6.12.15

Menuju Hijrah



Pernah kusimpan di diam. Tak kering dendam. Terus mengembang. Bertumbuh duri. Terasa sakit.
Barulah dimengerti, mengenang tak terasa perih. Pergi tak ada ganti. Hilang kemana dicari. Lepas tak tau arah terbang. Merelakan. Mengerti walau bukan diberi arti. 

Pernah kudekap angan. Harap dan doa berpagutan. Tak penat mengejarnya. Kian jauh berlari. 
Sesampai di muara,  lalu bertanya, apa guna. Apa guna sampai di sini. 
Heran kepada diri. Sudah dapat tak tau arti. Jauh katanya hamba dari Ilahi. 
Di muara, kita terhenti. Lihatlah sampan itu. Dayung dan lentera telah siaga. 
Siapa lebih dulu, atau siapa menunggu apa. Kenapa tak kunjung berlayar.


Pernah kutitip mimpi. Pada elang di puncak Merapi. Hendak menurut kelana bersamaan,
Tak perlu terlalu tinggi. Bertapakan juga hendaknya di bumi. Belum. Belum lagi sejengkal mengangkat diri.
Tersungkur, tiada kuasa berdiri. Meng-awangkan terawang lebih jauh lagi.



Kadang takdir seperti kebaikan yang menumpuk. Menumpuk berkebalikan. Beroleh, walau dari lain sisi. 
Ingatan membenam dalam kenangan. Tak pantas dipupuk menjadi dendam. Rindu enggan berkesudahan. 
Mimpi-mimpi, lalu terjadi, tapi tanpa arti. 

Kenapa enggan bertanya, bila diam menyengsarakan.
Kenapa diam, bila pergi sudah masanya.
Kenapa bertahan, bila di sisi ada jalan. 
Kenapa mencuri, sedang masih bisa ia dicari.
Kenapa menerka, apa yang sudah jadi tetap Nya.
Kenapa kikir pada kebaikan-kebaikan.
Kenapa tak jua belajar kepada sabar.
Innal insaana khuliqa haluu'a. 
 
Mungkin kembali hadir, pada waktu, dengan dan dalam sesuatu yang tak lagi merupa wujud. 

#menujuhijrah

No comments:

Post a Comment

Selendang Koto Gadang

Menyulam Pernah dengar Sulaman Koto Gadang?  Sulaman Koto Gadang, adalah sulaman spesifik Minangkabau yang berasal dari daerah K...