13.8.12

Kerja.Kerja.Kerja



Banyak orang sepakat dengan slogan yang dipopulerkan Dahlan Iskan ini. Termasuk saya. Saya suka kata-kata itu. Mungkin hanya orang-orang yang tidak ingin sukses saja yang tak menyukainya. Atau, mereka yang tak mau bekerja keras,tak ingin berusaha maksimal saja yang tak inginkan kata-kata ajaib itu menjadi motto. 

Hari ini, hari terakhir pesantren ramadhan dilaksanakan. Saya kemudian memahami kenapa orang-orang memilih suka dan sebagiannya tidak suka dengan motto ‘kerja.kerja.kerja” tersebut.
Kebetulan, Ramadhan kali ini saya termasuk yang di-SK kan walikota menjadi koordinator pelaksanaan Pesantren Ramadhan. Sesuai instransi, saya mengkoordinir satu mesjid dengan peserta yang terdiri dari 285 orang siswa kelas X sekolah saya. Plus, bekerja sama dengan tujuh orang panitia dari pengurus mesjid dan empat belas guru pembimbing lainnya. 

Meski sudah bertekad kuat dan memasang motto “kerja.kerja.kerja” itu, tetap tidak mudah rupanya melaksanakan tugas secara maksimal. 

Saat rapat koordinasi dengan panitia pada hari pertama dilaksanakan, saya menyambut baik beberapa hal –berupa kemudahan/bantuan- yang ditawarkan oleh pihak panitia. Tentu saja yang lebih disenangkan dengan tawaran tersebut adalah guru pembimbing. Apalagi saya. Saya yang membutuhkan waktu pulang 3 sampai 4 kali lipat teman-teman lain. Wah, beruntungnya kami bisa bekerja sama dengan panitia di sini. Begitu kesimpulan awal. :D

Hari pertama dilewati sudah. Semua persiapan administrasi dilakukan dengan baik. Terkait hal ini, ada sedikit kesalahan saya selaku koordinator yang disebut-sebut panitia. “Kenapa tidak ada koordinasi sejak sehari sebelum pelaksanaan kegiatan.” Mestinya bisa lebih lancar, jika semua data sudah diinput sehari sebelum pelaksanaan. Saya menjelaskan alasan, dan meminta maaf atas hal itu.
Maka tak heran jika pada hari kedua, saya kecewa berat –isitilah orang sekarang-. 

Benarlah, ketika berharap pada hamba, bersiaplah akan dikecewakan. Berapapun kita percaya pada orang itu. Hari itu, saya pegang kata-kata panitia. Saya sedikit terlambat datang pada hari tersebut, kira-kira 20 menit. Dalam pikiran saya, saat itu, sesuai pembahasan dalam rapat koordinasi, akan dihandel oleh panitia. Rupanya tidak. Nihil! Untung saja, saya sudah sampaikan keterlambatan tersebut pada dua orang teman, dan meminta mereka datang lebih awal. 

Okelah, sudah berlalu, pikir saya. Tapi, saya justru ingin membuktikan kata-kata panitia itu untuk siang harinya. Menurut mereka dalam rapat koordinasi, siang, seusai tahfiz, akan dihandel pula oleh mereka. Dan, apa yang terjadi? Alhamdulillah mereka menepati kata-katanya. Panitia yang menghandel. 

Setiap hari laporan diberikan kepada tim monitoring kota yang orangnya selalu berganti. Saya dan teman-teman lain, selalu berusaha memperbaiki kegiatan agar lancar dan berjalan efektif full manfaat setiap harinya. Bagaimana tidak full, pekerjaan menjadi wali kelas itu tidak mudah. 

Menjadi wali kelas untuk 15 sampai dengan 20 orang anak, setiap hari jelas tidak mudah. Mendampingi. Jika tidak ikhlas melakukannya, merugilah dengan semua kepenatan yang didapat. Untuk pembimbing  saya kira ada sekitar 85 % menggunakan motto “kerja.kerja.kerja” itu untuk kegiatan ini. 

Pertama, mereka harus mendata kehadiran siswa. Mendata kemampuan bacaan al quran siswa. Lalu, merekap praktek ibadahnya. Saat materi berlangsung, guru pendamping juga mengikuti perkembangan keaktifan dna partisipasi siswa. Bagaimana akhlak keseharian siswa. Mencek evaluasi materi siswa. Menilai. Tasmi’ atau mendengarkan bacaan al quran siswa satu per satu. Menuliskan jumlahnya. Merekap jumlah setoran hafalannya. Terakhir, mengatur pelaksanaan shalat zuhur. Usai zuhur itulah saat yang diantikan, acara dihandel oleh panitia, -keputusan dalam rapat koordinasi memang bagitu-, tapi.. tak bisa disebut 80 % semua terlaksana sesuai perkataan. 

Bekerja menjadi pembimbing tahun ini, jelas saja berbeda dengan tahun-tahun sebelum ini. Begitu concern-nya pemko dengan kegiatan ini. Saya sangat bangga dan apresiasi dengan langkah dan kebijakan ini. Tapi, memang, tak ada gading yang tak retak. Bagaimanapun maksimal persiapan dan perencanaan, tidak begitu juga dalam pelaksanaannya. Sayang, tak semua berpartisipasi penuh untuk kegiatan ini. Masih saja ada yang culas, curang, kurang bertanggung jawab pada amanah yang diberikan, atau menyepelekan aturan dan kebaikan yang disampaikan. Ah, manusia memang berbeda. J

Kerj.kerja. kerja, itu belum menjiwa bagi sebagian kita. Masih saja ada yang berpikir bagaimana agar ‘ringkas’ –tapi tak tuntas-, atau ‘cepat’ -tapi tak tepat-, atau komen dan protes –asalan- tapi tak paham, atau juga, suka sekali menyebut kekurangan dan menyudutkan orang lain. Ah, manusia memang berbeda. Dari segi motto saja sudahlah berbeda, tak semua inginkan kerja dan hasil yang maksimal. Ada saja, yang inginnya santai, walau hasilnya tak memuaskan, yang penting sudah dilakukan. Begitulah.

Hari berlalu, ini hari terakhir pelaksanaan kegiatan. Evaluasi sudah dilakuakan setiap harinya. Evaluasi terakhir sudah dilaksanakan dengan guru pembimbing. Siswa terbaik, terbanyak hafalan al qurannya, terbaik akhlak dan besar partisipasi dan keaktifannya pun sudah diperoleh datanya. Hadiah pun sudah disiapkan panitia. Reward dari kepala sekolah dan guru-guru pembimbing sudah dikumpulka. Tinggal membagikan saja. 

Lalu saya, konfirmasi ke posko, terkait dengan acara penutupan gabungan yang disebutkan di awal kegiatan. Siswa terbaik masing-masing tempat akan menerima penghargaan dan hadiah dari kota. Begitu serius dan perhatiannya kota saya ini terhadap kegiatan ini. Hal ini sungguh membanggakan dan patut dicontoh oleh kota/ kabupaten lain. (recomended!) 

Hanya, catatan saya ini menyoal tentang motto kerja.kerja.kerja-nya Pak Mentri, tidak semua menyukainya. Menurut saya, keinginan menghandel acara usai zuhur itu, adalah bagian dari bantuan yang ditawarkan. Memudahkan sesama. Tapi lain halnya dengan ketidak optimalan pelaksanaan dengan kata-kata, hanya akan menyisakan ketidakpercayaan. Atau, mengubah jadwal secara sepihak, setelah beberapa jam sebelumnya semua masih seperti yang dibicarakan, dan disepakati. Yang saya dan mereka sepakati. Tau-tau, secara sepihak semua berganti. Dan yang lucunya, ketika saya konfirmasi, pihak tersebut menjawab singkat, “oh ya, lupa mengabari Ibu guru.” Wah..wah.. sayang sekali, begitukah akhir kegiatan yang dipersiapkan tingkat kota ini diperlakukan oleh ‘pihak’ ini?! Pikir saya. 

Saya konfirmasi lagi soal muhasbah, acara terakhir yang juga akan dihandel oleh panitia. Jika tidak ada kegiatan tersebut, dan jika disepakati, kegiatan penutup adalah materi tambahan –yang penetapan adanya materi ini dalam rapat koordinasi juga secara sepihak-, adalah penutup kegiatan, bagi saya, sih oke saja. Tidak masalah. Tapi, pihak tersebut malah menekankan, agar menunggunya kembali ke TKP, ybs akan menghandel langsung muhasabah. Bahkan, berpesan, jika pembimbing tidak bisa hadir, boleh saja, silakan meninggalkan TKP. 

Saya pribadi dan teman-teman, tidak bermaksud curang, tak ada yang ingin meninggalkan TKP. Saya lagi-lagi ingin buktikan kebenaran kata-kata itu dengan kerjanya. Siang itu, usai shalat zuhur, saya langsung konfirmasi pada panitia. Bagaimana dengan acara muhasabah. Masya Allah, jawabannya bertolak belakang lagi dengan kata-katanya beberapa jam yang lalu. Muhasabah di-cancel!
Saya bukannya tak ingin cepat menutup acara, tapi sungguh mengherankan. Ada apa ini? Kenapa tiba-tiba di-cancel, dibatalkan. Dijawab dengan alasan singkat tak memuaskan, dari hasil acara penutupan gabungan yang diikuti barusan di mesjid lain di kota. 

Telusur punya telusur (istilah baru, :D), rupanya ‘pihak’ saya tak senang dengan keputusan dan hasil akhir penetapan yang terbaik. Aih... rupanya tak hanya saya yang kecewa dengan ‘pihak’ itu, ‘pihak’ saya itu rupanya juga memperoleh kekecewaan dari kerja.kerja.kerja  yang sudah beberapa waktu ini disiapkan. Terbaik belum jatuh ke tangan. Bagi saya sih tak masalah, toh siswa dan kegiatan sudah saya dan teman-teman lakukan secara maksimal sejak awal, tanpa embel-embel harap apalah.
Maka jadilah, acara tersebut ditutup dengan wajah lesu sebelah pihak, dan wajah semangat dan seperti biasanya dari pihak saya, guru pembimbing dan siswa.  :D

Kerja.kerja.kerja itu disukai juga oleh sebagian kita, dengan kesalahan sedikit, yaitu terlalu berharap pada ‘sesuatu’ yang bukan Tuhan. Pada nama yang tertulis dan disebut, pada selembar penghargaan, pada jumlah nominal lembaran uang kertas, dan pada apa saja, yang menghapus keikhlasan dari Kerja.Kerja.Kerja yang dilakukannya. 

Saya bangga dengan 85% guru pembimbing saya yang mengikuti perkenalan, acara penutupan dengan slide foto, dan film singkat, yang dibuat mendadak oleh seorang guru. Saya bangga dengan siswa yang menyampaikan target hafalannya setiap hari walau belum sempurna. Saya bangga dengan siswa yang saya dan guru lain hukum, karena kesalahan mereka. 

Saya yakin, siswa-siswa saya itu juga bangga dengan guru pembimbingnya yang 85% -yang bekerja maksimal itu-. Mereka juga bangga dengan diri mereka sendiri. Sudah susah payah seminggu ini, disuruh hafal ini itu, diajari terus-terusan baca al quran, ditanyai ini itu, disuguhi materi ini itu, yang pasti saja melawan kantuk dan rasa bosan. Suatu saat, mereka akan bangga pada diri mereka sendiri. Ketika tersadar, apapun dapat dilakukan, dapat dicapai, jika kesungguhan, pengorbanan, kerja keras menjadi satu sikap dasar diri mereka. Menjadikan Kerja.Kerja.Kerja motto hari-hari belajar dan bekerja mereka. 

Maka, Kerja.Kerja.Kerja itu akan berbuah manis bagi siapa saja yang tulus dan ikhlas melakukannya. Bagi yang menginginkan hasil maksimal, terbaik, itu saja. Tanpa berharap nama dan predikat dan  sebagainya. Itulah yang akan merasakan nikmatnya motto Kerja.Kerja.Kerja tersebut, kesimpulan saya.

Faidza faraghta fanshab, wa ilaa rabbika farghab!
(Al Quran Surat Asy Syarh : ayat 7-8)
“maka jika kamu telah selesai  (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain), dan hanya kepada Tuhanmulah kamu berharap”

No comments:

Post a Comment

Selendang Koto Gadang

Menyulam Pernah dengar Sulaman Koto Gadang?  Sulaman Koto Gadang, adalah sulaman spesifik Minangkabau yang berasal dari daerah K...