31.12.12

Belajar Lebih Hidup dari PAUD



Satu dua, tiga empat, lima enam, tujuh delapan.
Siapa rajin ke sekolah, cari ilmu, sampai dapat.
Sungguh senang, amat senang, bangun pagi-pagi, sungguh senang.

***
Lirik lagu bocah-bocah di PAUD ini sungguh SUPER sekali! Saya sangat tertarik untuk mengamati dunia anak-anak. Dunia polos, ceria, tak banyak ini itunya. Mereka melewati hari-hari dengan semangat yang rata-rata sama  tiap harinya. 

Jika pagi hari sudah menyanyikan lagu ini, apapun persoalan si bocah menjadi habis; tak ada ayah dan bunda, mainan dan makanan nanti bukan urusan, apalagi tugas dan pekerjaan, Nothing! Semua aman! :)
 

Kita memang tak perlu berandai-andai agar hidup selalu menyenangkan seperti mereka. Karena berandai-andai hanyalah melalaikan diri dan pikiran. Kita hanya perlu belajar dari mereka, bahwa semangat itu kita yang atur. Kita yang munculkan. Jika ingin bermalas-malasan, jadilah seorang yang tidurnya larut dan bangunnya menjelang siang. Malas seharian. Lemas pula.

Tapi, “Siapa rajin ke sekolah, cari ilmu, sampai dapat”, Itulah kuncinya. Ada rutinitas yang mesti dilewati, dengan tetap menyiapkan perubahan dan perbaikan dalam setiap kegiatan itu. Ibadah, terus diperbaiki. Sikap dan tutur mesti pula. Apalagi isi kepala. Ini yang wajib direparasi. Ada bagian-bagian memori kita yang biar saja kalau ia hilang, tapi ada yang mesti disimpan, untuk nanti bisa dipanggil kembali. 

Mengisi atau men-charge kepala/otak itu berpengaruh sekali untuk waktu setelah ini. Sejam lagi, besok, sebulan lagi, setahun lagi, dan se-se-seterusnya. Prinsip dan hal pokok itu memang bersumber dari kita. Dari bacaan yang kita baca. Dari diskusi, pembahasan, dan apapun yang kita dengar. Dari apapun itu yang kita konsumsi. 

Maka, jika kita ingin menjadikan diri pada target A untuk sepuluh tahun lagi, itu akan tergambar dari perilaku harian dari sekarang. Tergambar dari bacaan, kebiasaan, kecendrungan  kita hari ini. 

Montir hebat di sepuluh tahun mendatang itu, barangkali mereka yang hari ini hanyalah tamatan STM yang tidak bisa bekerja apa-apa selain reparasi motor. Tapi, itu dilakukannya kemudian secara terus menerus, belajar dan bersungguh-sungguh. Jadilah ia montir hebat, pemilik showroom dan pengusaha sukses di sepuluh tahun mendatang itu. 

Itu pulalah alasannya kenapa kita tak berhak menyepelekan siapa saja yang secara usia lebih kecil saat ini. Boleh jadi di waktu-waktu mendatang, ia jauh lebih hebat dari kita. Ia memiliki semangat, optimisme dan usaha untuk lebih baik. Sedang kita, terhenti di sini. Terdiam. Tersibukkan dengan RUTINITAS yang –sampai kapanpun- tak akan pernah habis. Kecuali langit yang menyelesaikannya.

Dan, apa yang salah jika kita belajar lebih HIDUP dari PAUD? :)
So, keep spirit guys!
Welcome 2013!
^_^

Catatan Akhir Tahun : Sebuah Pengantar


Hai. Selamat Malam. :)

Malam ini kita berharap ada sebuah (lebih) catatan. Sebutlah catatan akhir tahun. Bukan karena kita turut menyemarakkan tahun Masehi yang kontroversi ini, tapi sekedar menetapkan laporan itu memang terletak di akhir perjalanan/kegiatan. Maka untuk agenda harian, laporan itu barangkali berada di penghujung Desember. 

Aku, mungkin juga kalian, pasti memiliki segudang bahkan lebih cerita-cerita yang bisa dijadikan catatan sepanjang tahun 2012 lalu bukan? Bagi kita, semua yang menjadi catatan adalah hal yang perlu dan dianggap sedikit penting untuk diperhatikan, apakah nanti bisa disebut sebagai pelajaran/hikmah atau sekedar kenangan. 

Kita kadang memiliki begitu banyak kesempatan, tapi justru tak menjaga semangat perubahan dan perbaikan. Sebaliknya, begitu banyak orang-orang di luar sana, yang hanya menyimpan dan memeluk erat semangat perubahan itu, tapi mempertanyakan kenapa kesempatan tak mendekat.  Yang berbeda adalah kesungguhan dan keberuntungan kita. *eh?! *

Yang pasti, mari menyiapkan diri menjadi lebih baik, dan terus lebih baik. 
 
Well, thats all sebagai pengantar rangkaian catatan akhir tahun 2012 dariku. 

Ahlan,  2013!
*We just have to proud to be our self Girl!*

^_^
Nimia Satta_2012

My Word #5


“Titik.
Mungkin kita tak sempat berikan koma. Saat ini, untuknya. Boleh jadi nanti, besok lusa, bulan datang, atau tahun depan. Kau berikan penghapusnya. Aku hapus titik itu. Mengubahnya menjadi angka atau kata. Mungkin juga meneruskan titik itu, hingga ke deretan empat, lima dan seterusnya. Yang ku tau, kini dan nanti, aku akan menjagamu.”

24.12.12

Lilin




# Lalu apa? / Aku sudah terbiasa menjadi lilin/ Membakar diri untuk cahaya itu/Bukan aku tak ikhlas/ Tapi ini jelas perkara Tuhan/ Yang aku dan kau akan jalani.

## Adakah bantah pada ketetapanNya? Atau sesal sedang menggurat di lehermu?

# Kau tak paham membakar diri/ Aku teruskan? / ini senja belum lah kelam/ sedang kau harapkan aku di separoh malam/ kita, tengah tengadah/ Akan kuteruskan, di bayang-bayang itu, Sayang?

## Sudah berbilang senja dan purnama/ Pada siapa akan kujaga/ Jika bukan aku sendiri yang percaya/ Mari. Cinta, bukan lagi perkara dia.

# ini perkara dia.

## Bila dia bukanlah api/ satu, dua titik embun aku percikkan/ Ah, tapi dia bukan sekedar api/ Dia adalah gelora.
## Aku tersadar : Dia adalah perempuan nyata/ baginya surga dan dunia/ sedang bagimu lupa/ Baginya mata yang tak lagi berpandang/ telah membongkah rindu kepadamu/ pun berlumut lutut menantimu/ Sedang kau?/ Kau, (dulu) menjadi waktu yang membiar / akan aku terus harapkan cahaya lilinmu itu, meski ku tak tau, api itu telah menyatu pada lilinmu?

## Biar kutiup dulu lilinmu. Aku, mungkin juga dia percaya, ada mentari esok hari/ Kau simpan saja Api itu/ untuk lilinmu/ selalu. (*)

7.11.12

Jangan Jadi Guru Jika Mudah Jenuh



Pernahkah Anda merasa sangat bosan dan jenuh dengan pekerjaan?

Setiap manusia dibekali akal dan nafsu. Akal berguna untuk menuntunnya terus berpikir dan berpikir. Sedang nafsu dalam standar positif memacu akal untuk terus mencari, memenuhi rasa ingin tahu, dan terus seperti itu. Jika akal dan nafsu tidak berjalan seiring, di situlah munculnya bosan/jenuh.

Bosan terhadap pelajaran ataupun pekerjaan adalah hal yang wajar. Sebab bosan dan jenuh adalah bentuk respon dari ketidak seimbangan jalan kedua bekal manusia tadi. Jika akal berpikir tentang sesuatu, dan sudah menemukan jawaban, pengertian dan makna, maka akan muncul bosan. Jika nafsu tidak mampu mendorong akal untuk terus berpikir dan mencari tahu, di sana muncul kejenuhan.

Beberapa hari ini, penyakit inilah yang membuat saya begitu menderita. Saya bosan dengan semua aktifitas dan rutinitas pekerjaan. Meski ada berbagai factor pemicu, saya kira yang utama dari semua ini adalah mengeringnya rasa ingin tahu di dalam pikiran saya saat ini.

Sebagai seorang guru, mestinya hal itu tidak terjadi. Karena sejatinya guru ibarat mata air yang tak boleh kering. Dengan tugas mulia –medidik- itu, guru berkewajiban mentransfer tidak saja pengetahuan kepada siswa, tetapi juga membangun pola pikir, mengajak terus berpikir dan mengerti, tidak saja tentang cakupan kecil pelajarannya, melainkan lebih luas dalam kehidupannya.

Saya juga tahu, bahwa haram hukumnya bagi guru melalaikan tugas dan tanggung jawab mengajarnya. Haram bagi dirinya untuk meninggalkan anak-anak antusias itu tanpa bimbingannya.

Dan, klimaks kejenuhan saya itu agaknya adalah hari ini. Hari ini saya putuskan untuk meninggalkan semuanya. Saya tak datang ke sekolah. Mencoba mencari kerinduan pada profesi mulia itu. Sekedar ingin tahu, bagaimana rasanya jika tanggung jawab tidak ditunaikan. Bagaimana jadinya hati dan pikiran jika anak-anak diabaikan.

Barangkali hal seperti ini tidak hanya terjadi pada diri saya sendiri. Saya yakin, -sungguh-, ada sekian guru lain yang juga sedang merasakan kegalauan seperti ini. Apa sebetulnya  yang bermasalah? Rasa tanggung jawab guru yang menurunkah? Atau kontrol dan kebijakan yang melonggar? Beban yang terlalu memberatkan?

Jika didasarkan pada PERATURAN BERSAMA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN JABATAN FUNGSIONAL GURU DAN ANGKA KREDITNYA maka guru didefinisikan sebagai berikut:

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Dari pengertian ini, dapat diklasifikasikan tugas guru menjadi (1) mendidik, (2) mengajar, (3) membimbing, (4) mengarahkan, (5) melatih, (6) menilai dan (7) mengevaluasi. Masing-masing kegiatan itu mesti dijalankan sepenuhnya oleh guru.
Selain itu, Permenpan ini juga mengatur tentang beban kerja guru;
Beban kerja Guru untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, dan/atau melatih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.

Perlu digarisbawahi, bahwa jam tatap muka guru paling sedikit adalah 24 jam, dan paling banyak adalah 40 jam. Di sekolah-sekolah negeri, proses belajar mengajar rata-rata berlangsung sebanyak 8 jam per harinya. Maka sesuai dengan peraturan tersebut, setidaknya guru mesti mengadakan tatap muka sebanyak tiga hari non-stop. Ini baru untuk tugas mengajar dan mendidik.

Guru juga diamanahkan menjadi seorang pembimbing. Kegiatan bimbingan ini, tidak mutlak dilakukan di sekolah. Kemajuan teknologi dan informasi telah memudahkan komunikasi guru dengan peserta didik. Bisa dengan tugas mandiri, tugas tidak terstruktur yang diberikan, dan ditindak lanjuti dengan komunikasi via email, atau sarana online lainnya.

Proses bimbingan terhadap mata pelajaran yang diasuh, jelas menjadi bagian tugas pokok dan fungsi guru.  Juga bukan diragukan lagi, membimbing mental peserta didik adalah bagian tugas guru. Mengarahkan siswa kepada kecendrungan dan gaya belajarnya.

Proses belajar mengajar agar berjalan maksimal tentu harus disiapkan dengan baik. Perangkat mengajar ibarat cangkul para petani. Sekolah kiranya perlu memudahkan urusan ini untuk guru.

Bagi mata pelajaran tertentu, diperlukan bahan ajar yang disusun oleh guru melalui melalui kegiatan MGMP. Modul perlu disiapkan. Soal serta analisis validitasnya. Bagaimana bentuk evaluasi yang akan dilakukan, dan lain sebagainya.

Ada lagi tugas lainnya, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Penilaian tertulis tentang kemampuan kognitif siswa, afektif, maupun psikomotorik harus disertakan.

Analisis-analisis, yang semua itu, hendaknya tidak sekedar dibuat bukan? Tujuan umumnya analisis dilakukan adalah agar guru dapat mengetahui segala kelemahannya dalam mengajar, lalu memperbaiki, mengantisipasi agar tak terulang, menganalisa lagi, memperbaiki lagi. Demikian seterusnya agar dicapai pendidikan yang terbarukan. 

Belum lagi dengan segala urusan administrasi sekolah lainnya. Sekolah mau unggul di suatu bidang, tak lain kepanitiaannya adalah guru. Kegiatan-kegiatan ekstra yang disiapkan untuk memunculkan dan mengarahkan bakat dan minat anak, juga menjadi area amanah guru. Lomba, olimpiade, dan pertandingan untuk mengharumkan nama sekolah, jelas juga di bawah bimbingan guru. Ini semua bukankah di luar yang 24 jam tadi?

Apapun pekerjaan supaya menjadi tak jenuh, memang atas kesenangan. Saya tak banyak melihat guru yang tidak senang/menyesal menjadi guru karena harus berlarut-larut mengecek tugas dan latihan siswa. Memeriksa evaluasi berupa ulangan harian, ujian blok, ulangan  tengah semester, dan ujian semester siswanya.  Semua tetap dilaksanakan.

Memang tidak mungkin peraturan -24 s/d 40 jam- ini dibuat tanpa pertimbangan. Hanya saja, mungkin pertimbangan pembuat kebijakan tidak sesuai dengan harapan para pelaksana di sekolah. Kita belum tahu, kurikulum baru yang sedang disiapkan itu apakah peduli pada guru atau tidak.

Berprofesi sebagai guru nyatanya memang harus karena panggilan hati. Sungguh memprihatinkan sekali jika siswa yang ingin tahu, tidak mendapatkan apa yang diinginkannya dari guru. Siswa tidak beroleh bimbingan yang maksimal, nilai yang pantas, evaluasi yang benar dari gurunya. Lebih memprihatinkan lagi, jika guru jenuh lalu tak bersemangat mengajar.

Jika gampang jenuh, lebih baik tak usah menjadi guru.  Atau kita perlu sedikit berdiplomasi dengan pertanyaan; pantaskah kiranya guru kemudian jenuh? Jawaban sementara hanya: JANGAN JADI GURU JIKA MUDAH JENUH!



Selendang Koto Gadang

Menyulam Pernah dengar Sulaman Koto Gadang?  Sulaman Koto Gadang, adalah sulaman spesifik Minangkabau yang berasal dari daerah K...