Dalam perjalanan pulang suatu sore, saya
menyimak pembicaraan sopir angkot dengan seorang ibu dan ‘pak haji’ yang duduk
di dekatnya. Selintas saya mendengar pembicaraan itu kian meluas. Mulai dari
kriteria calon presiden yang merakyat, harga sayur dan cabai di pasar,
kemiskinan sopir angkot tersebab murahnya kredit motor, padahal tingkat
kecelakaan sudahlah meningkat, dan sebagainya. Saya tak mendengar cerita itu
secara serius.
Namun satu tema kemudian menjadi
menarik. Katanya, dalam kehidupan ini kita akan menjalani tiga masa. Dalam
bahasa Minangnya masa itu adalah; partamo, maso Ayam Jantan. Kaduo, maso
Kusia Bendi, dan katigo maso baruak tuo.
Katanya lagi, Maso Ayam
Jantan itu, Dima batenggek sinan bakukuak. Inilah masa-masa Anak Muda.
Kehidupannya butuh eksistensi. Di mana pun ia berada ia perlu pengakuan
sekitar. Inilah aku! Maka mereka yang dalam masa ini, menuntut dirinya mencari
dan mencari, mengejar apa yang diinginkan, tak merasa cukup dan puas. Memiliki
obsesi yang tinggi terhadap sesuatu. Tak cukup sabar menerima keadaan yang
bukan sesuai dengan keinginannya yang ideal.
Maso kedua disebut maso kusia
bendi. Pada masa ini, anak muda itu mulai berpikir dewasa. Menetapkan pilihan,
dan menyiapkan diri dengan segala konsekuensi. Bila lelaki bujang, ia telah
berkehendak menikah dan siap menjadi suami dan bapak. Bila seorang perempuan,
ia menerima konsekuensi siap menjadi istri dan ibu dengan segala tanggung
jawabnya.
Dan maso baruak tuo, dianggap
sebagai masa-masa lansia. Bah, bagian ketiga ini tidak dapat saya dengar,
karena sudah sampai dan harus turun. Sayang sekali. Saat saya tanya lanjutan
yang ketiga ini, bagaimana penjelasannya, kata Ayah, pada masa ketiga ini,
semua yang dilakukan orang tua *orang yang sudah tua* selalu salah. Dihardik
dan dibentak. Kalau telinga mulai tak mendengar, apapun yang disampaikan orang
terdengar pelan. Kok ta ariak ati taibo. Bajalan lambek, ba ansua ansua.
Makan baserak-serak. Nyinyia.
Demikianlah. Ketiga masa yang
mesti kita lalui dalam kehidupan ini. Anda, Saya dan kita semua akan
melaluinya. Bila beruntung, kita akan dapati kehidupan efektif. Dapat berbuat
banyak pada usia yang tak panjang. Namun sayangnya, tak sedikit pula yang
panjang umurnya, tapi sedikit yang bisa dibawa ke kehidupan setelah mati. Tak
ada bekal, sedang janjian sudahlah tiba.
Itulah kenapa, dalam al quran
disebutkan wa man nu’ammir hu nunakkis hu fil khalqi. Siapa yang kami
panjangkan umurnya, kami kurangkan dlm penciptaannya. Indera penglihatan mulai
kabur, telinga mulai tak jelas mendengar, kekuatan mulai rapuh. Dan menjadi tua
itu bukan suatu pilihan.
(*)
Usai shalat, sesampai di rumah, saya lalu berdoa, jika Tuhan berkehendak memisahkan kehidupanku dan kedua orang tuaku, izinkanlah
kami dapat berbuat lebih banyak untuknya terlebih dahulu. Jangan biarkan kami tak sabar menghadapi
masa tuanya. Namun jika kehidupanku lebih singkat
daripada mereka, biarkan kami membahagiakannya dalam usia
ini
dan tetap bahagia sepeninggal kami. Perkenankanlah.
No comments:
Post a Comment