29.9.17

Mantan Perempuan Inspiratif

Aung San Suu Kyi. Penerima hadiah nobel perdamaian itu beberapa waktu lalu sempat ramai dibincangkan dunia. Pasalnya, sikap politis tokoh demokrasi Myanmar itu, dinilai tidak berpihak pada kemanusiaan. Ia diam di saat salah satu etnis minoritas di negaranya mendapat penindasan sistematis oleh etnis lainnya. Padahal, tahun 90-an justru ketika berada dalam penjara, ia menggaunggkan dan mendesak pemerintah Myanmar agar menerapkan keadilan dan penghormatan hak asasi manusia.

Berselang beberapa waktu sebelumnya lagi, Anniesa Hasibuan seorang desainer muslimah yang telah membawa nama Indonesia di panggung fesyen internasional, harus menerima status tersangka pada usianya yang masih 31 tahun ini. Sekian bilangan rupiah ia gelontorkan agar Indonesia turut serta dalam ajang bergengsi itu. Tentu bukan tindakan mudah, murahan atau bodoh yang ia lakukan demi persiapan semua  mimpinya tersebut. Namun sayangnya, kebijakan perusahaannya untuk menggunakan dana jamaah umroh untuk kepentingan pribadi itu, sangat tidak 'perempuan'.

Dari dunia politik, baru-baru ini kita dengar nama Rita Widyasari, bupati perempuan di daerah terkaya Indonesia -menurut salah satu media-, yang ditetapkan sebagai tersangka penerima gratifikasi oleh KPK. Sebelumnya, Rita adalah penerima penghargaan dari presiden karena dinilai berkomitmen tinggi atas pembangunan kesejahteraan keluarga dan kependudukan di daerahnya. Rita juga mendapatkan penghargaan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) sebagai tokoh inovatif dalam menciptakan kreativitas maupun usaha pembangunan, bidang pendidikan, sosial, kreativitas, hingga tercipta kesetaraan dalam gender. Ia menerima penghargaan sebagai wanita berpengaruh di Indonesia, yaitu kategori penghargaan Spesial Mention as Best Influential Women of The Year 2017.

Kalaulah bukan karena seorang yang 'inspiratif', tentu perempuan cantik ini tak akan menjadi bupati, lalu menerima berbagai penghargaan. Dan entah karena godaan setan yang bagaimana kita tak pernah tahu, ia melepaskan nama 'inspiratif'nya kini. 

Nama-nama ini adalah perempuan-perempuan hebat, pada masanya. Waktu dan keadaan membuktikan seberapa lama kehebatan itu bertahan. Dan media lah yang berperan melambungkan namanya, atau menjatuhkan lagi, dan menghapus mereka dari catatan sejarah.

Betapa  usaha dan kerja keraslah yang  telah dilakukan demi memperjuangkan apa yang mereka impikan. San Suu Kyi, melanjutkan mimpi ayahnya, Aung San. Dengan idealisme ia rela dipenjara. Tapi kasus Rohingya, memperlihatkan kepada dunia, 'masihkah' pantas ia tercatat sebagai penerima nobel perdamaian.


Sedangkan Anniesa, merintis karirnya dari titik nol. Tidak mudah baginya merintis bisnis travel dan desain pakaian hingga mencapai puncaknya, tercatat sebagai perempuan inspiratif, tak hanya Indonesia tapi dunia internasional. Lalu nama cemerlangnya kian pudar. Kesuksesannya sebagai desainer harus terhenti. (Terhenti: bukan berakhir. Karena kita tak pernah tahu, apakah musibah ini adalah akhir, atau ujian dan peringatan Tuhan terhadapnya.) Tapi doa dan kekecewaan 35.000 jemaah umroh yang belum diberangkatkannya, lebih menyedihkan.

Inspiratif
Jika kita runut lagi, tidak sedikit pula nama perempuan inspiratif, yang kemudian menjadi mantan. Saat mengikuti kasus Anggelina Sondakh, saya terpikir bagaimana anak-anaknya menjalani hidup. Ibu dalam penjara, dan ayahnya baru saja berpulang. Seperti apa kesedihan yang akan mewarnai hari-hari tumbuh dan berkembang mereka.
Aniesa Hasibuan, saat berpindah ruang dari istananya ke penjara, anaknya masih berusia tiga minggu. Tiga minggu! Hak apalah yang mungkin ia terima kemudian?
Lalu kita berpikir, apalah artinya sebuah label inspiratif, jika orang-orang terdekatnya tidak merasakan efek dari label itu.
Kalau begitu, setiap ibu yang melahirkan, mendidik, membesarkan dan memenuhi hak-hak keluarganya, itulah selayaknya mendapat label inspiratif. Dan, tentu saja jumlahnya banyak! Di setiap rumah, ada ibu yang berjuang untuk semua itu. Ada yang bahkan, dalam kesendiriannya, memerankan dua peran utama rumah tangga, menjadi ibu, sekaligus kepala keluarga.
Kalau begitu lagi, masihkah perlu ada ajang-ajang bergengsi pemilihan perempuan inspiratif itu? Logika kita tetap menjawab: Tentu saja. Jangan karena "marah ke tikus, lumbung dibakar". Tapi,, bukankah karena "nila setitik ini, telah rusak susu sebelanga."


Hhh.. Membincang perempuan itu, memang tak ada habisnya. Membaca realita, mencari idealnya, dan menemukan ketidakharmonisan semuanya. Bahkan, nama inspiratif pun kini telah menjadi mantan. Perempuan.

No comments:

Post a Comment

Selendang Koto Gadang

Menyulam Pernah dengar Sulaman Koto Gadang?  Sulaman Koto Gadang, adalah sulaman spesifik Minangkabau yang berasal dari daerah K...