5.4.17

Review Buku: For One More Day (Satu Hari Bersamamu)

For One More Day



Judul buku   : For One More Day
Penulis         : Mitch Albom
Alih bahasa  : Olivia G
Penerbit       : Gramedia Pustaka Utama
Tahun          : 2006
Hlm             : 248 hlm


"Biar kutebak, Kau ingin tahu kenapa aku mencoba bunuh diri." --kata-kata pertama Chick Benneto untukku.

---
Demikian tertulis kalimat pertama dalam buku ini. Saat membelinya, saya tertarik dengan buku terjemahan ini, karena tertulis "Pemenang Penghargaan "La Pluma de Plata" Spanyol. Sebuah penghargaan terhadap karya sastra di Spanyol. Dengan judul versi terjemahan, Satu Hari Bersamamu, disertai gambar seorang ibu dengan anaknya, juga menjadi alasan awal memilih buku ini. Setelah begitu lama buku ini di tangan, baru dibaca tuntas dan direview kali ini. *telaat..

Mitch Allom, mengisahkan tentang Chick Benetto alias Charles benetto, ibunya memanggil Charley alias Chikadoo, panggilan khusus Miss Thelma kepada tokoh utama. Charley adalah ayah dari Maria, suami dari Catherine, saudara Roberta, dan anak laki-laki dari pasangan Posey atau Pauline Benetto dengan Leonard. Ia dibesarkan dengan pola asuh masa kecil yang berbeda antara ayah dan ibunya. Ayahnya dengan latar kehidupan dan jiwa keras mengajarkan bagaimana seharusnya laki-laki bersikap. Sedangkan ibunya, sebagaimana layaknya seorang ibu yang terus mengajarkan dan mendidik dengan kasih sayang, kemudian dianggap 'lebay- bahasa sekarang' olehnya.
 Ibu merusak hidupku! teriakku. --- hal.53
Kisah dalam buku merupakan waktu yang singkat. Yaitu ketika Chick tidak sadarkan diri, setelah upaya bunuh dirinya yang tidak berhasil. Chick merasa tak ada lagi orang yang akan mempedulikannya. Anaknya yang telah menikah, tanpa sepengetahuannya. Kehidupan kacau balau. Saat itu ia merindukan ibunya. Ia pun memilih bunuh diri.

"Dan menjadi tak terdengar adalah dasar bagi seseorang untuk menyerah, dan menyerah adalah titik awalmu melepaskan diri" --- h. 16
 
Dalam masa tidak sadar itulah, pikiran Chick berkelana dan bertemu dengan kehidupan masa lalunya. Ia seakan benar-benar hidup dengan ibunya, Posey untuk waktu yang cukup mengembalikan kerinduannya. Ia mengikuti kehidupan Posey yang selama ibunya hidup, tidak berarti apa-apa baginya. Ia menyesali keadaan -kehangatan itu tak sejak ibunya hidup disadarinya. Kalau saja sehari saja, seseorang yang engkau cintai itu telah pergi, bisa bersama denganmu kembali, apa yang akan kau lakukan?

Pelajaran berharga melalui kisah Chick adalah, bagaimana seorang anak dipahami dengan jiwa anak-anaknya, memiliki ingatan kuat dengan kehidupan masa kecilnya. Chick yang dibesarkan dengan kondisi single parent, seperti menolak keadaan tersebut. Psikologis anak yang dibesarkan orang tua tunggal, hanya menuntut bagaimana mestinya ia diperlakukan tanpa mencoba mengerti bagaimana yang dirasakan oleh orang tua tunggalnya itu.

Chick tak pernah mengetahui alasan berpisahnya ayah dan ibunya. Yang ia tahu, ia tidak menyukai keadaan itu. Tak pernah ingin memilih, harus menjadi anak siapa. (("Seorang anak tidak seharusnya memilih." ---Posey. h.234)) Ia ingin menjadi anak keduanya.
Beberapa kisah masa lalu, di saat Chick selalu dibela, diurus dengan baik oleh ibunya pun ada dalam cerita ini. Sebaliknya, bagaimana sejatinya, seorang ibu rela melakukan apa saja demi anaknya. Apalagi dalam kondisi single parent, dan ia bertahan untuk kondisi tersebut hingga membesarkan anak-anaknya. Tapi Chick punya kisah, ia tak membela ibunya.

Barulah ketika pikiran Chick kembali bersama dengan Posey, pasca upaya bunuh diri itu, ia mengetahui alasan perpisahan ibu dan ayahnya. Ayah Chick seorang Katolik dan ibunya Protestan. Ayahnya ikut pasukan militer ke Italy, ketika akan menikah dengan ibu Chick. Karena buruknya situasi, ayah Chick menikah di Italy dengan perempuan setempat. Dan, saat kembali ia menikahi Posey. Dalam perjalanan rumah tangganya, perempuan Italy itu mencari ayah Chick, dan mereka hidup di kota yang tak jauh dari kota keluarga Chick. Di sinilah bermula keretakan keluarga Chick.

Posey mengetahui suaminya memiliki istri yang lain, dan keluarga lain. Dalam ajaran mereka tidak dibenarkan seorang suami memiliki dua istri. Posey memilih berpisah. Ia tidak menceritakan keadaan dan keburukan situasi kepada anak-anaknya. Berbagai kesulitan hidup dijalani Posey demi mendidik anak-anaknya. Menguliahkan Chick juga.

Satu hal yang menyatukan Chick dengan ayahnya adalah baseball. Saat ia kuliah, ayah Chick menemuinya di asrama. Memberitahu dan memotivasi Chick untuk ikut pertandingan dan laga-laga. Akhirnya Chick meninggalkan bangku kuliah. Sebentuk kekecewaan mendalam bagi ibunya.

Kisah paling mengharukan bagi saya adalah, saat Chick pergi, berbohong pada orang-orang. Ia mengatakan ada urusan pekerjaan, padahal hanya untuk pertandingan reuni baseballnya di kota lain. Chick pergi tepat ketika ibunya sedang merayakan ulang tahun. Besoknya, Posey meninggal.

Buku ini sangat direkomendasikan. Siap-siap ya, meneteskan air mata, membandingkan dengan pengalaman pribadi bersama ibumu!

Seorang anak harus mensyukuri keadaan keluarganya, apapun dan bagaimanapun ibunya. Norak, lebay, dan alasan apapun, seorang ibu telah sepenuh jiwa melahirkan dan membesarkan sang anak. Bagi yang sudah kehilangan ibunya, pastilah merindukan saat-saat bersama ibu. Adalah waktu yang tak tergantikan dengan dan oleh siapapun. Bagi yang masih memiliki ibu, bersamanya dan terus membahagiakannya adalah hal yang tepat untuk dijadikan bagian kehidupan.



3.4.17

Orang Ketiga


-Di rumah biru, sebuah perumahan sudut kotaku-

Aku bukanlah seorang perempuan pengganggu rumah tangga orang. Apalah, mau menjadi orang ketiga di antara pasangan suami istri? Bukan, bukan aku! Justru rumah tanggaku tengah terancam seseorang, ya, orang ketiga itu. Kau mau mendengarkan? Baiklah, aku akan bercerita sedikit, kepadamu saja.  (Perempuan seringkali berkata demikian, -saja-, saat itu. Lain kali, ia bercerita kepada orang lain.) 

Perempuan itu. Dia telah hadir dalam kehidupan rumah tangga kami, kira-kira sekitar sebulan yang lalu. Waktu itu kami bertemu di sebuah acara, semacam arisan orang-orang tempat suamiku bekerja. Dia memang sepertinya perempuan baik-baik. Bekerja baik, berasal dari keluarga baik-baik. Aku tau itu, saat sekilas dia pernah menyebut saudara perempuannya, seorang dokter di kampungnya. Padahal orang tuanya hanyalah seorang petani. Dan aku menyimpulkan, keluarga 'anak ini' pastilah baik.

Setelah berkomunikasi, dan merasa akrab, aku lalu mengajaknya, beberapa kali main ke rumah. Satu kali, saat aku membuat kerajinan tangan. Aku mengajaknya melihat ke rumah. Saat itu hanya ada aku. Di kali yang lain, dia ke rumah mengantar oleh-oleh dari Solo. Ia baru saja ditugaskan ke sana. Dan, karena aku menagih oleh-oleh padanya lewat medsos, dia mampir mengantar oleh-oleh itu. Inilah, awal aku merasa curiga.

Kau tau 'kan, feeling perempuan itu terlalu kuat?! Sore itu, si perempuan itu datang ke rumahku. Aku sedang di lantai atas, suamiku di halaman depan, mengecek, mengotak-atik motornya, yang sudah cukup lama tak dipakai. Tiba-tiba aku menyaksikan mereka berbincang, dari lantai atas. Akrab sekali. Suamiku terlihat tertawa lepas. Saat si perempuan itu aku persilakan masuk, jujur, aku memang tidak begitu senang dengan kehadirannya. Aku menerima oleh-olehnya, dan tak sempat memberi minum, lalu ia pamit. Mungkin sadar, bahwa ia sedang berada pada situasi yang tidak tepat.

Aku pun gelisah. Aku sering bertanya pada suami. Kegiatan kantornya, apakah ada rapat gabungan, apakah bertemu dengan si perempuan itu. Memang dari kantor suami ke kantor perempuan itu tidak begitu jauh. Mereka masih satu atasan. Pastinya, kemungkinan bertemu, berpapasan dengan suamiku, ada.

Apakah ia tertarik dengan suamiku? Aku ragu. Dengan daya tariknya begitu, ia pasti dapatkan yang jauh-jauh lebih menarik daripada suamiku -yang biasa-biasa ini-. Selain pintar, tubuhnya masih ideal, ia juga supel. Mana mungkinlah, ia tertarik dengan suamiku. Aku menepis segala kemungkinan.

Sebaliknya, aku curiga, suamiku telah tertarik dengan perempuan itu. Ahh.. feeling perempuan begitu kuat 'kan? Aku yakin, mereka sering komunikasi. Atau, mereka sering jalan bersama? Kalau begitu, apakah menurutmu, perempuan itu masih perempuan baik-baik? Mau-maunya menjadi orang ketiga di dalam rumah tangga orang, dimana baiknya, ya 'kan?! 

Hmm. Begitu kesimpulanmu?

Ya. Kau sudah cukup dewasa untuk mengerti kehidupan berumah tangga. Suatu kali, kau akan mengerti kecemasan-kecemasan seorang istri, yang sudah sekian tahun menikah, tak kunjung dikaruniai anak. Suami sibuk bekerja. Kau juga tak punya banyak kawan lagi. Kadang-kadang aku berpikir, untuk bercerita kepada kawan lama. Lebih tepatnya, 'seseorang di masa lalu' itu. Dia pasti mau mendengarkanku, atau mungkin saja dia punya solusi. hmh. 

Jangan. Itu bukan solusi. Lalu, apa respon suamimu, saat kau bertanya macam-macam?


Awalnya biasa saja. Ia menjawab sebisanya. Tidak ada apa-apa antara dia dengan perempuan itu. Tapi, beberapa waktu lalu, aku bersikap dingin terhadapnya. Dia bertanya, aku menjawab datar (untuk tak menyebut: ketus), aku alasan saja, sedang 'M'. Setelah itu, ia seperti selalu menghindari ceritaku, tak banyak komentar, menjadi lebih sibuk dengan laptopnya, sering otak-atik motornya.

Oke, sekarang dengarkan aku. Aku punya beberapa analisa.

Pertama, Kau terlalu mengkhawatirkan hal-hal kecil, yang terkadang (akan) mengganggu kestabilan emosimu. Perempuan yang berada dalam tekanan perasaannya, akan berbicara lebih banyak; cerewet. Ketika kau merasa curiga dengan suamimu sendiri, artinya kau telah melupakan kepercayaan. Bagi laki-laki, kepercayaan terhadapnya, adalah satu jurus utama. Kau akan menjadi lebih posesif, dipenuhi rasa curiga, dan tanya ini itu, termasuk urusannya. Pikiranmu, menggiringmu pada dugaan-dugaan tak beralasan. Suamimu akan muak dengan semua itu.

Kedua, kau menuduh mereka selingkuh, begitu?! Ayolah.. si perempuan pintar, katamu itu, mana mau. Dia juga punya masa depan 'kan? Kau sendiri sudah punya penilaian baik terhadapnya. Jangan racuni pikiranmu dengan kemungkinan-kemungkinan yang bisa jadi menjadi mungkin.
Kau tau, selingkuh bisa saja terjadi, karena salah seorang itu tertuduh. Atau, mumpung sudah menjadi tertuduh, kenapa tidak sekalian, selingkuh? Dan, selingkuh tidak terjadi tiba-tiba, ia seperti bom waktu yang akan meledak, seketika. Suamimu bisa saja memendam, diam-diam, dan mengabaikan kicauanmu, ia lagi ke dalam 'gua', menjadi sebenarnya lelaki. Abai terhadap lingkungannya, terhadap cerita-ceritamu (biasanya). Tapi, suatu waktu, kalau ia meledak? Kau siap?

Ketiga, Orang ketiga -seperti tuduhanmu terhadap perempuan itu- jika benar menjadi penyebab keretakan rumah tanggamu, menurutku, orang ketiga bukanlah sebab. Ia hanya sebagai akibat. Akibat apa? Banyak!
Bisa jadi, akibat ketidak nyamanan suamimu denganmu. Akibat ketidak percayaanmu terhadap dirinya lagi. Akibat ini, itu, dan seterusnya, aku tak tau. Kau perlu introspeksi diri, Nyonya.

Ayolah, jangan menangis. Kau tidak sedang 'M' kan?
Oh ya, tentang 'M' itu, jangan bersandar pada teori-teori bahwa: perempuan merasa punya waktu untuk berkuasa. Saat 'M' adalah waktu paling 'hebat', untuk bersikap seperti apa, berkata bagaimana, atau menanggapi apapun sekehendaknya. Ini tidak tepat. Benar, bila kau perlu memahami suamimu mengotak-atik motornya, setelah lama tak digunakan. Tapi jika setiap hari? Kau harus menerima juga? Sebaliknya, haruskah perlakuan 'moody' itu menjadi kekuasaanmu pada saat-saat tertentu itu? Ah, aku harus menjelaskan sesuatu yang rumit, dan bisa-bisa diserang semua perempuan. Heheh. Yang pasti, kau cobalah, kendalikan emosi dan pikiran-pikiranmu pada saat-saat sensitif itu. Prinsipnya, jangan hanya ingin dipahami, cobalah memahami. Lebih tepatnya, saling.

Lalu,,,

Sudahlah. Kau bisa pulang. 
Wah?! Hahaha. Maafkan aku, aku terbawa suasana ini. Aku bermaksud menyampaikan pendapatku, teman. Maafkanlah, jika kau tak dapatkan seperti inginmu.


Aku juga, maafkan. 
Satu lagi, boleh? Sebelum aku pulang, kelima, kuharap kau cerna kata-kataku tadi. Pertahankan rumah tanggamu! Kabarnya, cekcok itu biasa, penyesuaian. Jangan berlama-lama, komunikasikan. Jangan lebih dulu bercerita kemana-mana, bicarakan dulu berdua. Hubungan yang saling menuntut bisa menjadi baik, bila saling menuntun. Hah, aku ini mengerti apa sih. Haha. Aku pulang ya? Semoga baik-baik saja.


Iya, Sudah sore. Hehehe. Kau memang mengerti apa?! Teorinya saja.. Cobalah! (Ia terlihat benar-benar tersenyum kini)

Haha. Betul juga. 


-Jalan pulang-
 ***
Betul juga. Kadang aku memang tak mengerti apa-apa. Mengerti hanya dari buku. Memperhatikan kasus-kasus dan problem rumah tangga orang. Mendengar cerita semacam ini juga. Mencoba? Takut. 
Hahaha. 
***

Lampu merah. Belok kiri jalan terus. Klakson mobil di belakang membuyarkan lamunan. Dicoba? "Buat anak kok coba-coba", Kata iklan sih begitu. "Hubungan begitu, kok coba-coba.."

Selendang Koto Gadang

Menyulam Pernah dengar Sulaman Koto Gadang?  Sulaman Koto Gadang, adalah sulaman spesifik Minangkabau yang berasal dari daerah K...