24.7.17

Kepada Mei

Jika Mei tidak ada, tentu kita sengsara. Padahal aku ingin Mei tak ada.

***

Suatu kali ia hadir ke mimpiku.
"Perkenalkan, aku Mei," katanya.
"Ohya." Aku menjawab biasa, tersenyum dan memandangnya sepintas. Aku hanya menghindari bersitatap dengannya. Walaupun, sebenarnya aku ingin berlama-lama melihatnya. Memastikan, benarkah ini Mei? Sosok yang ingin aku kenali berbulan-bulan lalu.
 "Terima kasih untuk waktumu."
"Tak apa. Tak perlu ada terima kasih." ujarku.
Sekian bulan lalu, kami dipertemukan dalam sebuah bahasan. Salahkah keadaan yang terlanjur ada sekarang ini?
Salah bagi siapa? Bukankah Tuhan telah menciptakan manusia disertai cinta? Dan, aku mencintainya.
Seingatku, itulah secuplik cerita yang ia bagi kepadaku. Aku memang tak punya solusi lain. Hanya ada satu. Dan satu-satunya itu yang kemudian aku sampaikan padanya.

Cinta dan takdir itu berbeda. Dan dua kata ini tak layak dipersandingkan.
Jika kini kita terlahir berbeda keyakinan. Itulah takdir. Aku meyakini, takdir ini telah tepat untukku. Inilah jalan panjangku. Sedangkan cinta. Aku tak yakin bila cinta itu mutlah juga sebentuk takdir. Mencintai sesuatu atau seseorang dalam pandangan takdir, pastilah ada usaha yang dilakukan/diupayakan si subjek. Dan, soal usaha itu, itulah pilihan. Kau mengusahakan atau tidak.

Menurutku, cinta hanya sebentuk kerikil yang menggelinding di dinding gunung yang tengah aku daki.
Benar, aku ingin sampai ke puncak. Aku yakin di puncak akan ada indah. Dan, masalahnya hanyalah: puncak yang kita tuju tidaklah sama. Bahkan gunungnya pun berbeda. Kita tak akan sama, dan tak akan bersama. Keyakinan perkaranya.

"Aku lapar" Mei berkata pelan.
Wahai, wajah cantiknya tak pudar. Benar seperti Mei yang aku duga sebelumnya. Tersirat pula kecerdasan serta sikap santunnya. Sayang saja, ya hanya satu itu.

"Mari. Aku antar kau ke suatu tempat. Kau akan kenal masyarakat di sini dari cita rasa masakan mereka."
Kami berlalu.

"Terima kasih" katanya lagi. "Untuk semua ini."
"Maksudmu? Atas traktiran makan siang ini?" Aku bertanya.
"Tidak. Maksudku, terima kasih telah menjaganya. Kami telah berjanji hari ini akan bertemu, di kota ini."
"Oh ya. Tapi aku tak menjaga apa-apa."
"Kau merawatnya, bahkan. Merawat hatinya untukku."

***
Pukul 12.07, tengah malam. Kenapa aku terbangun secepat ini, dan telah bermimpi seperti ini. Waktu bisa terasa lebih lama untuk keresahan, kesedihan dan ketakutan. Dan, juga di kala rindu. Mungkin di mimpi itu aku telah membantu Mei, menanggungkan sedih, atas kerinduan Mei kepadanya.  
Ya sudah. Jangan lagi ada Mei! 

7.7.17

Review Buku: Hakikat Harta Karun Santiago (Sang Alkemis; Paulo Coelho)

Judul       : Sang Alkemis // The Alchemist
Penulis    : Paulo Coelho
Penerbit  : Gramedia
Tahun terbit: 2005
Cetakan  : XX, 2016
Tebal      : 216 hlm
Sang Alkemis


Santiago adalah bocah penggembala domba  yang terus membaca. Ia menceritakan apa yang dibacanya kepada domba-domba yang selalu ia panggil dengan nama-nama mereka. Suatu kali, Santiago bercerita tentang seorang gadis, anak saudagar di suatu desa, yang setahun lebih telah ia lewati dan temui. Si gadis menjadi istimewa, karena ia bisa menjadi kawan bercerita Santiago.

Layaknya kehidupan seorang penggembala, hidup seseorang terus berjalan seiring bergulirnya waktu. Dari novel ini, pembaca menyadari, bahwa hidup jangan hanya membiarkan waktu berlalu. Hidup harus ada tujuan yang ingin dicapai.

Tujuan hidup seorang Santiago adalah berkelana. Untuk mencapai tujuannya itu, setiap hari ia menempuh jalan baru demi mendapatkan pengalaman baru. Manusia jelas berbeda dengan domba gembalaan. Domba tak peduli apapun, tentang perjalanan baru, selain dari ketersediaan makanan dan air.

Santiago teringat akan dirinya, yang tak ubahnya domba itu. Semenjak berjumpa dengan gadis anak saudagar itu, dirinya tak pernah memikirkan perempuan lain. Tak ada tujuan lain baginya, selain meminang gadis itu. "Bisa saja si gadis itu menikah dengan seorang penjual roti yang mempunyai rumah", pikirnya. Lalu ia kembalikan kepada takdir, bahwa tujuannya adalah berkelana.
"Yang membuat hidup menarik adalah kemungkinan untuk mewujudkan impian menjadi kenyataan"-- Santiago, h. 19
Suatu kali Santiago bermimpi tentang domba-domba dan seorang anak kecil yang menarik tangannya ke Piramida-piramida Mesir. Si anak kecil dalam mimpi itu, mengatakan bahwa kalau Santiago datang ke sana, maka ia akan menemukan harta karun. Demi memecahkan tafsir mimpi itu, Santiago datang ke perempuan tua, Gipsi, si tukang ramal.

"Sudah kukatakan mimpimu sulit. Dalam hidup ini, justru hal-hal sederhanala yang paling luar biasa; hanya orang-orang yang bijak yang dapat memahaminya." -- Perempuan Gipsi,

Dalam perjalanannya menuju Mesir, tidak sedikit rintangan yang harus dilalui Santiago. Ia dipertemukan dengan Raja Salem, yang mengajarkan banyak hal tentang takdir dan kehidupan.

"Takdir adalah apa yang selalu ingin kau capai. Semua orang, ketika masih muda, tahu takdir mereka" : "Dan saat engkau menginginkan sesuatu, seluruh jagat raya bersatu padu untuk membantumu meraihnya." --Raja Salem. h. 32-33

Santiago sempat ditipu oleh seorang pemuda, yang kemudian mengantarkannya untuk bekerja dengan salah satu pedagang kristal. Manusia perlu menerima segala yang kemudian terjadi padanya, bahwa semua itu adalah 'yang telah tertulis' atau "maktub". Ia juga bertemu dan menjadi teman perjalanan dengan seorang peneliti asal Inggris.

"Segala sesuatu dalam hidup ini adalah pertanda" -- Orang Inggris, h. 92

"Dalam alkimia, itu namanya Jiwa Dunia. Kalau kau menginginkan sesuatu sepenuh hatimu, saat itulah kau berada amat sangat dekat dengan Jiwa Dunia. Dan ini selalu merupakan daya positif."

Pembahasan dengan Orang Inggris inilah ditemukan kata-kata Alkemis/Alkimia. Tujuan mereka adalah bertemu dengan Sang Alkemis yang terkenal bijak dan memiliki ilmu yang tinggi. Santiago juga belajar bahwa dunia ini memiliki jiwa, dan siapa pun yang memahami jiwa ini juga bisa memahami bahasa benda-benda."Aku belajar bahwa banyak alkemis berhasil mewujudkan takdir mereka, dan pada akhirnya menemukan Jiwa Dunia, Batu Filsuf, dan ramuan Kehidupan."

Di Al-Fayoum, dalam perjalannya menuju Piramida, Santiago bertemu dengan Fatima. Tak lengkap bila novel Paulo Coelho, tak dibarengi dengan kisah cinta. Santiago jatuh hati kepada gadis itu. Setelah perjalanan panjangnya sampai di Piramida, lalu menemukan harta karun, ia mewujudkan takdirnya. Ia kembali, menemui Fatima. Harta karunnya yang paling berharga.



Secara umum, novel terjemahan dengan judul asli O Alguimista (Spanyol, 1988) ini, diterjemahkan dengan baik oleh Tanti Lesmana. Kalimat-kalimatnya ringan, dan nyaman dibaca. 

Meskipun kesimpulan kisah ada di halaman 214, "Memang benar, hidup ini sangat murah hati pada orang-orang yang mau mengejar takdir mereka", tapi tak akan semenarik mengikuti kisah petualangan Santiago ini.

Novel petualangan yang mengajarkan nilai-nilai kehidupan. Tentang Takdir dan usaha manusia, tentang kebijaksanaan, tentang cinta dan kesetiaan. Bacalah, mungkin akan mengubah pikiran Anda tentang hidup!

***
Berikut kutipan-kutipan menarik dalam novel ini:

"Kalau kau memulai dengan menjanjikan sesuatu yang belum kau miliki, kau akan kehilangan hasratmu untuk berusaha memperolehnya." Raja Salem.

"Rahasia kebahagiaan adalah dengan menikmati segala hal yang menakjubkan di dunia ini, tanpa pernah melupakan tetes-tetes air di sendokmu." Orang Bijak. h. 45

"Kita takut kehilangan apa yang kita miliki, entah itu hidup kita, harta benda kita, ataupun tanah kita. Tapi rasa takut ini menguap begitu kita memahami abhwa kisah-kisah hidup kita dan sejarah dunia ini ditulis oleh tangan yang sama." Pemandu Karavan, h. 101

"Setiap orang punya cara masing-masing untuk mempelajari sesuatu" Orang Inggris.


Selendang Koto Gadang

Menyulam Pernah dengar Sulaman Koto Gadang?  Sulaman Koto Gadang, adalah sulaman spesifik Minangkabau yang berasal dari daerah K...