20.4.09

Kartini dan Kepentingan Masa

25 tahun agaknya jatah yang disediakan Allah untuk seorang pemikir dan pemerhati nasib perempuan Indonesia, RA Kartini belumlah cukup. Hanya dengan usia yang terbilang singkat itu, ia mampu mengukir prasasti sejarah dengan pena yang tajam, menggoreskan kesetaraan pendidikan kaum adam dan hawa di nusantara. Kepentingan perempuan Indonesia yang disuarakan oleh seorang gadis muda. Kalau saja jatah itu ditambah satu kali lipat lagi, maka tentu bisa kita bayangkan perubahan apa yang akan terjadi di negara ini atau bahkan sebaliknya, ‘perubahan’ macam apa yang yang akan menjangkiti perempuan Indonesia setelah masanya?

Mengawali pergerakannya, Kartini berkirim surat dengan sahabat-sahabatnya yang ada di Belanda. Pemikiran-pemikiran, gagasan dan idenya mengalir lewat surat-surat tersebut. Kartini menulis ide dan cita-citanya, seperti tertulis: Zelf-ontwikkeling dan Zelf-onderricht, Zelf- vertrouwen dan Zelf-werkzaamheid dan juga Solidariteit. Semua itu atas dasar Religieusiteit, Wijsheid en Schoonheid (yaitu Ketuhanan, Kebijaksanaan dan Keindahan), ditambah dengan Humanitarianisme (peri kemanusiaan) dan Nasionalisme (cinta tanah air). Kepentingan bangsa dan rakyat Indonesia katanya.

Berjawab, respon dan saran pun sampai kepada Kartini hingga akhirnya menetaslah “Door Duisternis tot Licht” Habis Gelap terbitlah Terang karangannya yang menurut penerjemah lainnya lebih tepat diterjemahkan menjadi ’minazh zhulumati ilan nur’ yakni menurut Ahmad Mansur Suryanegara, yang seorang Kartini kemudian populer sebagai awal kebangkitan perempuan Indonesia. Kali ini adalah kepentingan dakwah.
Kepopuleran seorang Kartini muda adalah tuntutan gender dalam pendidikan. Kalau sebelumnya perempuan adalah korban ketidakadilan dan penindasan terutama dalam tataran social, maka perempuan juga berhak mengecap pendidikan layaknya laki-laki, karena menurut Kartini berbagai kerugian yang dialami perempuan itu disebabkan kurangnya pengajaran dan pendidikan. Demi kepentingan perempuan.

Namun, beberapa hal yang diduga menjadi korban pengkaburan sejarah dari kisah ini adalah pertama, sosok Kartini merupakan seorang anak bangsawan Jawa yang turut prihatin dengan kondisi rakyat saat itu. Maka ia tidak pantas disebut pahlawan nasional. Kepentingan politis. Kedua, Kartini sangat akrab dengan ajaran Kristen dan ajaran ketuhanan lainnya sehingga tidak patut usahanya disebut dengan dakwah. Nilai-nilai ajaran agama pun disifatinya secara plural dalam artian mengakui adanya satu tuhan tapi membenarkan ajaran-ajaran yang terdapat pada berbagai agama sahabat-sahabatnya. Kartini dianggap tidak memeluk Islam secara utuh. Kepentingan religius.

Adanya berbagai kontroversi persepsi tentang Kartini dan keyakinannya (Sinkritisme, kristen, islam dan komunis), menggambarkan bahwa Kartini menyapa berbagai kelompok melalui lisan penanya. Semuanya disimpulkan dari versi kepentingan penerjemahan surat-surat yang dikirim Kartini ke berbagai sahabat penanya di Belanda.

''Segenap perempuan bumiputra diajaknya kembali ke jalan Islam. Tidakhanya itu, Kartini bertekad berjuang, untuk mendapatkan rahmat Allah, agar mampu meyakinkan umat agama lain memandang agama Islam, agama yang patut dihormatinya''. (Surat kepada Ny van Kol, 21 Juli 1902.)

''Ibu sangat gembira... beliau ingin sekali bertemu dengan Nyonya agar dapat mengucapkan terima kasih secara pribadi kepada Nyonya atas keajaiban yang telah Nyonya ciptakan pada anak-anaknya; Nyonya telah membuka hati kami untuk menerima Bapa Cinta Kasih!''.(Suratnya kepada Ny. van Kol tanggal 20 Agustus 1902.)

Siapapun itu yang berkepentingan dengan surat-surat Kartini, yang penting Kartini senantiasa menjadi pembicaraan Indonesia. Kartini dinilai adalah milik bersama, Islam, kejawen, Kristen dan sebagainya. Terlepas pula dari segala kontroversi, pantaskah Kartini disebut pahlawan, Kartini tidak konsisten dengan ajaran agama, Kartini ‘anak’ Budha dan lain sebagainya, yang utama adalah, Kartini mampu memberi warna perubahan status social perempuan Indonesia melalui tulisannya, qalamnya.

Bukankah sejalan dengan Al quran? Perempuan Indonesia tetap berhutang ‘doa’ untuk Kartini, agar dirinya tidak menjadi korban kepentingan kelompok lagi, tapi kepentingan masa, dimana hingga saat ini apa yang disampaikan melalui surat-surat Kartini masih relevan dengan konteks kekinian. Semoga Kartini senantiasa manjadi pelecut semangat juang perempuan.

No comments:

Post a Comment

Selendang Koto Gadang

Menyulam Pernah dengar Sulaman Koto Gadang?  Sulaman Koto Gadang, adalah sulaman spesifik Minangkabau yang berasal dari daerah K...