18.3.12

Surat Pernyataan

Pernahkah Anda merasa tak nyaman dengan surat pernyataan yang mesti ditanda tangani?

Yap. Kadang kita perlu ikhlas dengan segala pekerjaan, (selagi HALAL), meskipun dengan berat hati menandatangani sebuah surat pernyataan yang (mungkin saja) tak mau/mudah dipenuhi.

Dua hari yang lalu saya menerima seberkas surat, tapi baru dibuka usai shalat maghrib tadi. Karena saya pikir, baru besok akan digunakan. Ada delapan lembarannya. Satu diantaranya pemberitahuan sebuah pekerjaan yang diamanahkan kepada saya. Satu lembar lainnya, berisi pernyataan. Nah, di sinilah yang jadi persoalan bagi saya. Rasanya, saya berada di anak tangga ketiga. Memandang ke atas masih 3 anak tangga lagi. Sedang menengok ke bawah, gamang pula rasanya.

Dalam surat pernyataan itu disebutkan:
....
bahwa saya:
1. menyadari hakekat dan kerahasiaan  ... (bla.bla.bla) sebagai tugas ....(bla.bla.bla) yang pelaksanaannya diserahkan kepada saya
2. akan memegang teguh kerahasiaan tersebut
3. tidak akan memberitahukan /menyampaikan atau membocorkan kepada siapapun segala sesuatu yang telah saya ketahui dan saya kerjakan dalam melaksanakan tugas, dengan cara apapun, baik langsung maupun tidak langsung. 
.....

Bagian tertentu yang saya garis bawahi, mungkin menarik untuk dibahas. Ya. Saia gamang sebetulnya untuk amanah ini. Sejak awal, saya tak hendak berbaur dengan urusan macam ini. Tapi takdir mengantarkan, bagaimana hendak menolak.

Siapa pula yang hendak menghancurkan segala sesuatu denga membocorkan. Saya pun tak berminat melakukannya. Seperti sebuah ujaran dalam al quran, "in uriidu ilal ishlah, mas tatha'tu" "saya hanya ingin (melakukan) kebaikan, tapi saya tak bisa/mampu". Ini seperti lingkaran setan. Semua bergaung mau membenahi. Tapi entahlah, saya tak yakin sampai ke denyut nadi mereka semua itu benar. Atau hanya pada posisi mereka sekarang itu, gaung mereka kuat-kuatkan. Biasalah, politik!

Bagaimana jika mereka di posisi lain. Posisi jelata. Jantung kencang, cemas dan harap yang tinggi. Apapun bisa jadi halal, jika tak benar menanam prinsip pada generasi-generasi binaan mereka. Bisa saja para politikus atas itu menetapkan. Lalu, karena takut tak tercapai target, bawahan satu anak tangganya, mengintervensi. Lalu mengintervensi lagi. Begitulah seterusnya. Hingga ke "surat pernyataan" yang mesti saya dan banyak orang lain tanda tangani ini. Hallaahh!

Itulah kenapa, bagi saya, jika hendak menghilangkan gatal, bukan obat gatalnya yang diperbanyak, tapi pohon-pohon berulat itu yang mesti ditebang. Tanam lagi pohon baru. Ya, jelas. Perlu kesabaran. Tapi saya tetap yakinkan diri, selagi bukan Tuhan yang benci, apa pula yang dicemaskan. "in lam yakun bika ghadab alayya, falaa ubaali.." -saya tak peduli-.

Apalagi yang bisa diperbuat oleh manusia-manusia sok idealis itu? Mau ia tinggalkan danau gara-gara keruh di tepian? Mau dihadang air gadang, sedang ia tak punya kapal seperti Nuh? Ah, jangankan kapal, sampan bocor pun ia tak punya.

Sudahlah.  Tak ada guna! Semoga kita bisa belajar dari tetangga -negara lain-. Tak ada yang membiarkan pohon berulat itu tumbuh bertahun-tahun. Suatu masa saya yang akan menebangnya. Tentunya, bersama orang-orang yang juga ingin menebang, dengan tenaga dan alat yang canggih, dengan ganti pohon / bibit yang bersih, demi buah terbaik dan bebas gatal / wabah pada sekitar.

Saya akhirnya,,,menanda tangani surat pernyataan itu.. -_-



No comments:

Post a Comment

Selendang Koto Gadang

Menyulam Pernah dengar Sulaman Koto Gadang?  Sulaman Koto Gadang, adalah sulaman spesifik Minangkabau yang berasal dari daerah K...