29.9.17

Sosok: Ayah-nya SMA 1 Padang Panjang


Suatu hari, di sela-sela perkuliahan, saya dan beberapa teman terlibat pembicaraan tentang guru masa kini. Bahwa guru, adalah sosok panutan, yang digugu dan ditiru, agaknya mulai ternodai dengan oknum-oknum yang menciderai makna itu. Namun begitu, setiap sekolah tentu memiliki seorang atau bahkan lebih sosok guru panutan, idola, favorit yang dinanti-nanti siswa di kelas. Tersebutlah nama seorang 'Pak Yamin SMAN 1 Padang Panjang". Seorang guru legend, humoris, yang mengajar penuh hikmah. 

Saya lalu berkesempatan bertemu langsung, dan bercerita sedikit dengan "Ayah-nya" anak-anak SMA unggulan Sumatera Barat ini.

**
Kita harus mendidik dari hati.

Demikian beliau mulai becerita. Namanya bapak M Yamin. Anak-anak asrama, semenjak generasi ke 3 SMAN 1 Padang Panjang memanggilnya, Ayah. Pria kelahiran Tanjung (Sarolangun) 3 April 1958 ini, sejak semula memang mencintai profesinya sebagai guru.  Menurut beliau, kenapa guru-guru hari ini tak lagi begitu disegani oleh siswa, salah satunya tentu disebabkan oleh sikap guru itu sendiri.   
"Guru harus menjadi idola" tuturnya. Guru idola bukan juga yang membiarkan kesalahan ada pada siswa. Guru idola tetap menegur jika itu adalah suatu kesalahan. Hanya saja, cara menegur itulah yang membedakan rasa segan, hormat dan patuhnya siswa. 
Sebagian siswa memang memiliki kecendrungan 'pesan lebih sampai bila disentuh". Maksudnya, anak-anak yang masih main, kumpul-kumpul ketika azan sudah dikumandangkan, tidak ada efek apa-apa jika arahan disampaikan guru lewat mikrofon saja. 
"Pada situasi itu, hendaknya si guru, mendatangi siswa, lalu menyentuh bahunya dan merangkulnya -langsung- ke mesjid. Tidak ada alasan lagi bagi mereka untuk mengelak."      

"Ada lagi kesalahan umum yang terjadi di kelas, oleh seorang guru," sambung beliau.
Sebagian kita mengungkap hal-hal rahasia si anak, di dekat orang banyak. 
"Ini tidak etis." tegasnya.
Misalkan, si guru memarahi siswa untuk kesalahan yang telah diperbuatnya di depan kelas, di hadapan teman-temannya. Atau, guru memanggil siswa ke depan kelas, meskipun sudah secara personal, tetap saja siswa lain akan ikut nimbrung ingin tahu. Ada lagi, guru memanggil siswa bersalah itu, ke ruang majelis guru, yang guru lain ikut dalam kasus tersebut. Ini tentu tidak adil bagi siswa. 

Dalam proses pembelajaran, Ayah terbiasa dengan cerita/kisah penuh hikmah. Menurutnya, mengajar itu, jangan hanya sebatas transfer materi ajar semata. Harus ada nilai-nilai, yang akan terpakai di sepanjang hidup si anak hendaknya.
"Lewat kisah, kita ajarkan tanggung jawab sebagai hamba Allah, kegigihan selayaknya manusia ingin mencapai mimpi-mimpinya, dan etika-etika dalam hubungan sosial lainnya. Bukan dari teori yang dibaca di buku, tapi kisahkan dari hati, agar sampainya juga ke hati." 

Sebagai seorang guru, idealnya guru mengajar dengan passionnya. Mengajar dari hati, itulah passion yang dituntut. Guru perlu menyiapkan diri sebelum masuk kelas. Sebagian siswa lebih kritis, dan guru tidak perlu malu untuk mengakui jika memang masih ragu dengan jawaban pertanyaan siswa. Guru yang sok tahu  akan menunggu waktu untuk tidak lagi dihormati. Karena itu, salah satu kesalahan fatal sebagian guru adalah mengganggap dirinya paling pandai, selalu benar, dan segala tahu. 
**
Dari dua kali cerita saya dengan beliau, setidaknya poin-poin di atas sudah memberi wawasan dan bekal bagaimana menjadi guru yang disegani siswa. Meskipun, lain lubuk lain ikannya ya, eh, maksudnya,, lain sekolah lain siswanya. Beda SMA beda SMK, *perlakuannya. Hehehee.

No comments:

Post a Comment

Selendang Koto Gadang

Menyulam Pernah dengar Sulaman Koto Gadang?  Sulaman Koto Gadang, adalah sulaman spesifik Minangkabau yang berasal dari daerah K...