13.10.14

Pengalaman Hebat :D

Dari Lantai Satu Mesjid Asy Syifa Bukittinggi, saya memberitakan..
 Saya teringat opening salah satu radio muslim kota Padang, sekitar tahun 2008-an. Kira-kira seperti itulah, ada "lantai satu"nya, ada nama jalan pula. Tapi sekarang saya tidak berada di sana. Saya tengah sendirian, di alamat pembuka yang saya tulis seperti bahasa opening itu. Saya sedang menunggu di tempat ini, sendiri pula, maka pikiran pun jadi kian kemari dibuatnya. Hehehe.

Apa sebab? Sebab, tampaknya berbaur pula koleris yang ada dalam diri saya ini dengan melankolis. Tiba-tiba rasa percaya diri itu berubah menjadi was-was, tidak yakin, dan butuh persetujuan. Persetujuan yang sudah saya tanda tangani sebelum ini, sebetulnya. Operasi kecil yang akan dilakukan nanti malam. Lalu, di mesjid ini, menjelang datang waktu shalat ashar, saya berpikir-pikir lagi, seperti inikah kejadiannya? Bukan soal yang telah saya putuskan untuk tanda tangani tadi itu, tapi skenarionya seringkali berlaku seperti ini. Apa memang demikian betul Tuhan berkehendak? (Nah...mulai kan? :D ) 

Bingungkah, saya bercerita apa? Hehehe. Jadi ceritanya begini...

Yarsi, 01/10

Saya datang ke ruang THT untuk memeriksakan radang tenggorokan, hasil diagnosa dokter di puskesmas tempat sehari sebelumnya. Setelah makan obat dari puskesmas, ternyata tidak ada perubahan. Saya lalu memutuskan untuk datang ke yarsi sepulang sekolah. Oleh dokter spesialis tht di sini, saya justru didiagnosa dengan tonsil akut, (amandel). Padahal sejak SD, rasanya segala pantang 'anak amandel' sudah saya lakukan.  (read: bukan tinggalkan). Nah, kenapa, baru giliran saya makan segelas nutrisari dingin semua ini bermula. jiah.

Dokter spesialis THT itu lalu menyarankan agar tonsil yang masih menggantung di tenggorokan itu, dibuang saja. Sarang kuman, penyebab radang saja itu, katanya. Dulu sewaktu radang amandel waktu SD, saya memang telah disarankan dokter untuk mengangkatnya. Namun saat itu, saya tak siap mental. Setelah sembuh radangnya, tidak lagi demam, saya rasa aman pula, saya pikir balik ke dokter untuk operasi itu seperti langkah cari 'mati' saja. Sudah aman, kok mauu lagi ke dokter.  Maka efeknya itu adalah sekarang. Saat tak banyak lagi pasien tonsil yang seusia saya. Hahah. Sekarang pula, saya timbang sebagai waktu yang tepat. Di sekolah sedang ujian tengah semester, tak perlu 'bersuara' menjelaskan di depan kelas.

Yarsi, 9/10

Sepulang sekolah, saya kontrol lagi tapi tidak dengan dokter yang sama. Rencananya, jika direkomendasikan malam itu, saya siap untuk masuk kamar bedah siangnya. Karena dokter ybs akan berangkat seminar ke luar negeri malam itu, diundurlah 'agenda' saya. Jumat-nya saya balik lagi, dengan urusan administrasi yang sudah fix, sudah cek darah dan hasilnya oke, sudah 'booking kamar' inap, sudah puasa pula. Maka dipastikanlah jadwal 'pengangkatan' itu jam 9 malam. Setelah semua oke, barulah saya kabari orang di rumah, kabari ibu dan keluarga.

****
Saya sudah di ruang inap. Beberapa jam lagi akan masuk ruang berlampu merah itu. Deg-degan juga rasanya. Hahaha. Pikiran saya termakan isu, kalau operasi tonsil itu merusak jaringan dan pita suara, bisa ini dan itu, dan aneh-aneh saja. Tapi tak terlalu mengkhawatirkan, saya siap lahir bathin sepertinya. Jiah.

***
Malam itu, infus dipasang. Itulah kali perdana saya dipasangi infus. Alhamdulillah sebelumnya belum pernah dirawat di rumah sakit, apalagi pasang-pasang infus segala. Mungkin masih mengerikan. Tapi, tak mengapa, semua baik-baik saja. Satu jam jelang operasi, saya berganti kostum.

Saatnya tiba, saya didorong terlentang menghadap langit-langit lorong rumah sakit. OMG!! pengalaman itu seperti di film-film saja. Menikmati dentang-dentang roda tempat tidur itu bertemu dengan lantai keramik. Memasuki pintu ruang berlampu merah. Diangkat, dipindahkan ke ranjang berikutnya. Menjumpai orang-orang dengan baju hijau pekat, bertutup kepala, masing-masingnya tengah menyiapkan alat-alat yang terbuat dari besi/stenlis. Di ruang lain, terlihat kerumunan dokter dan perawat berbaju hijau, sedang melakukan operasi pula.

Dokter datang, ia mengucap assalamualaikum. Meraba nadi lengan kanan saya. Diusapnya kepala saya yang bertutup sesuatu berwarna biru itu, "Tak apa, jangan khawatir." katanya. hahaha. Saya memang mulai khawatir, dan berusaha tenang. Serasa digigit semut, dekat infus terasa. Rupanya sedang disuntikkan bius.  Saya menyaksikan semuanya. Ikut pula tersenyum mendengar cerita lucu perjuangan kuliah si dokter ke luar negeri. Setelah itu, tak sadar lagi.

Saya terbangun, jam dinding ruangan itu menunjukkan pukul 11 malam. Artinya pengaruh bius itu kira-kira satu setengah jam. Mungkin operasi hanya berlangsung beberapa menit saja, atau setengah jam paling lama. Setelah sadar, saya ditanya perawat di sana, "Adiknya dokter R ya?", saya jawab singkat, "ya". (suara susah keluar, tenggorokan terasa berat, tapi tidak sakit. hanya terasa berbeda saja. "kenapa tidak jadi dokter pula?" lanjutnya. Saya hanya tersenyum, "hehe". Lalu saya dibawa lagi ke ruang inap.

Terlelap, tapi terbangun tiap jam. Mulai terasa sakit di tenggorokan, tapi tak terlalu. Semalam di RS, saya kontrol dengan dokter, katanya baik-baik saja. Saya ditanya, 'mau pulang?", "iya pak", saya bergegas menjawab. haha. Cukuplah semalam di rumah sakit, perdana itu. Tak nak laahhhh.. kecuali nanti, saat saya memilih untuk melahirkan (amin) di rumah sakit. hehehe

**
Saya menuliskan pengalaman ini, karena merasa ingin berbagi saja dengan orang-orang dewasa yang takut, dan khawatir untuk diangkat tosilnya. Jika itu disarankan dokter, ada baiknya kita menurut Kawan..maka siapkanlah mental. Bukankah dokter telah diberikan ilmu yang cukup untuk itu. Tak repot. Siapkan pula administrasi dengan BPJS (promosi), :) . Siapkan waktu untuk istirahat. Insya allah baik-baik saja.

Saat menulis ini, saya masih makan bubur. Sehari sebelumnya masih minum susu. Sehari setelah ini, insya allah, perlahan mulai makan dengan nasi lunak, dan seperti biasa. Dan, enaknya, sekarang justru disiapkan es krim, banyak-banyak. haha. Perbanyak saja minum air putih. Tak perlu khawatir, oke?

2 comments:

Selendang Koto Gadang

Menyulam Pernah dengar Sulaman Koto Gadang?  Sulaman Koto Gadang, adalah sulaman spesifik Minangkabau yang berasal dari daerah K...