Mendekati
masa-masa pilleg dan pilpres, kita disuguhi berbagai baliho, spanduk dengan
foto dan data nama caleg dan capres. Ada banyak caleg yang foto dan nama dirinya
terpampang di pinggir-pinggir jalan, di depan toko, di pasar dan dimana saja.
Bahkan pada dinding tebing yang nun jauh di atas bukit. Butuh kacamata, eh
kaca pembesar untuk membaca namanya. Yang menarik dari berbagai caleg bagi saya, adalah para caleg perempuan.
Apa
yang menarik? Setiap nama itu saya coba ingat-ingat lalu mencari tahu –dengan
kehidupannya. Tidak hanya kehidupan karier, namun juga kehidupan keluarga. Lho,
apa pentingnya? Jelas penting. Selama yang menjadi caleg itu berkerudung, saya
memang selalu mementingkan kehidupan pribadi mereka untuk dikenali. Bukan untuk
hal sumber infotainment, melainkan sebagai patokan: adakah ini seorang
perempuan yang inspiratif?
Perempuan
inspiratif sudah seringkali dibahas di media. Ada banyak tokoh perempuan
inpiratif dengan berbagai bidang inspirasi kerja dan kebaikan yang mereka
tanam. Lembaga pemerhati perempuan juga banyak yang melakukan seleksi atau
semacam kompetisi untuk menjaring nama-nama perempuan inspiratif itu.
Kementrian pemberdayaan perempuan sendiri, secara resmi juga menjaring perempuan
inspiratif dari berbagai daerah. Hasilnya ya, tentu saja sesuai dengan kriteria
yang ditetapkan oleh pihak penyelenggara. Dan saya, punya standar sendiri
tentang perempuan inspiratif itu.
Seorang
perempuan dapat dikatakan inpspiratif ketika berbuat kebaikan terhadap
masyarakat banyak, menjadi teladan kehidupannya baik secara pribadi maupun karier/pekerjaan.
Dalam Islam, dua hal ini dikenal dengan dua sektor yang perlu diperhatikan oleh
seorang perempuan. Yaitu, sektor domestik dan sektor publik. Sektor domestik
adalah kehidupan khusus yang dijalani seorang perempuan yang menyebabkan
dirinya hidup di rumahnya, di antara anggota keluarga yang lainnya. Sementara
sektor publik adalah ketika perempuan menjalani kehidupan umum, yang
memungkinkan dirinya hidup di anatar sejumlah individu dalam masyarakat, baik
taraf kampung, kota atau negara.
Sektor domestik memiliki institusi yang
disebut dengan keluarga. Di sini bermula peran yang beragam; sebagai hamba
Allah, sebagai anak/istri/ibu. Dalam kehidupan domestik ini, kehidupan
laki-laki dan perempuan terdapat pola kemitraan dimana kewajiban
masing-masingnya menunjukkan prioritas keberadaan. Laki-laki dengan kewajiban
menafkahi keluarga memungkinkan keberadaannya lebih banyak di sektor publik
(Q.S. Al-Baqarah:23, An-Nisaa: 3). Sementara perempuan –khususnya istri- adalah
mengurus rumah tangga dan mendidik anak-anaknya yang memungkinkan dirinya lebih
banyak berada di sektor domestik (Q.S. Al-Baqarah: 233, Ar-Ruum: 21)
Maka
caleg yang menginspirasi itu, bagi saya adalah yang sudah membereskan urusan
domestiknya. Jika dia adalah seorang Ibu, yang sudah membesarkan anak-anaknya.
Bagaimana anak-anak mereka itu tumbuh dan menjadi dewasa? Jika menjadi istri,
bagaimana mereka membagi tugas kemitraan dengan para suami mereka dalam
mengelola institusi keluarganya. Jika dia adalah perempuan kepala keluarga/ single
parent, maka baginya kewajiban yang
utama adalah dalam keluarganya. Oke, ini semua bukan fatwa. Ini adalah
kesimpulan saya sebagai pemerhati dan penyuka bahasan pendidikan, perempuan dan
anak.
Jika
sudah tuntas urusan domestiknya, barulah memasuki ranah publik. Dalam hal
ini, perempuan juga termasuk yang menerima seruan Allah untuk ber-amar
makruf nahi mungkar, diizinkan melakukan jual beli, muamalah lainnya, dan bekerja
di luar rumah dalam rangka pembangunan masyarakat. Perkara ini, jelas
tak ada urusannya dengan kesenjangan gender. Hanya saja aturan yang diberikan
adalah bagaimana bisa memposisikan diri sebaik mungkin dalam urusan yang
melibatkan interaksi laki-laki dan perempuan.
Islam
memandang perempuan sebagai bagian dari masyarakat untuk mewujudkan kesadaran
politik. Perempuan yang berpotensi untuk itu, perlu mewakili kaumnya untuk
hal-hal yang pro terhadap perempuan. Langkah yang dapat ditempuh bisa saja
dengan bergabung dengan partai yang sama visi dengan kehidupannya.
Ketika
ia menerima amanah dalam bidang publik/politik, penting bagi mereka untuk
menyuarakan dan mewujudkan kebijakan-kebijakan yang ramah perempuan-ramah
anak. Jadi, wahai para perempuan, pilihlah caleg perempuan yang inspiratif
yang sudah membereskan urusan domestiknya. Perempuan dengan sesamanya tentu
akan lebih saling memahami.
No comments:
Post a Comment