1.6.16

Perempuan Kepala Keluarga

Namanya Kak Del. Sore itu, Kak Del terlihat begitu aktif jepret-jepret pengunjung Kelok Sembilan, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Dengan hormat dan santun, ia mengatur posisi pengunjung, memunggungi jalan atau jembatan baru yang bergelung macam ular. Sesekali, ia mengarahkan agar sedikit bergeser ke kanan atau kiri.

Jepret! Kak Del memperlihatkan hasil jepretannya kepada beberapa orang ibu-ibu muda. Tidak terdengar jelas apa yang dibicarakan Kak Del dengan ibu-ibu itu. Yang jelas, setelah berbicara mereka terlihat mengangguk. Kak Del berjalan ke arah bahu jalan, sedikit memanjat batas besi pinggir jalan. Di jalan itu, telah berjejer beberapa motor dengan box di bagian belakangnya. Itulah motor, dengan fungsi stan cetak foto milik para fotografer Kelok Sembilan itu.

 
***

Box printer milik Kak Del
Kak Del adalah salah satu perempuan yang menjadi kepala keluarga di dalam rumah tangganya. Saya tidak tahu pasti, apa sebab, bagaimana kronologisnya ia kemudian menjadi kepala keluarga hari ini. Barangkali itu adalah privasi yang tabu ia ungkap, kepada saya yang baru ia kenali beberapa menit sebelumnya.

Kak Del memiliki seorang anak perempuan. Usianya kira-kira tujuh tahun, katanya. Anak semata wayang inilah yang menjadi kekuatannya melakukan apa saja demi kehidupan mereka berdua. Di samping ia tetap harus mengabdi kepada ibunya yang mulai tua.

Setiap pagi Kak Del berangkat dari rumahnya, yang berjarak lebih kurang setengah jam perjalanan motor, ke lokasi Kelok Sembilan itu. Rutinintas ini ia jalani baru sekitar dua bulan lalu. Bersama lima orang kawan lainnya, ia membentuk kelompok fotografer Kelok Sembilan. Meskipun belum berbentuk oganisasi resmi, saat ini para fotografer itu telah terlihat kompak dengan baju seragam Hitam-merah yang mereka gunakan.

Hari ini, menurut Ade- fotografer lainnya, ada sekitar 10 orang fotografer yang mangkal di sana. Karena hari sudah menjelang senja, "mereka sudah pada pulang," kata Ade. Dari 10 orang itu, ada tiga orang fotografer perempuan. Salah satunya adalah Kak Del.

"Saya termasuk yang awal-awal berdiri di sini," kata Kak Del.
"Saya mementingkan hasil", lanjut dia. Saya tak ingin nama fotografer Kelok Sembilan ini buruk, setelah pengunjung melihat foto-fotonya tak bagus, dan mereka bawa pulang sebagai kenang-kenangan.

Dalam sehari, Kak Del bisa mendapatkan lebih kurang sepuluh pelanggan foto, artinya sepuluh kali cetak. Biaya cetak foto ukuran besar (kertas A4), adalah 15ribu rupiah. Sedangkan ukuran kecil, harganya 10rb rupiah.

"Ini harga yang murah! Kawan-kawan fotografer di tempat wisata lain sampai marah ke kami", kata Kak Del lagi.

Menurut pengakuannya, ia pulalah yang mengajak kawan-kawannya untuk membuat baju seragam itu. Ia juga bertekad membentuk kesatuan, semacam organisasi. Dengan kelompok itu, mereka akan lebih terorganisir lagi. Ada asuransi, jaminan keselamatan kerja juga. Demikian ia berharap.

 ***
Sejak tahun 2000, Indonesia mulai memperhatikan keberadaan Perempuan sebagai kepala keluarga. Data dari Komnas Perempuan menyebutkan, alasan dibentuknya Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) adalah sebagai upaya mendokumentasikan kehidupan para janda di wilayah konflik, seperti Aceh.

Perempuan yang ditinggal mati suaminya di wilayah konflik jelas membutuhkan kepedulian bersama, khususnya negara.  Dalam PEKKA sendiri, selain janda yang ditinggal mati suaminya, juga termasuk istri yang memiliki pasangan hidup cacat tetap, atau perempuan yang menikah, dengan status tidak jelas, setelah ditelantarkan suaminya. Inilah fenomena yang ada saat ini. Mereka, adalah perempuan yang dititipi amanah menghidupi keluarganya. Dibebankan tanggung jawab sebagai pencari nafkah, pengelola rumah tangga, dan pengambil keputusan.

Menurut data Sekretariat Nasional PEKKA, perempuan kepala keluarga umumnya berada di usia 20–60 tahun. Mereka menghidupi antara 1-6 orang tanggungan. Sebagian dari mereka mengalami trauma karena tindak kekerasan dalam rumah tangga. Di antara mereka ada yang bekerja sebagai buruh tani, keryawan, dan sektor informal lainnya. Dan, Kak Del adalah salah satunya.


Apa yang bisa kita lakukan?
Membaca data tertulis dan melihat realitanya, tidak sedikit perempuan yang menjadi kepala keluarga di lingkungan sekitar kita. Mereka lebih memilih bekerja, -apa saja- agar tetap menjaga martabat keluarganya.
Apa jadinya, jika pilihan pekerjaannya adalah dunia tak baik?!

Membantu secara materi, mungkin bukan solusi bijak. Tapi membukakan lapangan kerja yang layak, atau ikut membantu mengembangkan usaha yang telah dirintisnya, bisa kita lakukan. Atau, memberikan pendidikan soft skill, keterampilan, agar ia mau berwirausaha. Bisa pula dengan berteman dan berbagi wawasan tentang hukum. Agar mereka tetap percaya diri pada peran dan posisinya di tengah masyarakat.

Keadaan menjadi kepala keluarga, tentu bukan keinginan mereka. Tapi bagaimana hendak menghadang takdir? Sedang mereka juga berhak sejahtera. 

No comments:

Post a Comment

Selendang Koto Gadang

Menyulam Pernah dengar Sulaman Koto Gadang?  Sulaman Koto Gadang, adalah sulaman spesifik Minangkabau yang berasal dari daerah K...