23.2.12

Oh, Ini Rupanya Pak Amir Syarifuddin!



Sebenarnya tidak ada cerita tentang pengalaman langsung dengan prof yang akan saya tuliskan di sini. Tapi, saya ingin turut berbagi, “apapun”lah – seperti ditulis Kang ipul di halaman facebook-. 

Saya baru mengenal nama Amir Syarifuddin sekitar tahun 2003. Semula saya tidak ambil pusing dengan nama rektor IAIN Imam Bonjol saat itu. Biasalah, tidak kenal, orang ‘besar’ pula. Saya pikir juga tidak akan berurusan dengan pak amir. Namun kemudian, nama beliau kian populer di telinga. 

Pertama kali mendengar nama Pak Amir, ketika saya mengikuti acara Mapersa (masa Perkenalan Asrama) MAKN/MAPK koto Baru Padang Panjang, 2003. Saat itu, pada acara penutupan seperti biasa, ada semacam drama dari senior (kakak kelas 3). Terjadi perdebatan hebat antara Uni Arina (putri prof.- ) dengan uni Nora dan uni Nayla Hayati (putri Dr.Zulkarnain). Dalam perdebatan itu, tersebutlah nama bapak Amir Syarifuddin- Rektor, yang anaknya ada di sini (asrama). Bagi saya itu tidak masalah, -menganggap tidak kenal-. 

Ternyata, setelah drama-dramaan tersebut usai, berlanjut pada pembicaraan serius antara uni arina -yang kebetulan satu kamar dengan saya- dengan uni yang menyebut-nyebut nama rektor tadi. Lagi-lagi, nama Prof terdengar. Uni arina sewot. Sampai-sampai menyebut kalimat, “laisal fataa man qaa la hadza abii, walaakin al fataa man qaa la : Ha ana dza!”, saking tidak inginnya ia dikenal dengan (menumpang) kebesaran nama ayahnya. Saya mulai ingin tahu, “yang mana pak Amir itu”. 

Dalam pelajaran ushul fiqh, ustad saya pernah ingatkan, rajin-rajinlah belajar dengan Arina. Dia anak penulis buku ini (sambil memperlihatkan buku Ushul Fiqh karangan Pak Amir). Saya terkesiap. Sekamar dengan anak penulis buku? Rasa tidak percaya. Karena beranggapan penulis buku itu pastilah “orang besar”. Sedangkan keseharian uni Arina sangatlah bersahaja, sederhana. Begitu pula dengan sikap Ika (putrid pak Amir) juga sederhana. Saya semakin penasaran dengan sosok sang rektor, yang -dugaan saya- pasti lebih bersahaja dari pada anak-anak beliau.

Sudah terniat dan penasaran sekali rasanya, saya ingin berjumpa langsung dengan pak amir. Bukan dari halaman belakang buku beliau saja. Bukan dari sekedar cerita.

Di jurusan pendidikan Bahasa arab, saya belajar dengan Bu Hafni. Beliau juga sederhana, bersahaja, mengayomi dan tegas. Satu kali, saya bertanya nomor hp bapak kepada bu hafni, untuk kepentingan liputan Tabloid Suara Kampus. Sayangnya, saya tak berkesempatan mewawancarai langsung. Sampai saat itu, belum pernah saya bertemu langsung dengan pak Amir. 

Setelah wisuda, dekat banda dari redaksi menuju mesjid saya bertemu sang professor. Beliau menyetir mobil biru tua kijang plat merah yang sangat sederhana. Setelah tahun 2003, baru 2011 awal itulah saya langsung bertemu sang professor sederhana itu. Benarlah apa kata orang, rupanya ini professor yang sederhana dan bersahaja itu. 

*Tulisan ini, tadinya mau dikasi ke Tim Kecil Penyusun Buku Biografi Prof. Amir Syarifuddin,,,tapi saya tak percaya diri mengirimkan tulisan eceh-eceh ini.. ^_^ 
heheheh

No comments:

Post a Comment

Selendang Koto Gadang

Menyulam Pernah dengar Sulaman Koto Gadang?  Sulaman Koto Gadang, adalah sulaman spesifik Minangkabau yang berasal dari daerah K...