1.10.14

Berjodoh

Jodoh

Kali ini, saya tertarik mengomentari kata 'berjodoh'. Tampaknya beberapa waktu belakangan, kata ini begitu populer di telinga. Entah tertuju pada kawan, atau pada diri sendiri.

Dalam bahasa Arab, kata berjodoh barangkali yang lebih dekat adalah zauj-azwaj yang bermakna pasangan. Sedangkan dalam KBBI, jodoh adalah orang yang cocok menjadi suami atau istri; pasangan hidup; imbangan. Jodoh dalam makna lebih luas, berarti cocok dan tepat.

Maka jodoh bukanlah sebatas suami, atau istri. Karena pada kalimat-kalimat tertentu, kedua kata itu tidak digunakan secara semakna. Jodoh tidak hanya sekedar pasangan hidup. Dalam pembahasan hukum pernikahan, terdapat istilah ( زَوْجٌ ) atau ( بَعْلٌ ) untuk suami, dan ( زَوْجَةٌ ) atau ( امْرَأَةٌ ) untuk istri. Istilah-istilah itu berkonotasi “netral” tanpa ada penekanan sifat tertentu sebagaimana kata suami, istri, atau pasangan hidup dalam bahasa Indonesia. (eramuslim.com)

Persoalan menentukan pasangan hidup adalah hal yang bersifat pilihan. Seperti tersurat dalam Al quran : Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. (An-Nisa;4). Ini mengindikasikan bahwa menentukan pasangan hidup adalah pilihan, yang dengannya terdapat konsekuensi. Ada tanggung jawab terhadap pilihan tersebut. Untuk sementara, kita sepakat, Allah menentukan pasangan manusia, dan memberikan pilihan-pilihan kepada manusia tersebut untuk menjadi jodohnya.

Dalam pemahaman masyarakat umum, laki-laki berhak memilih calon istrinya. Dan, sejatinya seorang perempuan juga berhak memilih siapa yang ia rasa cocok dijadikan calon suami. Bahkan, seorang gadis diberikan hak untuk menentukan pilihannya, tanpa ada intervensi dari keluarga, mamak (saudara laki-laki ibu), atau saudara, dan lain sebagainya.

عن بن بريدة عن أبيه قال جاءت فتاة إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقالت ثم إن أبي زوجني بن أخيه ليرفع بي خسيسته قال فجعل الأمر إليها فقالت قد أجزت ما صنع أبي ولكن أردت أن تعلم النساء أن ليس إلى الآباء من الأمر شيء.
 (رواه ابن ماجه)
Dari Ibnu Buraidah dari ayahnya dia berkata: Seorang gadis datang kepada Nabi Saw. Kemudian ia berkata: Sesungguhnya ayahku menikahkan aku dengan putra saudaranya untuk mengangkat derajatnya melalui aku. Maka Nabipun menyerahkan keputusan itu pada gadis tersebut. Maka gadis itu berkata: Aku telah mengizinkan apa yang dilakukan ayahku, akan tetapi aku hanya ingin agar para wanita tahu bahwa para ayah tidak punya hak dalam urusan ini.  
(HR. Ibnu Majah dan An-Nasa’i).

 Dari hadis tersebut, dipahami bahwa perempuan memilik hak penuh menentukan pilihannya. Bahkan, saat menikah, adanya syariat talak. Ini mengindikasikan bahwa pilihan-pilihan tersebut juga berada di tangan manusia. Maka berjodoh, adalah atas upaya seseorang, laki-laki dan perempuan, bukan sekedar ketentuan Tuhan.

Berjodoh, dekat dengan kata sekufu. Dalam sebuah sumber dikatakan bahwa sekufu adalah sepadan, semisal, dan sesuai. Sepadan mencakup pada berbagai aspek. Adakalanya sepadan dalam hal fisik, laki-laki yang gagah akan berjodoh dengan perempuan cantik.

Berikut pandangan berbagai imam mazhab tentang sekufu:

Dalam Madzhab Hanafi yang dimaksud dengan sekufu adalah kesepadanan antara perempuan dan laki-laki dalam enam hal: Nasab, Islam, pekerjaan, merdeka atau budak, kualitas beragama, dan strata ekonomi.


Dalam Madzhab Maliki yang dimaksud dengan sekufu di sini adalah kesamaan (al-mumatsalah) dalam dua hal, yaitu kesamaan dalam kualitas beragama dimana seorang muslim harusnya berjodoh bukan dengan yang fasik, dan yang kedua kesamaan dalam kesehatan jasmani. Keterangan seperti ini bisa ditemukan dalam kitab Taj Al-Iklil (jilid 3, ha.  460)


Adapun dalam madzhab Syafi’i seperti yang dijelaskan dalam Al-Majmu’ (jilid 2, hal. 39) yang dimasuk dengan sekufu’ adalah kesamaan dalam empat hal; kesamaan dalam nasab, agama, strata sosial (merdeka atau budak), dan pekerjaan.


Sedangkan dalam madzhab Hanbali , Al-Mawardi dalam Al-Inshaf (jilid 8, hal. 108) sekufu’ yang dimaksud adalah kesamaan dalam lima hal: Agama, pekerjaan, strata ekonomi, status sosial (merdeka atau budak), dan nasab. (rumahfikih.com)


jodoh yang rumit
Bila sudah ada rasa hormat dalam hubungan yang dijaga, ada kesamaan dalam garis nasab (keluarga baik-baik), sama baiknya dalam hal agama, juga demikian dengan strata sosial, apalagi memiliki pekerjaan yang seide, sejalan dan bisa saling memahami, itulah mungkin yang dinamakan berjodoh. Berjodoh, mungkin bukan cinta. Entahlah nanti, setelah berjodoh itu akan ada cinta. 


Wallahu a'lam. Semua kriteria sekufu itu seakan terhapus entah karena alasan apa. Suatu kali, saya menemukan kisah seorang perempuan berani mengambil keputusan untuk menikah dengan pilihannya, dengan mengenyampingkan pilihan-pilihan orang tua. Sekalipun melintas batas usia. Berbagai alasannya. Apakah itu juga berjodoh? Pilihan yang dipilih si perempuan itu, memunculkan desas desus di lingkungannya. Adanya desas desus itu masihkah dapat disebut sekufu? 

Ataukah, demikian berlaku cinta? Cinta yang tak mengenal jauh dalam kamusnya, tak mengenal sulit dalam perjuangannya, hingga "demimu kita hadapi bersama segala halang merintang". Wallahu a'lam. Saya sebenarnya sangat penasaran dengan ending kisah ini. Hanya Allah saja yang tahu, apakah ini kehendakNya,  wajar saja orang tua tak menyetujui atau bagaimana. Apapun alasan dan cara menidakkan, jika Dia berkata "Ya", maka tak ada kata ketidak-normalan. Sebaliknya, berbagai upaya dilakukan agar berjodoh, sedang Dia menidakkan, tak akan pula pernah bersua.

Demikian, berjodoh.

3 comments:

  1. Setelah membaca tulisan "berjodoh" ini, tentu pembaca berharap secepatnya dapat undangan bertema pink dari si penulis ini... :)

    ReplyDelete
  2. Ihihihi.. Iyaa Iyaa. Si penulis jg berharap bs segera bagi2 undangan. Haha. Doainn broo..

    ReplyDelete
  3. saya terlambat balas...
    salah satu harapan terbesar saya juga di tahun ini...hey para koment pendahulu...

    ReplyDelete

Selendang Koto Gadang

Menyulam Pernah dengar Sulaman Koto Gadang?  Sulaman Koto Gadang, adalah sulaman spesifik Minangkabau yang berasal dari daerah K...