Tidak berlebihan rasanya, jika Suir Syam, walikota Padang
Panjang, meraih berbagai penghargaan atas kinerjanya hingga periode kedua
(2012) di kota Serambi Mekah ini.
Ia mampu melihat berbagai titik sentral yang perlu diprioritaskan
untuk diubah –diperbaiki-dibenahi terlebih dahulu.
Lihat saja kebijakannya dalam bidang pendidikan. Pendidikan
gratis untuk semua tingkat (sekolah negeri) adalah salah satunya. Kota yang
tidak lebih luas dari 23 km persegi ini memiliki tiga sekolah tingkat atas,
plus satu dengan label ‘sumatera barat’. Untuk tingkat SLTA saja, jika
dikira-kira, satu SMA ada 600 orang siswa, tentulah jumlahnya tidak sedikit.
Tidak sedikit jika beranggapan bahwa mereka semua adalah ‘warga SS’. Artinya,
sekian persen dari siswa SMA kota ini berasal dari daerah sekitar,
kabupaten/kota sekitar. Dan, SS mem-bebas-biayakan semuanya. Hebat bukan?!
Tidak hanya itu, SS juga memberikan berbagai kemudahan untuk
warga pribumi. Siswa Padang Panjang asli. Barangkali tidak salah pula. Saya
menerka-nerka pikiran SI Bapak Dokter itu, “tentu akan lebih baik mengasuh dan
mendidik anak sendiri , daripada membesarkan anak tetangga.” Atau bisa jadi, si
Bapak Dokter ini termakan kaji di surau, “quu anfusakum wa ahliikum naaraa”.
Hanya soal prioritas. Kebijakan yang memicu polemik ini terus dilaksanakan Si
Bapak Dokter.
Adalagi pesantren ramadhannya yang benar dipersiapkan. Saya
menantang, kota atau kabupaten mana di Sumbar ini yang mempersiapkan Pendidikan
Agama tambahan untuk pelajarnya? Kota mana yang maju dengan program agama itu?
Kembali ke surau? Oh, itu hal biasa. Sumbar secara umum memang punya program
itu. Asmaul Husna? Apa ada yang menjamin ‘tradisi’ itu? Seberapa besar
dampaknya selain ‘hafal’ nama-nama Tuhan, tapi tak tahu arti, tak paham makna,
dan tak mengerti aplikasi hariannya.
Peduli pendidikan agama secara kongkrit dan bertanggung
jawab, Padang Panjang telah memperbuat itu. Evaluasi dan perbaikan kegiatan
pesantren ramadhan ini terus dilaksanakan dari tahun ke tahun. Koordinasi dan
kerjasama berbagai pihak turut mensukseskan kegiatan ini. Lihatlah, Tungku
tigo sajarangan itu mulai berperan efektif. Pemerintah, Ulama dan
masyarakat. Program langsung ditangani kesra. Ya, bukan berarti daerah lain
tidak memperbuatnya. Hanya saja, saya tak tahu pasti, kesungguhan untuk hasil
maksimal itu. Saya meragukannya.
Saya salutkan lagi pada kota ini, pejabatnya turun langsung ke
lapangan. Ke mesjid-mesjid. Memberikan arahan dan harapan dari pelaksanaan
pesantren ramadhan itu –langsung- kepada pelajar. Mana pernah, seumur-umur saya
mengikuti pesantren ramadhan yang dihadiri pejabat eselon III.
Saya jadi ingat dua orang tokoh negeri ini yang saya
idolakan. Dahlan Iskan dan Jusuf Kalla. Dua orang pemimpin sederhana ini benar
menginspirasi banyak orang. Barangkali juga Si Bapak Dokter dan jajarannya.
Lalu saya bermimpi, jika negeri ini dipimpin oleh satu diantara dua orang idola
saya itu.
Atau.. pemimpin-pemimpin tingkat daerah yang tak hanya
menarik simpatik rakyat dari baju kotak-kotak sederhana, atau kesuksesan acara
olahraga semata. Tapi lebih dari itu. Rakyat membutuhkan pemimpin yang multi
kharisma yang tak -sekedar- kharisma. Tapi kharisma yang tercermin dari
kepribadiannya yang baik, kesederhanaan, kaya, tentu saja amanah dan bertanggung jawab atas
apa yang dikatakannya. Tak perlu banyak omong. Toh, kita sudah terbiasa dengan
pepatah, tong kosong nyaring bunyinya. Pemimpin banyak omong, banyak mainnya.
Tak perlu gagah atau ganteng lah pemimpin itu. Cukup saja
keren. Keren dengan pemikiran cerdas dan langkah-langkah cekatannya terhadap
berbagai kebijakan politis. Keren dari gaya sederhana yang tak melulu berdasi.
Keren dari mobil dinas yang diparkir di rumah dinas saat ia dan keluarganya
mengadakan acara keluarga dan bukan urusan dinas. Keren dari pergaulannya dan
keterbukaannya dengan ‘kaum muda’ yang kaya idealisme. Keren, pastilah photonya
terpampang di depan kelas setiap ruang belajar sekolah, dan kantor-kantor.
Rakyat sudah haus pada semua itu. Semakin menurunnya tingkat
partisipasi masyarakat saat pemilu dan pemilukada sudah menjadi bukti, krisis
kepercayaan terhadap calon pemimpin. Apa yang akan dilakukan mereka yang akan
maju di 2014 kelak? Hari ini saja, saya sudah bosan melihat debat ini itu.
Partai ini itu. Perubahan ini itu. Lebih baik, kembali mengingat dan mengenang
Si Bung –Berkacamata- Hatta, atau Si Bung –Gagah- Soerkarno, atau..ah, ya,
SSSBD kebanggaan saya, Suir Syam Si Bapak Dokter, walikota negeri kecil saya.
Itu lebih kongkrit jika tak akan menyebut hebat secara terang-terangan. :D
Ya, bagi saya semua ini tidaklah ada gunanya. Toh, Si Bapak
Dokter tidak akan maju lagi pada pemilukada musim ini. Saya tak berniat pula
menjadi tim suksesnya. Sudah dua kali ia menjabat, terhitung sukses pula.
Baguslah si Bapak Dokter hidup tenang bersama keluarga, bermain dengan cucu.
Itu pikiran saya.
Saya hanya ingin berbagi dengan siapa saja yang merasa
sedang menjadi rakyat, wong cilik di sebuah kota atau kabupaten.
Pertanyaan saya, pertama; apakah Anda bangga dengan pemimpin negeri Anda? Jika
bangga, ceritakanlah kehebatannya, jangan memperkeruh masa kepemimpinannya.
Banggalah, dia adalah pemimpin yang Anda pilih dulu. Seperti saya bangga dengan
pemimpin negeri kecil saya, meski tak pernah berkesempatan memilihnya. SSSBD! J
No comments:
Post a Comment