30.3.12

Berbingkai Jendela


Foto asik dari jendela cottage
Lokasi : Pilubang Resort Syariah Payakumbuh, Sumatera Barat,
kamera : Lumix
Maret 2012

25.3.12

WC Umum


Ketika jalan-jalan di Kota Wisata Tambang, Sawahlunto, Saya dan Ade ketemu WC (red; wc=water closet. nah kalo yang di sungai, di danau, di kolah, bukan water closet dunk ya.. :D ) yak, WC umum yang bersiihh..
Kayak anak kampung baru ke kota gitu, kami serempak, "INI WC ya?! Kirainn..." :D
WC ini terletak di dekat taman kota. Lebih deat lagi dengan sebuah sekolah dasar. Ya, tepatlah posisinya untuk kebutuhan masyarakat kota.




Trus apa masalahnya kalau ada WC di tengah kota?? :D
Gini loh..WC-nya emang di tengah kota, tapi gak bau pesing. Sebelumnya tak teridentifikasi kalau bangunan kotak kecil ini adalah WC umum. Pertama bangunannya lumayan baru. Kedua, Bersih. Ketiga, hidung saya gak ngerasa lagi di wc tuh ya.. :D ga kayak di wc umum lainnya di kampung kami... *jiahhhh.. :D



Satu lagi, wc ini gak ada yang jagain. Cuma di luarnya tertulis Rp 1000,- trus ada bangku kosong. :D
Teladan bangett gak sih?! Ya kan??

Saya sih emang masyarakat umum banget,,suka memakai fasilitas umum. Jadi yah, ngerasa asik aja kalau semua masyarakat umum punya kesaddaran menjaga afasilitas bersama ini. En lagi, pemeritah juga menyuport untuk meng-ADA-kan fasilitas Asik tersebut. Tul gak? :D


18.3.12

Surat Pernyataan

Pernahkah Anda merasa tak nyaman dengan surat pernyataan yang mesti ditanda tangani?

Yap. Kadang kita perlu ikhlas dengan segala pekerjaan, (selagi HALAL), meskipun dengan berat hati menandatangani sebuah surat pernyataan yang (mungkin saja) tak mau/mudah dipenuhi.

Dua hari yang lalu saya menerima seberkas surat, tapi baru dibuka usai shalat maghrib tadi. Karena saya pikir, baru besok akan digunakan. Ada delapan lembarannya. Satu diantaranya pemberitahuan sebuah pekerjaan yang diamanahkan kepada saya. Satu lembar lainnya, berisi pernyataan. Nah, di sinilah yang jadi persoalan bagi saya. Rasanya, saya berada di anak tangga ketiga. Memandang ke atas masih 3 anak tangga lagi. Sedang menengok ke bawah, gamang pula rasanya.

Dalam surat pernyataan itu disebutkan:
....
bahwa saya:
1. menyadari hakekat dan kerahasiaan  ... (bla.bla.bla) sebagai tugas ....(bla.bla.bla) yang pelaksanaannya diserahkan kepada saya
2. akan memegang teguh kerahasiaan tersebut
3. tidak akan memberitahukan /menyampaikan atau membocorkan kepada siapapun segala sesuatu yang telah saya ketahui dan saya kerjakan dalam melaksanakan tugas, dengan cara apapun, baik langsung maupun tidak langsung. 
.....

Bagian tertentu yang saya garis bawahi, mungkin menarik untuk dibahas. Ya. Saia gamang sebetulnya untuk amanah ini. Sejak awal, saya tak hendak berbaur dengan urusan macam ini. Tapi takdir mengantarkan, bagaimana hendak menolak.

Siapa pula yang hendak menghancurkan segala sesuatu denga membocorkan. Saya pun tak berminat melakukannya. Seperti sebuah ujaran dalam al quran, "in uriidu ilal ishlah, mas tatha'tu" "saya hanya ingin (melakukan) kebaikan, tapi saya tak bisa/mampu". Ini seperti lingkaran setan. Semua bergaung mau membenahi. Tapi entahlah, saya tak yakin sampai ke denyut nadi mereka semua itu benar. Atau hanya pada posisi mereka sekarang itu, gaung mereka kuat-kuatkan. Biasalah, politik!

Bagaimana jika mereka di posisi lain. Posisi jelata. Jantung kencang, cemas dan harap yang tinggi. Apapun bisa jadi halal, jika tak benar menanam prinsip pada generasi-generasi binaan mereka. Bisa saja para politikus atas itu menetapkan. Lalu, karena takut tak tercapai target, bawahan satu anak tangganya, mengintervensi. Lalu mengintervensi lagi. Begitulah seterusnya. Hingga ke "surat pernyataan" yang mesti saya dan banyak orang lain tanda tangani ini. Hallaahh!

Itulah kenapa, bagi saya, jika hendak menghilangkan gatal, bukan obat gatalnya yang diperbanyak, tapi pohon-pohon berulat itu yang mesti ditebang. Tanam lagi pohon baru. Ya, jelas. Perlu kesabaran. Tapi saya tetap yakinkan diri, selagi bukan Tuhan yang benci, apa pula yang dicemaskan. "in lam yakun bika ghadab alayya, falaa ubaali.." -saya tak peduli-.

Apalagi yang bisa diperbuat oleh manusia-manusia sok idealis itu? Mau ia tinggalkan danau gara-gara keruh di tepian? Mau dihadang air gadang, sedang ia tak punya kapal seperti Nuh? Ah, jangankan kapal, sampan bocor pun ia tak punya.

Sudahlah.  Tak ada guna! Semoga kita bisa belajar dari tetangga -negara lain-. Tak ada yang membiarkan pohon berulat itu tumbuh bertahun-tahun. Suatu masa saya yang akan menebangnya. Tentunya, bersama orang-orang yang juga ingin menebang, dengan tenaga dan alat yang canggih, dengan ganti pohon / bibit yang bersih, demi buah terbaik dan bebas gatal / wabah pada sekitar.

Saya akhirnya,,,menanda tangani surat pernyataan itu.. -_-



14.3.12

Soal Kecuali PAI


Catatan Pengawas UAS.. :)

Ketika kuliah  dulu, dosen mata pelajaran Telaah kurikulum  saya pernah bilang, dalam membuat soal pilihan ganda/objektif, kurangi penggunaan pilihan ‘tidak’ atau kecuali. 

Kenapa? Karena menguji validitas soal, ternyata anak/peserta ujian banyak yang terjebak di soal pengecualian tersebut. Memang untuk mata pelajaran yang sifatnya teoritis, bisa dijadikan bahan untuk mengukur kemampuan analisis siswa. Tapi, tentu jumlahnya tak bisa banyak. 

Dalam buku Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Suharsimi Arikunto; 2008) disebutkan, untuk menuliskan soal-soal tes,  ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
Bahasa soal harus sederhana
Satu soal tidak boleh mengandung penafsiran ganda atau membingungkan
Cara memenggal kalimat atau meletakkan   / menata kata-kata perlu diperhatikan agar tidak ditafsirkan salah.
Bahasa soal harus sederhana inilah yang saya maksud. Untuk 40 butir soal objektif, yang menurut teorinya satu soal dapat diselesaikan dalam waktu ½ sd 1 menit oleh siswa. Waktu yang dialokasikan 90 menit. 

Ditambah dengan 5 butir soal essay. Saya kira, dengan kondisi seperti itu, soal analisa yang ada tidak / pengecualian sejumah 13 butir itu sudah berat. Menurut saya, ini sulit bagi siswa. 

Tapi, entahlah. Saya hanya pemain baru. :)
Mari kita lihat hasil UAS mata pelajaran ini nanti. Kalau perlu ditulis lagi analisis dan bentuk evaluasi soalnya. Saya akan lengkapi referensi bacaan pula terkait hal menarik yang jarang menjadi perhatian guru.

Sekeping Cerita Bersama IMM





Selamat Milad ke 48 untuk Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah..
Semoga Jaya selalu!!

###
Saya ingin berbagi cerita tentang saya dan IMM, meski hanya sekeping. Bukan sok eksis, apalagi narsis. Hanya ingin berbagi saja. 

Saya memasuki  organisasi anak Muhammadiyah ini pada tahun 2008. Atas saran seorang senior MAPK dulu, saya tertarik untuk ikut Latihan dasar organisasi yang di IMM disebut dengan Darul Arqom Dasar. DAD ini sangat berkesan bagi saya. BUkan karena kemudian saya menjadi peserta terbaik, tapi karena momen DAD ini berdekatan denga hari pendidikan nasional. Jadilah, di akhir pelatihan, kami diikutsertakan beraksi layaknya aktifis kampus/mahasiswa lainnya. Berorasi, membagikan bunga tanda peduli hari pendidikan, membagikan stiker, dan aksi lainnya. Itulah pertama kali saya merasa sebagai aktifis mahasiswa. 

Di penghujung tahun 2009, saya dan tiga orang kawan lainnya, berangkat dari Padang menuju Medan, untuk mengikuti Pelatihan tingkat lanjut di IMM, yang disebut Darul Arqom Madya. (DAM). Sudah lama saya menanti waktu ini. Dua bulan sebelumnya, saya dilibatkan menjadi panitia pelaksana DAM yang diadakan DPD IMM Sumbar. Dari segi materi dan metode pelatihan, jelas berbeda dengan DAD. Ini mulai mengasah analisa, mengangkat isu-isu politik bangsa dan persyarikatan. Pesertanya pun bukan lagi dari tingkat local, tapi mulai regional. Artinya, boleh peserta DAM Sumbar berasal dari IMM seluruh Indonesia.

Peserta DAM Medan saat itu tak kalah hebat-hebatnya.  Di akhir kegiatan kami diajak membahas isu local, langsung audiensi dengan DPRD Medan, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara, temu ramah dengan rector Universitas Sumatera Utara, dan lain-lain. Saya dan kawan-kawan pulang ke Padang membawa tekad besar dan energy positif untuk perbaikan IMM  ke depan. Sayang, entah tersandung apa, tekad itu tak sempurna terlaksana. Barangkali sandungan kecil skala prioritas saja. Karena hidup adalah ketetapan, sedang langkahnya adalah pilihan. 

Mestinya setelah mengikuti DAM, untuk karir di organisasi dilanjutkan dengan Darul Arqam Paripurna (DAP). Sayang, saya tak sempat mengikuti DAP.

Kepanitiaan

Pertama kali dilibatkan sebagai panitia dalam kegiatan IMM, saya dipercaya menjadi pembawa acara/ MC. Sebelumnya sempat ditawari menjadi pemimpin lagu Indonesia Raya, namun saya menolak. Entah karena kebiasaan dan ‘sesuatu’ yang ditanamkan ustad saya ketika di asrama dulu, untuk tidak menari di depan umum. Dan saya beranggapan, memimpin lagu tak ubahnya menari. Ah, entahlah. Sedang membawakan acara, tak ada mudaratnya, saya pikir. Maka seterusnya, saya lebih memilih ‘pekerjaan’ ini. 

Tahun 2008, Immawati Sumbar mengadakan acara Temu Ramah IMMawati se sumbar di mesjid Taqwa Muhammadiyah Padang. Saya dipercaya sebagai sekretaris. Saya menyukai pekerjaan kesekretariatan. Karena sebelumnya, saya diikutsertakan sebagai peserta Pelatihan Arsip dan Keprotokoleran yang diadakan DPD IMM Sumbar. Saya menyukai bagian dokumentasi dan administrasi ini. 

Meskipun tak lama, saya juga sempat bergabung dengan kawan-kawan Pimpinan Cabang IMM Kota Padang. Saat itu diketuai oleh Immawan Meki Novendra.  Ketika di cabang inilah saya melihat aliran warna politik yang membaur ke tubuh organisasi. Entah apa tepatnya, bagaimana seharusnya, saat itu saya hanya mengamati. Mungkin karena kecendrungan saya lebih pada dunia pendidikan, bukan perpolitikan, semua ‘pengkaderan personal’ itu seperti tak termakan kaji  oleh saya. 

Terakhir, di DPD IMM saya dilibatkan dalam kepengurusan, menjadi Kabid Media dan Pengembangan Teknologi dengan ketua Immawan Dicky Elnanda. Sebelumnya saya tak mengerti bidang baru IMM ini. Bagaimana target dan tujuannya. Yang tergambar dalam pikiran saya saat itu adalah, bidang ini harus membuat sebuah/lebih media informasi, online dan cetak, dengan tujuan kelancaran penyebaran dan komunikasi antar dan intra IMM. Juga menjadi pemberitahuan kegiatan dan eksistensi IMM kepada ‘dunia luar’. 

Belum rampung perencanaan dan pelaksanaan target saya di bidang ini, saya mesti bertugas di Padang Panjang. Dan atas kesepakatan, jika anggota / pengurus lulus PNS, dianggap tidak bisa eksis dan berperan dalam kepengurusan secara aktif. Tanpa pengunduran diri, saya diundurkan, secara formal.

***

Begitulah. Hanya dua tahun kebersamaan saya dan IMM, 2008 s/d 2010. Namun, tak dapat dipungkiri, kita memang belajar dari proses. Apa yang saya dapatkan hari ini, juga atas peran dan pengaruh organisasi persyarikatan ini. Saya hanya menjalani alur, menikmati menjadi pemain dan memaknai setiap peran.

Terima kasih untuk IMM Sumbar. Terima kasih kepada senior-senior hebat. Dan kita memang lebih baik hidup dalam dinamika dan gejolak positif, bukan? Karena ikan yang hidup di air deras pasti lebih lincah dan kuat dibanding ikan kolam yang airnya tenang. 

Selamat Milad ke 48 IMM..
Jaya IMM Jaya!!
Fastabiqul Khairat!
Keep Spirit dan Istiqamah!

 

13.3.12

Antara #Kau dan #Aku




#Kau : Sudah kau semai serbuk itu? 

#Aku : Ya.

#Kau : Dan bunga tak kan tumbuh dalam sehari, Kawan. Bersabarlah. Penantian dan proses yang mesti kau lalui itu akan indah pada akhirnya. Percayalah

#Aku : Angin telah mengusiknya. Menerbangkan  serbuk lemah itu, berhamburan. Entah, masih tersisa.

#Kau : Lahanmu tanah hitam kesabaran. Padanya terkandung cinta yang menyuburkan. Di sisinya mengalir air dari telaga ketulusan. Hingga suatu masa, kau akan terkejut dengan segala yang tak pernah kau sangka. Ikhlaslah.

#Aku : Bagaimanalah aku percaya kata-katamu.

#Kau : Aku hanya ingin menjadikan segalanya baik. Jika kau sudah tak menginginkan bunga itu nanti, biarkan saja ia tumbuh. Biarkan mekar. Lalu tinggalkan. Ia akan hidup di tempatnya, bukan di kehidupanmu. Mudah bukan? 

#Aku : Biarkan ia mati.

#Kau : Sekali jangan kau sengajakan ia mati. Karena suatu ketika, kau akan bahagia memandangi bunga itu mekar, mesti kau tak sempat memetiknya. Itulah kebahagiaan. 

#Aku : Jenis apa hatimu terbuat, Puan?

#Kau : Bukan jenis hati kita yang berbeda. Kebijakan itu buah kehidupan, yang masing-masing kita berbeda menikamati dan memaknainya. 


Si Nenek Guru



Suatu kali dalam perjalanan pulang, saya duduk berdekatan dengan seorang nenek di angkutan kota. Si nenek usai belanja kelapa.  Mungkin ada hajatan. Di Minang, tak biasanya orang membeli kelapa sekitar 20 butir kalau bukan akan marandang (memasak rendang). Itu asumsi saya. Nah, sekarang kita tidak membahas rendangnya, tapi mengomentari si nenek. 

Si nenek menurut perkiraan saya telah berusia di atas 60 tahun.  Nenek ini terlihat sehat. Tubuhnya tidak terlalu kurus. Tangan pun tak teralu keriput. Kulit terangnya terlihat bersih. Ia duduk tegak, tak membungkuk –layaknya nenek-nenek-. tersenyum, damailah hati memandang nenek ini.

 Memakai baju kurung (khas minang) bermotif bunga warna kuning-hijau. Ditambah kerudung yang hijaunya selaras dengan warna baju, membuat ia terlihat tetap segar.

“Ananda turun dimana?” ujarnya pada seorang ibu gemuk yang duduk di sampingnya. Terlihat giginya yang ompong baru di bagian taring. Sedang gigi depannya atas bawah masih terlihat lengkap. Saya tak tahu gerahamnya apa masih ada atau tidak. Terawat sekali tubuh nenek ini, pikir saya.
 
“Di Simpang Baringin Mak” ujar si ibu gemuk.

Saya pikir-pikir tak pantas sekali rasanya nenek ini dipanggil Mak. Mungkin lebih pasnya beliau disapa “Bu”. Ya, Bu lebih tepat.  Si nenek ini pastilah dulunya GURU.  Ia bertutur bijak layaknya guru. Berjalan tenang dan berwibawa. Ramah dan murah senyum. Menyenangkan sekali.

Hidupnya mungkin bahagia, sehingga ia tetap sehat lahir dan batin. Di usia lebih 60 tahun, ia tetap segar dan kuat. Salut.

Tentu saja seorang guru hidupnya bahagia. Anak orang lain yang dididik dan diajarnya. Mengajar berbagai kepandaian dan ilmu. Mendidik berbagai sopan santun dan tingkah laku. Berharap dan berdoa agar ‘anak – anak orang lain’ itu kelak menjadi ‘orang’. Jika benar sebagian anak didiknya sukses, di situlah bahagianya tak terkira.  Tak berharap dibalas jasanya. Jika bersua di suatu masa, disapa saja, sudahlah lebih berharganya ia. 

Pikiran saya lalu mencari-cari sosok guru saya hari ini yang serupa dengan Si Nenek Guru. Susah, belum sampai hitungan di lima jari, sudah banyak pula cacat dan kurangnya criteria ideal Sang Guru. Ah, ini baru melihat si Nenek Guru, bagaimanalah Oemar Bakri ya? Salam dan doa saya kepada guru-guru dimana pun berada… :)


9.3.12

Sesuatu: Istri Polisi



Saya langsung tertarik melihat tulisan di spanduk ini. Hebat pula rasanya. Tak banyak yang berani mengungkapkan dirinya akan berperan hebat untuk orang lain. Dan, istri-istri polisi Kota Sawahlunto ini dengan tegas dan berani, memampangkan kesiapan menjadi pengawal SUAMI ANTI KORUPSI di tengah-tengah kota Sawahlunto.

Saluttt... :))

Selendang Koto Gadang

Menyulam Pernah dengar Sulaman Koto Gadang?  Sulaman Koto Gadang, adalah sulaman spesifik Minangkabau yang berasal dari daerah K...