Judul
buku : Pesta Bulan Air
Pengarang
: Ade Faulina
Penerbit
: Kabarita
Tahun terbit
: Cetakan I, Mei 2016
Tebal buku
: 118 hlm
Puisi
menjadi gambaran pikiran seorang penciptanya. Penyair melalui puisinya kadang
kala menyampaikan gagasan, kritikan, kenangan, atau impian lewat kata-kata yang
indah. Demikian juga dengan, penyair perempuan Ade Faulina.
Buku yang berjudul Pesta Bulan Air ini hadir sebagai bentuk pembicaraan panjang
seorang Ade Faulina. Rentang penciptaan puisi dari tahun 2007 hingga 2014,
menggambarkan kompleksitas hal yang tengah dibicarakannya. Ia berbicara kepada
dirinya, kepada sahabatnya, kepada alam. Puisi-puisi inilah yang menjadi cerita
perjalanan dan rasa yang mengalir di kehidupannya.
Sebagai buku pertama, mengenali dan menyelami puisi-puisi Ade Faulina bisa
dilakukan pembaca lewat 111 puisi pilihannya. Seperti halnya kutipan puisi yang
berjudul Menjelma Air, Ade menyampaikan keyakinan dan kemampuannya melalui
episode hidup.
Menjelma Air
Aku datang dengan gelombang kuasa rampas
segala
Riak debur
gelombang mendera rasa
Manusia-manusia
lugu yang bernyanyi tanpa suara
aku datang dengan kuasa membuang segala
mengembalikan
arus-arus congkak
dalam tubuh
beku tak tertahankan
hingga
ruh-ruh itu menjauh
aku datang dengan kuasa mengubah diri menjadi
segala
cair ataukah
beku dalam waktu yang tiada diketahui
menggenangkan
mimpi menghanyutkan nasib
masa silam
akan datang
yang tiada
bertepi hingga jelma
sebuah
rahasia abadi
aku datang dengan kuasa atas segala
selalu menjelma air
padang, 18/1/2010
Ade mengibaratkan dirinya menjadi air lewat puisi Menjelma Air. Ada warna emosional
yang berbeda dalam setiap bait yang tertulis. Puisi menjadi sebenarnya Ade,
mengaliri kehidupan.
Pada
puisi-puisi lain, Ade bercerita tentang rasa yang mengaliri jantungnya. Rasa
cinta dengan makna yang jamak. Beberapa nama dengan sengaja disebut,
menunjukkan betapa mereka memberi rasa yang dalam bagi Ade.
Air,
kesunyian, berkata-kata dengan alam, orang-orang tertentu, dan dengan dirinya
sendiri adalah pilihan-pilihan di antara puisi Ade.
Cuaca
Tak ada yang bertanam di lading kata
Hanya ada tanah sunyi
dan desir angin
yang diam-diam menghilang
merapat dalam cuaca
yang sulit ditebak
entah hujan ataukah kemarau
yang akan bertandang
Padang, 8/4/2013
Melalui
buku ini kita bisa melihat apa dan bagaimana aliran perjalanan hidup, dan rasa
cinta seorang Ade. Tak hanya sekedar hiburan. Buku ini bisa menjadi cermin bagi
mereka yang juga tengah mengaliri sungai kehidupan yang berliku dan
bergelombang ini.
Saya membacanya seperti "ada janji yang harus tunai".
ReplyDeleteSeperti ada janji yang harus tunai ya nela... :)
ReplyDelete