# Lalu apa? / Aku sudah terbiasa menjadi lilin/ Membakar
diri untuk cahaya itu/Bukan aku tak ikhlas/ Tapi ini jelas perkara Tuhan/ Yang
aku dan kau akan jalani.
## Adakah bantah pada ketetapanNya? Atau sesal sedang
menggurat di lehermu?
# Kau tak paham membakar diri/ Aku teruskan? /
ini senja belum lah kelam/ sedang kau harapkan aku di separoh malam/ kita,
tengah tengadah/ Akan kuteruskan, di bayang-bayang itu, Sayang?
## Sudah berbilang senja dan purnama/ Pada siapa
akan kujaga/ Jika bukan aku sendiri yang percaya/ Mari. Cinta, bukan lagi
perkara dia.
# ini perkara dia.
## Bila dia bukanlah api/ satu, dua titik embun
aku percikkan/ Ah, tapi dia bukan sekedar api/ Dia adalah gelora.
## Aku tersadar : Dia adalah perempuan nyata/
baginya surga dan dunia/ sedang bagimu lupa/ Baginya mata yang tak lagi
berpandang/ telah membongkah rindu kepadamu/ pun berlumut lutut menantimu/ Sedang
kau?/ Kau, (dulu) menjadi waktu yang membiar / akan aku terus harapkan cahaya
lilinmu itu, meski ku tak tau, api itu telah menyatu pada lilinmu?
## Biar kutiup dulu lilinmu. Aku, mungkin juga
dia percaya, ada mentari esok hari/ Kau simpan saja Api itu/ untuk lilinmu/
selalu. (*)
No comments:
Post a Comment