Resensi
Judul Buku : Berjuta Rasanya
Penulis :
Tere Liye
Penerbit :
Mahaka Publishing, Republika, Jakarta
Cetakan :
Pertama, Mei 2012
Tebal :
vi + 205 hlm
Satu lagi karya Tere Liye tentang cinta,
bukan berkisah tentang anak-anak ataupun keluarga seperti novel-novel
sebelumnya. Buku edisi pertama Mei ini, bukan sebuah novel, namun sekumpulan
cerita singkat. Cerita tentang kehidupan percintaan manusia, dengan akhir dan
proses yang beragam. Baik yang berakhir happy ending, sad ending,
atau sekedar gokil dan lucu-lucuan saja.
Bahasa yang lebih santai menjadikan buku
ini pas buat remaja dan –siapa saja-
yang dirundung kegalauan gara-gara cinta. Atau mereka yang ingin menemukan
makna kata cinta, takdir, nasib, jodoh, dan patah hati. Seperti karya lainnya,
buku ini bercerita cinta namun dalam
kerangka bahasa yang tidak vulgar. Salah
satu nilai berbeda milik Tere Liye.
Berjuta Rasanya memuat cerita-cerita galau,
dengan tetap menyampaikan makna dan pelajaran kehidupan. Tak seperti ketika menikmati
alur novel, yang setelah dibaca satu bab, membuat penasaran pembaca untuk terus
melanjutkan ke bab berikutnya. Kenikmatan membaca novel adalah tentang kelanjutan
cerita dan mengetahui akhirnya secepat
mungkin. Maka kumpulan cerita ini menuntut sedikit ‘perenungan’ atau pembenaran
atas makna dan pelajaran yang ditawarkan lewat kisah singkat tersebut.
Jika mereka yang dimabuk asmara, yang sedih
tak terkira tersebab patah hati, akan mencampurkan pikiran logis dengan ilusi, lantas
berharap semua bisa terjadi sesuai harapan, maka Tere Liye lewat imajinasi dan
cerita galaunya ‘akan’ mengembalikan pikiran rasional dan logis mereka itu ke
tempat semula. Menerima dan memahami berbagai kemungkinan takdir atau nasibnya.
Karena dengan pemahaman itu, dapat diterima begitulah yang terbaik. Hal-hal
semacam ini yang terus disampaikan penulis lewat setiap ceritanya. Tak sekedar
cerita galau yang berjuta rasanya, bukan?
Pembenaran pada bagian yang berjudul
Cintanometer misalnya. Cintanometer adalah sebuah alat deteksi cinta, membantu
mereka yang sulit sekali mengungkapkan rasa cinta, tapi ingin mengetahui apakah
orang yang ditaksir juga memiliki rasa yang serupa. Pembenarannya adalah, jika
alat itu kemudian ada di dunia ini, apa jadinya cinta. Tak berarti dan menjadi
‘tak berjuta rasa’nya lagi.
“Jika
cintanometer berkedip-kedip itu artinya cinta. Jika tidak berkedip-kedip maka
tidak ada cinta. Lama-lama penduduk kota mulai lupa apa itu cinta, bagaimana
sesungguhnya perasaan seseorang saat jatuh cinta. Mereka hanya mengerti soal
berkedip atau tidak berkedip. Lama-lama, mereka kehilangan kosa kata cinta.”
Pun pada
cerita Pandangan Pertama Zalaiva, “Cinta tidak membuat ia merasa
memiliki dunia ini, ia justru merasa kehadirannya di dunia sia-sia belaka.
Cinta memang lebih mirip hantu, semua orang membicarakannya, tetapi sedikit
sekali yang benar-benar pernah melihatnya. Dan ketika kau berhasil melihatnya
kau lari sungguh ketakutan.” (h. 189)
Ada 15 cerita singkat yang seperti
seringkali pada karya lain Tere Liye, setting tempat cerita ini kebanyakan ada
di negeri antah berantah. Sedikit saja yang menyebutkan detail lokasi. Nah, di
buku ini, yang paling populer adalah nama-nama kafe. Kafe, sebuah tempat dimana
kebanyakan kaum muda menghabiskan waktu, atau bahkan menyempatkan di sela-sela
kesibukan mereka untuk sekedar mengurus ‘kegalauan hati’ karena cinta, jodoh,
takdir dan patah hati.
Konsep cerita memang sederhana. Cerita
cinta yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Sekedar upaya mendapatkan orang
yang ditaksir, mempertahankan dan menjaga cinta sejati, bangkit dari rasa patah
hati, dan lain sebagainya. Namun, kekonyolan cerita cinta itu ditangkap dan
dihadirkan kembali oleh penulis dengan tokoh yang beragam. Nama yang seringkali
muncul di buku ini, mengingatkan kita pada karya Tere Liye “Daun Yang Jatuh Tak
Pernah Membenci Angin”, yaitu Tania. Barangkali nama itu menjadi ‘sesuatu’
bagi penulis?!
“Kehidupan ini tak selalu memberikan kita pilihan terbaik. Terkadang
yang tersisa hanya pilihan-pilhan berikutnya.”(Kotak-Kotak
Kehidupan Andrei)
“Seseorang
yang mencintaimu karena fisik, maka suatu hari ia juga akan pergi karena alasan
fisik tersebut. Seseorang yang menyukaimu karena materi, maka suatu hari ia
juga akan pergi karena materi. tapi seseorang yang mencintaimu karena hati,
maka ia tidak akan pernah pergi! Karena hati tidak tidak pernah mengajarkan
tentang ukuran relatif lebih baik atau lebih buruk.”
Bacaan ringan saat santai ini menghadirkan
berjuta rasa ketika Anda membaca, kemudian merenungkan bagian-bagian
pembenarannya. Bagi Anda penggemar karya-karya Tere Liye, jangan sampai
ketinggalan untuk menambah koleksi Anda dengan buku bercover cantik yang satu
ini.[]
Peresensi : Miftahul Hidayati
No comments:
Post a Comment