26.4.13

Bila Tunasnya yang Dipangkas, Entah Kapan Akan Berbunga



Tiba-tiba saya teringat Suara Kampus, ketika urusan ini menjadi rumit dan berbelit-belit. Ribet dan ribut.

Dulu, di Suara Kampus, kami terbiasa membagi pekerjaan. Tidak bercampur, berserakan sembarangan. Bila itu terkait dengan isu hangat dan momen tepat, Pemimpin Redaksilah yang berambisi. Dengan semangat, Pemred kumpulkan tim. Lalu dibicarakn isu hangat tersebut, dirumuskan, disiapkan jadi tabloid. Dibagilah tugas. Reporter langsung turun, mengumpulkan data, dan menulis berita. Berita sampai di redaksi, editor pula yang punya kerja. Sementara itu, lay outer susah berpusing dengan desain tabloidnya mengiringi topik/tema penerbitan. Pekerjaan terstruktur ini murni punya keredaksian, tidak balantak dengan kerja kepengurusan lembaga. Tidak merengek pula pada pengurus.  

Apa kerjanya pengurus? Jika akan penerbitan, Pemimpin Umum tidak pula kalah pusingnya. Bila pemred bilang siap terbit, bagaimanapun caranya, yang dana mestilah ada. Dimana didapat dana, itu menjadi urusan PU. Terserah, dari mana pun sumbernya, yang penting bisa terbit. Mau proposal penerbitan, mau iklan, atau menghutang sekalipun. Berpandai-pandailah, itu saja kesimpulannya.

Mau menyerah? Tidak. Tak sempat terdengar oleh saya, “maaf, ndak terfikirkan jalannya oleh saya”, dari para pemimpin organisasi mahasiswa itu. Oh ya, setidaknya, bagi kami, bila kata-kata itu hampir terucap, kami buru-buru tegak bersama. Ibaratkan rumah, yang puncak memanglah satu, namun tiang penyangganya ada banyak, setidaknya empat. Saya menghadap dengan satu tiang penyangga saja, lantas tuan menyerah. (?)
Atau, saya saja yang menganggap rumit dan besarnya urusan ini? Mungkin juga urusan ini tak penting bagi tuan. Ada banyak hal besar yang tuan pikirkan. Tapi, kita perlu sadari, rumah kayu kokoh itu bahkan bisa rubuh tersebab serangga kecil pemakan kayu. Semangat, bila tunasnya telah dipangkas, entah kapan akan berbunga.

Kali ini, di saat prestasi sudah terukir, mestinya kepercayaan itu ada. Maka permudahlah. Jangan dulu bicarakan honor. Bagi kami, rakyat kecil ini, prestasi dan semangat mereka itu tidak sebanding dengan rupiah belasan ribu itu. Sudahlah. Dulu, sangat jarang kami digaji untuk berita-berita itu. Tidak ada masalah. Penghargaan ada di tabloid. Tulisan itu ada di media, itulah prestasi.
Jika dialasankan dengan anggaran terbatas dan tidak terdapat dalam ini dan itu, ah, logisnya, mana mungkin bisa terbit empat kali dengan anggaran hanya untuk dua kali saja? Di situ dibutuhkan keberanian dan kreatifitas. Sekali lagi, Keberanian dan Kreatifitas, itu poin penting yang harus dimiliki pimpinan.

Ah, tuan.. Tuan ingin yang lebih baik, tapi banyak tapinya. Prinsipnya Tuan, tidak ada perubahan/prestasi yang tidak butuh pengorbanan. Tuan korban keberanian, pikiran, dan atau pundi-pundi, bila benar inginkan mereka bertabur prestasi. Namun, sekali lagi, bila tunasnya saat ini yang dipangkas, saya, mungkin juga mereka, tak berani utarakan dan sampaikan semua itu menjadi bunga, menjadi prestasi. Lelah. (*)

2 comments:

  1. Waduuh,, demikian ribetnya kah sista..?
    Mudah2an si tucuk (tuan pucuk) baca postingan inti yah..

    ReplyDelete
  2. Saraso ma-lap paluah tiga tahun yang lalu kok dibaco itu. Ganbatte :)

    ReplyDelete

Selendang Koto Gadang

Menyulam Pernah dengar Sulaman Koto Gadang?  Sulaman Koto Gadang, adalah sulaman spesifik Minangkabau yang berasal dari daerah K...