu saja memiliki khasiat, diantaranya dapat mencegah diabetes, penyakit jantung koroner, dan kaya serat.

Saya menemukan jengkol ini masih utuh seperti polong-polongan, belum dibuka. Konon katanya jengkol yang paling wueeenak itu, adalah jengkol bareh. Dan, setelah dimasak, ternyata benar sodara-sodara, enak! :D

 2. Hal lain yang menarik bagi saya adalah, rumah gadangnya. Ada berbagai jenis Rumah Gadang Minangkabau, namun yang saya temukan di sini, gonjong rumah gadangnya mestilah empat. Kenapa ya?


Sebetulnya, ada sebuah daerah yang kental sekali budaya Minangnya, yaitu Sumpur Kudus,sayangnya saat itu saya tak sempat main ke sana.

 3. Silokek
Silokek merupakan lembah batuan yang terletak lebih kurang 15 km dari pusat Muaro, pusat kabupaten Sijunjung.

Jarak dan akses yang tidak terbilang mudah itu, dapat terganti dengan pemandangan bebatuan yang indah, goa-goa yang di dalamnya mengalir sungai, dan tentu saja udara yang sejuk.

Sepanjang jalan menuju daerah wisata Pasir Putih Silokek ini akan ditemui penambang emas dengan sederetan perahu motor mereka.

Lebih jauh lagi ke daerah dalam, katanya, ada lokasi arung jeram juga lho! *saya belum sempat ke sana  sih :( *




Satu hal yang kita khawatirkan, yaitu dengan adanya penambang emas, yang terus mengeruk isi sungai, tanpa ada upaya pelestarian alam dan konservasi, dapat beresiko bagi kita dan alam ini. Hilang indahnya, hilang eksotisnya. *Tuhh liat.. airnya aja udah keruh, mana ada ditemukan ikan.

Ok. Perjalanan singkat di Sijunjung ini mesti ada part 2 nih kayanya. Hayoooo...ada yang mau ikut arung jeram bareng?? :D

Selendang Koto Gadang

Menyulam Pernah dengar Sulaman Koto Gadang?  Sulaman Koto Gadang, adalah sulaman spesifik Minangkabau yang berasal dari daerah K...