22.5.11

Cinta dan Ilmu Biologi

Judul buku: The Biology of Love
Penulis : Ali Akbar Navis
Penerbit : Bukubiru
Tahun terbit: Februari 2011
Halaman : 320 hal.




Cinta, masih menjadi pembicaraan sensasional di kalangan masyarakat. Bahkan, sampai zaman ini berakhir, selagi masih ada jenis lelaki dan perempuan, jantan dan betina, dsb, cinta dan problemanya seperti telaga yang tak akan pernah kering airnya. Manusia senantiasa mencari formula yang sesuai untuk mengatasi cinta serta persoalannya sesuai dengan perkembangan zaman dan disiplin ilmu yang disinggungnya. Jika dahulu, cinta relative menjadi hal yang abstrak, dibahas oleh ilmu ramalan dan astrologi, maka kemudian ditemukan korelasi ilmu biologi dengan cinta.

“Rasa cinta adalah reaksi yang ditimbulkan karena suatu pemicu khusus. Dan, pemicu itu adalah hormon cinta yang berada di bawah kendali otak. Hormon cinta inilah yang akan menerangkan berbagai hal yang berkaitan dengan cinta.”

Berbagai definisi tentang cinta muncul, silih berganti, positif dan negatif, seiring pengalaman yang dilalui. Cinta serta berbagai jenisnya, ada pula diklasifikasikan. Baik dari pakar cinta, sosiolog, pakar sex dan peramal. Masing-masing mereka memandang cinta dari sudut pandang dan pendekatan yang khas. Cinta juga dikaitkan dengan berbagai keilmuan. Psikologi, geneologi, kedokteran maupun agama.

Bagaimana jika cinta dipandang dari ilmu biologi? Ali Akbar Navis menyajikannya dengan bahasa yang ringan dan fresh lewat buku ini.

Secara anatomi, kimiawi, hormonal maupun psikologis, otak pria dan wanita memiliki banyak perbedaan. Kontrol emosi disebutkan lebih dominan dari pria. Keseriusan, cekatan dan kedewasaan merupakan sikap pria menghadapi persoalan. Sementara wanita mengedepankan perasaan dan lebih labil dalam menghadapi persoalan.

Dilihat dari perkembangan psikologis remaja hingga dewasa, penulis membagi cinta biologi ini ke mahkota mawar cinta. Satu mahkota mawar, adalah cinta semu, yang sifatnya hanya coba-coba bagi remaja. Tidak ada keseriusan, seperti cinta para fans kepada artis idolanya. Dua mahkota mawar, yaitu cinta yang membuat remaja lupa diri, tidak bisa tidur di waktu malam. Cinta jenis ini biasanya bertahan seteleh tiga bulan. Tiga mahkota mawar, cinta yang mulai menumbuhkan sifat posesifnya. Karena merasa saling memiliki, mucullah rasa cemburu secara berlebihan.

Empat mahkota mawar, cinta pada tahap ini mulai memperlihatkan sifat asli remaja tersebut. Hal ini akan terasa saat hubungan berusia 6-12 bulan. Sudah tidak masalah jika tidak lagi selalu bersama, adalah salah satu ciri-cirinya. Lebih terbuka satu sama lain. Lima mahkota mawar. Pada tahap ini, rasa cinta bukan lagi yang membuat deg-degan jika bertemu. Usia hubungan ini sekitar 1-1,5 tahun. Ada lagi namanya matahari mahkota mawar. Konon yang tergolong ini hanyalah cinta Adam dan Hawa.

Begitulah jika cinta dipertemukan dengan ilmu biologi. Ada pembagian tahapan cinta berdasarkan pendapat pakar, Helen Fisher dari Rutgers University Amerika. Tahapan cinta dibagi menjadi tiga. Pertama, nafsu (lust), daya tarik (interest) dan ikatan (attachment). Pada masing-masing tahapan tersebut terdapat hormon tertentu yang berpengaruh dalam perkembangannya. Diantaranya, hormon testosteron dan estrogen yang mendorong nafsu manusia, hormon adrenalin, dopamin dan serotonin untuk daya tarik.

“Dopamin menghasilkan stimulus yang memberikan dorongan di dalam diri untuk lebih memperoleh kenyamanan saat bersama orang yang dikasihi. Rasa ini akan menuntun untuk mengumpulkan energi dan memfokuskan pikiran padanya. Pada perkembangannya rasa tersebut semakin berkurang seiring intensitas hubungan. Hal ini disebabkan karena produksi dopamin tergantikan oleh hormon oksitosin dan vasopressin.” (hal. 251)

Untuk meningkatkan dopamin disarankan mengkonsumsi coklat, kacang-kacangan, dan argula (daun sejenis salad) serta bayam. Sementara hormon oksitosin dan vasopressin terkait dengan ikatan. Oksitosin ini yang mempengaruhi rasa bahagia dan cemburu manusia.

Adapula hormon pheromenos yang dapat memicu ketertarikan lawan jenis. Salah satu penghasil hormon ini adalah kelenjar apokrin/keringat. Pada wanita, pheromenos ini akan maksimal ketika ovulasi. Disebutkan pula, bahwa hormon ini dapat membantu seseorang menemukan pasangannya secara biologis.

Buku ini membahas cinta dalam pandangan luas ilmu biologi. Hal ini memungkinkan pembaca mengenal cinta dan karakteristiknya lebih banyak. Bahasa yang kadang nyeleneh dan kadang ilmiah, menjadikan buku ini layak dikonsumsi berbagai kalangan.



Peresensi : Miftahul Hidayati

No comments:

Post a Comment

Selendang Koto Gadang

Menyulam Pernah dengar Sulaman Koto Gadang?  Sulaman Koto Gadang, adalah sulaman spesifik Minangkabau yang berasal dari daerah K...