Banyak orang sepakat
dengan slogan yang dipopulerkan Dahlan Iskan ini. Termasuk saya. Saya suka
kata-kata itu. Mungkin hanya orang-orang yang tidak ingin sukses saja yang tak
menyukainya. Atau, mereka yang tak mau bekerja keras,tak ingin berusaha
maksimal saja yang tak inginkan kata-kata ajaib itu menjadi motto.
Hari ini, hari terakhir
pesantren ramadhan dilaksanakan. Saya kemudian memahami kenapa orang-orang memilih
suka dan sebagiannya tidak suka dengan motto ‘kerja.kerja.kerja” tersebut.
Kebetulan, Ramadhan kali
ini saya termasuk yang di-SK kan walikota menjadi koordinator pelaksanaan
Pesantren Ramadhan. Sesuai instransi, saya mengkoordinir satu mesjid dengan
peserta yang terdiri dari 285 orang siswa kelas X sekolah saya. Plus, bekerja
sama dengan tujuh orang panitia dari pengurus mesjid dan empat belas guru
pembimbing lainnya.
Meski sudah bertekad kuat
dan memasang motto “kerja.kerja.kerja” itu, tetap tidak mudah rupanya
melaksanakan tugas secara maksimal.
Saat rapat koordinasi dengan
panitia pada hari pertama dilaksanakan, saya menyambut baik beberapa hal
–berupa kemudahan/bantuan- yang ditawarkan oleh pihak panitia. Tentu saja yang
lebih disenangkan dengan tawaran tersebut adalah guru pembimbing. Apalagi saya.
Saya yang membutuhkan waktu pulang 3 sampai 4 kali lipat teman-teman lain. Wah,
beruntungnya kami bisa bekerja sama dengan panitia di sini. Begitu kesimpulan
awal. :D
Hari pertama dilewati
sudah. Semua persiapan administrasi dilakukan dengan baik. Terkait hal ini, ada
sedikit kesalahan saya selaku koordinator yang disebut-sebut panitia. “Kenapa
tidak ada koordinasi sejak sehari sebelum pelaksanaan kegiatan.” Mestinya bisa
lebih lancar, jika semua data sudah diinput sehari sebelum pelaksanaan. Saya
menjelaskan alasan, dan meminta maaf atas hal itu.
Maka tak heran jika pada
hari kedua, saya kecewa berat –isitilah orang sekarang-.
Benarlah, ketika
berharap pada hamba, bersiaplah akan dikecewakan. Berapapun kita percaya pada
orang itu. Hari itu, saya pegang kata-kata panitia. Saya sedikit terlambat
datang pada hari tersebut, kira-kira 20 menit. Dalam pikiran saya, saat itu,
sesuai pembahasan dalam rapat koordinasi, akan dihandel oleh panitia. Rupanya
tidak. Nihil! Untung saja, saya sudah sampaikan keterlambatan tersebut pada dua
orang teman, dan meminta mereka datang lebih awal.
Okelah, sudah berlalu,
pikir saya. Tapi, saya justru ingin membuktikan kata-kata panitia itu untuk
siang harinya. Menurut mereka dalam rapat koordinasi, siang, seusai tahfiz,
akan dihandel pula oleh mereka. Dan, apa yang terjadi? Alhamdulillah mereka
menepati kata-katanya. Panitia yang menghandel.
Setiap hari laporan
diberikan kepada tim monitoring kota yang orangnya selalu berganti. Saya dan
teman-teman lain, selalu berusaha memperbaiki kegiatan agar lancar dan berjalan
efektif full manfaat setiap harinya. Bagaimana tidak full, pekerjaan menjadi
wali kelas itu tidak mudah.
Menjadi wali kelas untuk
15 sampai dengan 20 orang anak, setiap hari jelas tidak mudah. Mendampingi.
Jika tidak ikhlas melakukannya, merugilah dengan semua kepenatan yang didapat.
Untuk pembimbing saya kira ada sekitar
85 % menggunakan motto “kerja.kerja.kerja” itu untuk kegiatan ini.
Pertama, mereka harus
mendata kehadiran siswa. Mendata kemampuan bacaan al quran siswa. Lalu, merekap
praktek ibadahnya. Saat materi berlangsung, guru pendamping juga mengikuti
perkembangan keaktifan dna partisipasi siswa. Bagaimana akhlak keseharian
siswa. Mencek evaluasi materi siswa. Menilai. Tasmi’ atau mendengarkan bacaan
al quran siswa satu per satu. Menuliskan jumlahnya. Merekap jumlah setoran
hafalannya. Terakhir, mengatur pelaksanaan shalat zuhur. Usai zuhur itulah saat
yang diantikan, acara dihandel oleh panitia, -keputusan dalam rapat koordinasi
memang bagitu-, tapi.. tak bisa disebut 80 % semua terlaksana sesuai perkataan.
Bekerja menjadi
pembimbing tahun ini, jelas saja berbeda dengan tahun-tahun sebelum ini. Begitu
concern-nya pemko dengan kegiatan ini. Saya sangat bangga dan apresiasi dengan
langkah dan kebijakan ini. Tapi, memang, tak ada gading yang tak retak.
Bagaimanapun maksimal persiapan dan perencanaan, tidak begitu juga dalam
pelaksanaannya. Sayang, tak semua berpartisipasi penuh untuk kegiatan ini.
Masih saja ada yang culas, curang, kurang bertanggung jawab pada amanah yang
diberikan, atau menyepelekan aturan dan kebaikan yang disampaikan. Ah, manusia
memang berbeda. J
Kerj.kerja. kerja, itu
belum menjiwa bagi sebagian kita. Masih saja ada yang berpikir bagaimana agar
‘ringkas’ –tapi tak tuntas-, atau ‘cepat’ -tapi tak tepat-, atau komen dan
protes –asalan- tapi tak paham, atau juga, suka sekali menyebut kekurangan dan
menyudutkan orang lain. Ah, manusia memang berbeda. Dari segi motto saja
sudahlah berbeda, tak semua inginkan kerja dan hasil yang maksimal. Ada saja,
yang inginnya santai, walau hasilnya tak memuaskan, yang penting sudah
dilakukan. Begitulah.
Hari berlalu, ini hari
terakhir pelaksanaan kegiatan. Evaluasi sudah dilakuakan setiap harinya.
Evaluasi terakhir sudah dilaksanakan dengan guru pembimbing. Siswa terbaik,
terbanyak hafalan al qurannya, terbaik akhlak dan besar partisipasi dan
keaktifannya pun sudah diperoleh datanya. Hadiah pun sudah disiapkan panitia.
Reward dari kepala sekolah dan guru-guru pembimbing sudah dikumpulka. Tinggal
membagikan saja.
Lalu saya, konfirmasi ke
posko, terkait dengan acara penutupan gabungan yang disebutkan di awal
kegiatan. Siswa terbaik masing-masing tempat akan menerima penghargaan dan
hadiah dari kota. Begitu serius dan perhatiannya kota saya ini terhadap
kegiatan ini. Hal ini sungguh membanggakan dan patut dicontoh oleh kota/
kabupaten lain. (recomended!)
Hanya, catatan saya ini
menyoal tentang motto kerja.kerja.kerja-nya Pak Mentri, tidak semua
menyukainya. Menurut saya, keinginan menghandel acara usai zuhur itu, adalah
bagian dari bantuan yang ditawarkan. Memudahkan sesama. Tapi lain halnya dengan
ketidak optimalan pelaksanaan dengan kata-kata, hanya akan menyisakan
ketidakpercayaan. Atau, mengubah jadwal secara sepihak, setelah beberapa jam
sebelumnya semua masih seperti yang dibicarakan, dan disepakati. Yang saya dan
mereka sepakati. Tau-tau, secara sepihak semua berganti. Dan yang lucunya,
ketika saya konfirmasi, pihak tersebut menjawab singkat, “oh ya, lupa mengabari
Ibu guru.” Wah..wah.. sayang sekali, begitukah akhir kegiatan yang
dipersiapkan tingkat kota ini diperlakukan oleh ‘pihak’ ini?! Pikir saya.
Saya konfirmasi lagi soal
muhasbah, acara terakhir yang juga akan dihandel oleh panitia. Jika tidak ada
kegiatan tersebut, dan jika disepakati, kegiatan penutup adalah materi tambahan
–yang penetapan adanya materi ini dalam rapat koordinasi juga secara sepihak-,
adalah penutup kegiatan, bagi saya, sih oke saja. Tidak masalah. Tapi, pihak
tersebut malah menekankan, agar menunggunya kembali ke TKP, ybs akan menghandel
langsung muhasabah. Bahkan, berpesan, jika pembimbing tidak bisa hadir, boleh
saja, silakan meninggalkan TKP.
Saya pribadi dan
teman-teman, tidak bermaksud curang, tak ada yang ingin meninggalkan TKP. Saya
lagi-lagi ingin buktikan kebenaran kata-kata itu dengan kerjanya. Siang itu,
usai shalat zuhur, saya langsung konfirmasi pada panitia. Bagaimana dengan
acara muhasabah. Masya Allah, jawabannya bertolak belakang lagi dengan
kata-katanya beberapa jam yang lalu. Muhasabah di-cancel!
Saya bukannya tak ingin
cepat menutup acara, tapi sungguh mengherankan. Ada apa ini? Kenapa tiba-tiba
di-cancel, dibatalkan. Dijawab dengan alasan singkat tak memuaskan, dari
hasil acara penutupan gabungan yang diikuti barusan di mesjid lain di kota.
Telusur punya telusur
(istilah baru, :D), rupanya ‘pihak’ saya tak senang dengan keputusan dan hasil
akhir penetapan yang terbaik. Aih... rupanya tak hanya saya yang kecewa dengan
‘pihak’ itu, ‘pihak’ saya itu rupanya juga memperoleh kekecewaan dari
kerja.kerja.kerja yang sudah beberapa
waktu ini disiapkan. Terbaik belum jatuh ke tangan. Bagi saya sih tak
masalah, toh siswa dan kegiatan sudah saya dan teman-teman lakukan secara
maksimal sejak awal, tanpa embel-embel harap apalah.
Maka jadilah, acara
tersebut ditutup dengan wajah lesu sebelah pihak, dan wajah semangat dan
seperti biasanya dari pihak saya, guru pembimbing dan siswa. :D
Kerja.kerja.kerja itu
disukai juga oleh sebagian kita, dengan kesalahan sedikit, yaitu terlalu
berharap pada ‘sesuatu’ yang bukan Tuhan. Pada nama yang tertulis dan disebut,
pada selembar penghargaan, pada jumlah nominal lembaran uang kertas, dan pada
apa saja, yang menghapus keikhlasan dari Kerja.Kerja.Kerja yang dilakukannya.
Saya bangga dengan 85%
guru pembimbing saya yang mengikuti perkenalan, acara penutupan dengan slide
foto, dan film singkat, yang dibuat mendadak oleh seorang guru. Saya bangga
dengan siswa yang menyampaikan target hafalannya setiap hari walau belum
sempurna. Saya bangga dengan siswa yang saya dan guru lain hukum, karena
kesalahan mereka.
Saya yakin, siswa-siswa
saya itu juga bangga dengan guru pembimbingnya yang 85% -yang bekerja maksimal
itu-. Mereka juga bangga dengan diri mereka sendiri. Sudah susah payah seminggu
ini, disuruh hafal ini itu, diajari terus-terusan baca al quran, ditanyai ini
itu, disuguhi materi ini itu, yang pasti saja melawan kantuk dan rasa bosan. Suatu
saat, mereka akan bangga pada diri mereka sendiri. Ketika tersadar, apapun
dapat dilakukan, dapat dicapai, jika kesungguhan, pengorbanan, kerja keras
menjadi satu sikap dasar diri mereka. Menjadikan Kerja.Kerja.Kerja motto
hari-hari belajar dan bekerja mereka.
Maka, Kerja.Kerja.Kerja
itu akan berbuah manis bagi siapa saja yang tulus dan ikhlas melakukannya. Bagi
yang menginginkan hasil maksimal, terbaik, itu saja. Tanpa berharap nama dan
predikat dan sebagainya. Itulah yang
akan merasakan nikmatnya motto Kerja.Kerja.Kerja tersebut, kesimpulan saya.
Faidza faraghta fanshab, wa ilaa rabbika
farghab!
(Al Quran Surat Asy Syarh : ayat 7-8)
“maka jika kamu telah selesai (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras
(untuk urusan yang lain), dan hanya kepada Tuhanmulah kamu berharap”
No comments:
Post a Comment