15.5.09

Demokrasi Kampus Konservatif*

Oleh: Miftahul Hidayati

Harapan baru dari suatu bentuk pemerintahan –baik negara atau miniaturnya (organisasi)- adalah adanya proses perubahan atau transisi ke arah yang lebih baik. Proses tersebut ada yang akhirnya sampai pada titik yang diharapkan (demokrasi/syuro), ada pula yang statis bahkan ada yang menjadi lebih buruk dari bentuk kepemimpinan sebelumnya. Masih hangat dalam ingatan, transisi yang terjadi di dunia kampus pada periode awal yang menyebut kepemimpinan Senat Mahasiswa, beralih menjadi Badan Ekseskutif Mahasiswa, kembali lagi hari ini menjadi Senat Mahasiswa dengan jalur utamanya Dewan Mahasiswa. Satu bentuk pencarian demokrasi di kampus islami.
Demokrasi bermula pada Yunani Kuno pada 500 SM. Dari kata democratia, dimana demos berarti rakyat dan cratia berarti pemerintahan. Diantara tokohnya adalah Chleisthenes. Chleisthenes adalah tokoh pembaharu Athena yang menggagas sebuah sistem pemerintahan kota. Pada 508 SM, Chleisthenes membagi peran warga Athena ke dalam 10 kelompok. Setiap kelompok terdiri dari beberapa demes yang mengirimkan wakilnya ke Majelis yang terdiri dari 500 orang wakil. Layaknya proses pemilihan melalui perwakilan anggota. Ada yang berpendapat, jauh sebelum bangsa Yunani mengenal demokrasi. Para ilmuwan meyakini, bangsa Sumeria yang tinggal di Mesopotamia juga telah mempraktikkan bentuk-bentuk demokrasi. Konon, masyarakat India Kuno pun telah menerapkan prinsip-prinsip demokrasi dalam kehidupan mereka, jauh sebelum Yunani dan Romawi.
Abad perkembangan Islam, Nabi Muhammad saw juga memperkenalkan system yang tidak jauh berbeda dengan demokrasi. Syuro namanya. Bahkan sebagian umat islam menilai berdasarkan catatan sejarah, ternyata syuro lebih berhasil dalam kepemimpinan dibandingkan demokrasi itu sendiri. Terlepas dari sepakat atau tidaknya dengan syuro atau demokrasi, yang ingin diperkenalkan disini adalah bentuk kepemimpinan di kampus –al jami’ah; tempat berkumpulkan calon-calon intelektual- islam negeri ini.
Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World membagi pandangan umat Islam terhadap demokrasi ke dalam dua kelompok, yakni liberal dan konservatif. Ada tiga konsep yang menjadi perhatian penganut kelompok Islam liberal yaitu Syura (musyawarah), Al-Maslahah (kepentingan umum), dan 'Adl (keadilan). (REPUBLIKA, 15 Mei 2008)
Pada tatanan sederhana, sebuah institusi atau universitas –layaknya suatu negara- dipimpin oleh sekelompok mahasiswa. Ada mahasiswa, ada kampus ada kepemimpinan. Demokrasi, kata yang digaungkan mahasiswa ditengah perubahan yang sampai saat ini masih berlangsung di Sekolah Tinggi, Institusi dan Universitas Islam di Indonesia, pasca berebdarnya SK Dirjen tentang peralihan bentuk kepemimpinan kampus dari Badan Eksekutif Mahasiswa menjadi Dewan Mahasiswa. Berbagai tanggapan dan tudingan ‘Demokrasi Kampus Konservatif’ beredar tidak hanya di kalangan mahasiswa, melainkan juga merambah ide dan masukan dari pihak dosen lebih-lebih lagi alumni yang berkecimpung pada organisasi eksternal yang sama. Ide seputar peralihan sistem ini dinilai sebagi bentuk kesalahan pusat, kenapa menetapkan ‘kemunduran’ bagi kampus-kampus Islam. Secara, demokrasi tidaklah bertentangan dengan Islam, katanya.
Diantara kriteria demokrasi adalah adanya jaminan hak bagi setiap civitas akademika untuk memilih dan dipilih dalam pemilu yang diadakan secara berkala (setiap tahun)dan bebas, atau adanya jaminan hak bagi setiap mahasiswa untuk memilih dan dipilih dalam pemilu tersebut. Bagaimana dengan sistem baru ini yang tidak mendengarkan dan memperhitungkan seluruh komunitas kampus? Tidak ada hhak untuk memilih, apalagi menyuarakan diri untuk dipilih, jika tidak ‘perwakilan’ tidak menempati posisi strategis di jajaran lebih rendahnya. Apalagi akan mengajukan calon independen, yang notabene tidak memiliki siapa-siapa.
Diantara mereka –pemerhati kampus- ada yang gelisah dan gundah, mempertanyakan dimanakah letak demokrasi ketika sistem Senat ini berlaku di institusi (sebagai contoh, IAIN Imam Bonjol Padang)? Alasannya sederhana saja, sejalan dengan pendapat Hasan Al-Turabi, salah seorang pemikir Islam. Mereka berpendapat bahwa sistem sosial dan politik perlu didasarkan pada tauhid. Dimana Syura (Qs. 3; 159**) dan tauhid memang sejalan, tapi bentuk demokrastisasi kampus bukanlah pada sistem Senat yang tidak melibatkan ‘komunitas akar rumput’ dalam menentukan orang yang akan mereka jadikan pemimpin. Musyawarah dan pemilihan hanya dilakukan oleh orang-orang terpilih.
Layaknya suatu proses demokratisasi, seperti yang disebutkan Eep Saefulloh Fatah, ada Aktor, Ingatan dan Demokratisasi, (Jeffrie Geovanie; 2004), maka kesalahan aktorkah (pemimpin terpilih) atau ingatan (mahasiswa) sehingga sampai hari ini memasuki bulan keempat pemerintahan, masih saja ada yang mempertanyakan ‘siapa-siapa pejabat (mahasiswa) kampus hari ini’. Ah, ingatan memang sangat buruk untuk standar kampus konservatif ini, bahkan untuk mengingat kutipan ucapan atau janji kemajuan pimpinan saja sudah tidak dapat diharapkan lagi. Apalagi akan mengingat sosok yang asing dan belum tentu berarti bagi mereka.
Lain lagi dengan kelompok dan kesatuan mahasiswa yang gembor menyuarakan penegakan khilafah islam dan menyatakan aksi menebar wacana untuk cita-cita tersebut. Menurut penulis, dalam catatan ini mahasiswa seakan berada pada titik dibawah payung pengaruh luar kampus. Ada semacam pemberdayaan-memperdaya antara jalur mahasiswa dan organisasi luar kampus yang sama-sama memiliki kepentingan. Terkesan tidak ada independensi mahasiswa dalam menetapkan langkah geraknya. Namun diantara sekian banyak yang menyuarakan pendapat dan bisikannya, tentunya masih saja ada yang bisanya hanya manggut-manggut entah mengiyakan transisi ini atau tidak.
Demokrasi kampus konservatif. Mungkin terlalu dini jika sistem peralihan ini kita simpulkan demokrasi atau tidakkah, sukses atau gagalkah, sseperti apa yang disampaikan Lex Riefell seorang ahli politik Brooking Institution terhadap kesuksesan Indonesia memilih presiden secara langasung, ‘Indonesia, the largest Muslim country with a democratically-elected government’ (Indonesia, negara Muslim terbesar dengan pemerintahan yang dipilih secara demokratis). Masih ada rentang waktu yang akan memberikan jawaban suksesi SK Dirjen tentang pembentukan karakter mahasiswa, lagi, proses transisi yang akan menemukan jawaban beragam.


* Mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang
** QS. Ali Imran ; 159

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”

No comments:

Post a Comment

Selendang Koto Gadang

Menyulam Pernah dengar Sulaman Koto Gadang?  Sulaman Koto Gadang, adalah sulaman spesifik Minangkabau yang berasal dari daerah K...