22.8.19

Selendang Koto Gadang

Menyulam


Pernah dengar Sulaman Koto Gadang? 
Sulaman Koto Gadang, adalah sulaman spesifik Minangkabau yang berasal dari daerah Koto Gadang, IV Koto, Kabupaten Agam. Salah satu 'rumah produksi' sulaman itu zaman dahulu,  adalah di Kerajinan Amai Setia,  Koto Gadang. 

Di tulisan lain dalam blog ini pernah dibahas juga tentang Kerajinan Amai Setia yang didirikan oleh Rohana Koeddoes tahun 1911 lalu. Sepintas kita ulas lagi, di pusat Kerajinan Amai Setia itu, Rohana mengajarkan bermacam-macam keterampilan rumah tangga untuk perempuan. Lewat kawannya, hasil kerajinan hasil pelatihan keterampilan itu kemudian dipasarkan sampai kepada petinggi Belanda. Bahkan dikirim sampai ke Eropa. Maka terkenallah sulaman koto gadang,  hingga hari ini. 

Selendang Koto Gadang disulam dengan jenis sulam Suji Caia dan Kapalo Samek. Dengan ciri khas warna yang mencolok, bunga besar dan disulam dengan benang emas selendang ini tentu ada pasarnya. Harga sesuai dengan kerumitan dan keaslian sulaman itu. Semakin rumit dan detil sulaman, semakin tinggi harga. Tapi yang namanya produk budaya yang khas, betapapun mahalnya, ada selalu kolektor/penyukanya. 

Saya pribadi bukanlah penyuka hal-hal yang begitu tradisi. Karena kadang prinsipnya, yang lebih simpel, lebih mudah, lebih praktis lebih disukai. Namun ternyata, pada kondisi-kondisi tertentu kita wajib tahu dan mengerti atau bahkan mencoba hal-hal yang bersifat tradisi itu,  meskipun sedikit rumit atau unik. Bukan untuk tetap menjadi tradisional, namun siapa lagi yang akan melestarikan tradisi budaya kita kan. 

Jadilah, dalam suatu kegiatan, untuk pertama kalinya saya mengenakan Salendang Koto Gadang. Pasangannya untuk salendang yang dijadikan 'raok' itu, ya busana yang tepat mewakili budaya Minang, yakni Baju Kuruang atau Baju Basiba.



Katanya, kita akan bertemu hal-hal yang sedang berada dalam pikiran. Tiba-tiba saya bertemu ibu-ibu Bundo Kanduang yang sedang menyulam Selendang Koto Gadang. Indah tampaknya pemandangan itu. 

Di saat, hari-hari ini ibu-ibu yang duduk di halaman rumah, atau mengisi waktu santai dengan gadget, pemandangan ibu yang sedang menyulam ini menjadi unik. Padahal, sekian tahun lalu, menyulamlah tradisi para perempuan dalam mengisi waktu. Haha. Lama-lama saya kembali ke masa-masa foto yang hanya berwarna hitam-putih. 



Setelah bercerita dengan si ibu, ternyata ini bukanlah 'sulaman utuh' suji caia. Sulaman yang ada di foto itu, adalah versi kekinian yang dibantu sulam oleh mesin bordir komputer. Selanjutnya bunga-bunga bordirnya diperkuat dengan benang emas. Bagian pinggir selendang juga disulam dengan benang emas. Sekilas memang tampak mirip,  tapi jelas berbeda. 

Di satu sisi, teknologi memang memudahkan segalanya kan ya. Tapi di sisi lain, orisinalitas produk budaya dapat berkurang disebabkan penggunaan teknologi. hallaah. teori.   :D


11.3.19

Perempuan Pilih Caleg Perempuan



Mendekati masa-masa pilleg dan pilpres, kita disuguhi berbagai baliho, spanduk dengan foto dan data nama caleg dan capres. Ada banyak caleg yang foto dan nama dirinya terpampang di pinggir-pinggir jalan, di depan toko, di pasar dan dimana saja. Bahkan pada dinding tebing yang nun jauh di atas bukit. Butuh kacamata, eh kaca pembesar untuk membaca namanya. Yang menarik dari berbagai caleg bagi saya, adalah para caleg perempuan. 
Apa yang menarik? Setiap nama itu saya coba ingat-ingat lalu mencari tahu –dengan kehidupannya. Tidak hanya kehidupan karier, namun juga kehidupan keluarga. Lho, apa pentingnya? Jelas penting. Selama yang menjadi caleg itu berkerudung, saya memang selalu mementingkan kehidupan pribadi mereka untuk dikenali. Bukan untuk hal sumber infotainment, melainkan sebagai patokan: adakah ini seorang perempuan yang inspiratif?
Perempuan inspiratif sudah seringkali dibahas di media. Ada banyak tokoh perempuan inpiratif dengan berbagai bidang inspirasi kerja dan kebaikan yang mereka tanam. Lembaga pemerhati perempuan juga banyak yang melakukan seleksi atau semacam kompetisi untuk menjaring nama-nama perempuan inspiratif itu. Kementrian pemberdayaan perempuan sendiri, secara resmi juga menjaring perempuan inspiratif dari berbagai daerah. Hasilnya ya, tentu saja sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh pihak penyelenggara. Dan saya, punya standar sendiri tentang perempuan inspiratif itu.
Seorang perempuan dapat dikatakan inpspiratif ketika berbuat kebaikan terhadap masyarakat banyak, menjadi teladan kehidupannya baik secara pribadi maupun karier/pekerjaan. Dalam Islam, dua hal ini dikenal dengan dua sektor yang perlu diperhatikan oleh seorang perempuan. Yaitu, sektor domestik dan sektor publik. Sektor domestik adalah kehidupan khusus yang dijalani seorang perempuan yang menyebabkan dirinya hidup di rumahnya, di antara anggota keluarga yang lainnya. Sementara sektor publik adalah ketika perempuan menjalani kehidupan umum, yang memungkinkan dirinya hidup di anatar sejumlah individu dalam masyarakat, baik taraf kampung, kota atau negara.
  Sektor domestik memiliki institusi yang disebut dengan keluarga. Di sini bermula peran yang beragam; sebagai hamba Allah, sebagai anak/istri/ibu. Dalam kehidupan domestik ini, kehidupan laki-laki dan perempuan terdapat pola kemitraan dimana kewajiban masing-masingnya menunjukkan prioritas keberadaan. Laki-laki dengan kewajiban menafkahi keluarga memungkinkan keberadaannya lebih banyak di sektor publik (Q.S. Al-Baqarah:23, An-Nisaa: 3). Sementara perempuan –khususnya istri- adalah mengurus rumah tangga dan mendidik anak-anaknya yang memungkinkan dirinya lebih banyak berada di sektor domestik (Q.S. Al-Baqarah: 233, Ar-Ruum: 21)
Maka caleg yang menginspirasi itu, bagi saya adalah yang sudah membereskan urusan domestiknya. Jika dia adalah seorang Ibu, yang sudah membesarkan anak-anaknya. Bagaimana anak-anak mereka itu tumbuh dan menjadi dewasa? Jika menjadi istri, bagaimana mereka membagi tugas kemitraan dengan para suami mereka dalam mengelola institusi keluarganya. Jika dia adalah perempuan kepala keluarga/ single parent,  maka baginya kewajiban yang utama adalah dalam keluarganya. Oke, ini semua bukan fatwa. Ini adalah kesimpulan saya sebagai pemerhati dan penyuka bahasan pendidikan, perempuan dan anak.
Jika sudah tuntas urusan domestiknya, barulah memasuki ranah publik. Dalam hal ini, perempuan juga termasuk yang menerima seruan Allah untuk ber-amar makruf nahi mungkar, diizinkan melakukan jual beli, muamalah lainnya, dan bekerja di luar rumah dalam rangka pembangunan masyarakat. Perkara ini, jelas tak ada urusannya dengan kesenjangan gender. Hanya saja aturan yang diberikan adalah bagaimana bisa memposisikan diri sebaik mungkin dalam urusan yang melibatkan interaksi laki-laki dan perempuan.
Islam memandang perempuan sebagai bagian dari masyarakat untuk mewujudkan kesadaran politik. Perempuan yang berpotensi untuk itu, perlu mewakili kaumnya untuk hal-hal yang pro terhadap perempuan. Langkah yang dapat ditempuh bisa saja dengan bergabung dengan partai yang sama visi dengan kehidupannya.
Ketika ia menerima amanah dalam bidang publik/politik, penting bagi mereka untuk menyuarakan dan mewujudkan kebijakan-kebijakan yang ramah perempuan-ramah anak. Jadi, wahai para perempuan, pilihlah caleg perempuan yang inspiratif yang sudah membereskan urusan domestiknya. Perempuan dengan sesamanya tentu akan lebih saling memahami.



Selendang Koto Gadang

Menyulam Pernah dengar Sulaman Koto Gadang?  Sulaman Koto Gadang, adalah sulaman spesifik Minangkabau yang berasal dari daerah K...