5.6.11

Petualangan (Kebohongan) Sang Ayah

Judul : Ayahku (bukan) Pembohong
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Gramedia, Jakarta
Th. Terbit : 2011, April
Hal : 304 hlm.


“Seratus tahun berlalu. Saat Ayah tiba di pintu gerbang Lembah mereka, setelah berjalan kaki terssaruk-saruk sehari-semalam melewati lereng-lereng terjal, Ali Khan –emir Lembah Bukhara sambil tertawa lebar mengulurkan tangan memeluk Ayah di depan rumah panggungnya yang penuh ukiran indah. Ia bertanya banyak hal tentang kabar dari dunia luar sana, bilang sudah lama sekali lembah mereka tidak didatangi tamu. Ali Khan menganggap ayah bagai sahabatlama, dan dia menghidangkan buah hebat itu, Dam. Ali Kahn menghidangkan sepiring apel emas itu. Ayah belum pernah, tepatnya Ayah tidak pernah membayangkan ada apel seindah itu. Warnanya mengilat, tekstur kulitnya mempesona, dan saat Ayah mengunyahnya, daging apel itu mencair di mulut, lezatnya tidak terkatakan.”

Sepenggal kisah yang diceritakan Ayah pada Dam Kecil. Kisah hebat sarat makna yang tak pernah dibagi Dam kecuali suatu kali, pada Tania, yang kemudian pada kehidupan Dam Dewasa menjadi ibu dari Zas dan Qon, anak Dam. Seorang ayah memiliki gaya berbeda dalam mendidik anaknya. Satu lagi karya Tere Liye berkisah tentang pola pendidikan karakter anak melalui cerita. Bahwa pendidikan itu upaya menemukan kearifan, membangun kehidupan dengan budi pekerti. Dam dan Ayah memiliki karakter yang berbeda.

Setelah kepergian ibunya, Dam tidak lagi mempercayai Ayahnya. Dam tidak menemukan persetujuan logikanya dengan cerita-cerita dari negeri antah berantah itu. Dam marah sebab Ayah tidak jujur dengan penyakit dan kematian Ibu. Bahkan Dam menjauhi serta membenci Ayah disebabkan gelar ‘pembohong’ yang dilekatkannya pada Ayah itu. Hingga Ayah menua ia biarkan Ayah hidup dalam pilihan kesederhanaannya. Ayah menjalaninya, sampai pada suatu kisah, Kisah Danau Para Sufi yang mengantar Ayah ke akhir petualangannya.

Tidak satu cerita yang tak diterima akal Dam. Bahkan Zas dan Qon, juga mencari kebenaran cerita itu di internet. Hasilnya nihil. Tak ada informasi. Kemarahan Dam pada sang Ayah terkait dengan kebenaran adanya kedekatan Ayah dengan Si Nomor Sepuluh, paman Sang Kapten, El Capitano. Juga pada kebenaran negeri indah Lembah Bukhara dan apel emasnya.

Tentang layang-layang suku penguasa angin. Cara hidup yang baik telah dipelajari lebih dulu oleh Suku Penguasa Angin. Penjajah datang. Mereka menanami candu yang dapat dilawan dengan badai garam. Mereka tidak memenangkan pertempuran melawan penjajah itu. Suku Penguasa Angin memenangkan perlawanan ketidak sabaran, menundukkan amarah dan kekerasan hati, bahkan sampai 200 tahun.

Tentang Si Raja Tidur, yang menguasai berbagai bidang keilmuan. Mana mungkin pula, orang sehebat itu lantas datang menemui ibu yang divonis sisa hidupnya oleh dokter. Si Raja Tidur yang sangat berperan dalam kehidupan Ayah. Tentang Akademi Gajah, tempat Dam menemukan kehidupannya. Dilepas Ibu keberangkatannya ke asrama. “Dam, Kau jangan pacaran,” jadilah pesan terakhir Ibu. Tempat ini juga Dam mengakhiri kepercayaannya pada Ayah.

Puncaknya, Dam disuguhi kisah terakhir Ayah. Tentang Danau Para Sufi yang dialami sendiri oleh Ayah. Menggali sumur sedalam mungkin. Setahun berlalu. Air masih keruh. Digali lagi, sampai bertahun-tahun Ayah bekerja keras, hingga menemukan mata air hingga ke dasar batu. Sumber jernih milik danau itu sendiri yang tak akan keruh meski diaduk. Waktu yangtidak sedikit bagi Ayah untuk sekedar menemukan hakikat kebahagiaan.

“Manusia akan merasakan kebahagiaan yang sejati, jika memiliki rasa yang dalam, hati yang lapang, yang tentu tidak mudah mencapainya. Diperlukan kerja keras, membangun benteng diri, menjauh dari dunia, melatih hati siang dan malam. Salah satu jalannya adalah dengan hidup sederhana.“ Alasan mengapa Ayah memilih hidup sederhana dengan Ibu, mantan artis cantik yang menemukan semangat hidup bersama Ayah.

Berbagai kejadian aneh di pemakaman menjadi jawaban tentang kebenaran cerita Ayah. Akhir petualangan kebohongan Ayah bagi seorang Dam. Ayah ternyata bukan Pembohong. Penulis bercerita mengait dua masa.


Alur maju mundur membuat pembaca antusias menikmatinya bab demi bab. Bagaimana Ayah bercerita, Dam serius mendengarkan, Zas dan Qon yang tidak kalah penasarannya. Menarik! ***

Peresensi : Miftahul Hidayati

No comments:

Post a Comment

Selendang Koto Gadang

Menyulam Pernah dengar Sulaman Koto Gadang?  Sulaman Koto Gadang, adalah sulaman spesifik Minangkabau yang berasal dari daerah K...