8.4.13

Dari Hujan ke Bakso Tikus

Dua hari di Padang, aduhai  kota tepi pantai ini telah berubah beku. Membuat langkahku kaku. Kaki lalu terseret satu-satu. Tapi siang itu, di hari Minggu, kami tak lagi beku. Tepatnya pikiran kami dihangatkan oleh ilmu dan cerita-cerita lainnya. 

Dosenku berbagi cerita tentang banyak hal di luar materi kami, bahasa. Dia bercerita tentang nasi padang dan warung tegal. Juga tentang bakso asli dan campuran daging aneh. Hasilnya, rekomendasi untuk makan di resto mahal atau bawa bekal sendiri demi keamanan diri.

Nah, sebagai catatan kuliah, baiklah, saia akan bagikan di sini.
Pertama tentang nasi padang dan warung tegal. Adakah yang tahu persamaan sekaligus perbedaannya?
Persamaan, tentunya sama-sama warung makan. Yang satu dengan embel-embel daerah Padang, satu lagi nama daerah Tegal.
Perbedaannya? Perbedaannya juga kentara sekali.
Ya, dari segi harga, saku mahasiswa -ekstra biasa- lebih pas sama warung tegal. Katanya, nasi padang lebih mahal. Ada juga yang bilang, dari kebersihan dan bahan pokoknya berbeda. Dari kualitasnya, kira-kira begitu. Wallahu a'lam juga sih ya, saia ga mau aja ada unsur SARA di sini.

Ada lagi cerita, katanya beberapa waktu lalu, ada isu kalau bakso di suatu tempat di kota X dicampur dengan daging kera, daging ular, juga ada yang daging tikus. Ihhh....ngeri, ngebayanginnya. Campuran itu diketahui dari pelanggan yang menemukan ekor tikus dalam bakso yang dia makan. *isssyyyy...*


Tapi, sebagai pembelajaran buat kita-kita, demi keamanan perut, kalau mau makan ada baiknya memperhatikan tips berikut:
1. mau makan di mana saja, mau warteg atau nasi padang, perhatikan dulu kebersihan tempatnya, orang yang jual. Sesekali, 'mampirlah' ke dapur tempat mereka memasak makanan itu. Biasanya, bersihnya dapur mencerminkan bersihnya makanan yang dimasak dan juga orang yang memasaknya.

2. Hati-hati dengan makanan pinggir jalan. Jajanan enak lagi murah, itu perlu diragunakan kehalalannya. Baik atau tidaknya. Mana ada sih, modal makanan murah yang rasanya bersaing, kalau bukan karena 'sesuatu'. Nah, sesuatu itu bisa jadi melepaskan filter 'halal' cap MUI. Boleh jadi memang ada cap MUI. Tapi siapa yang menjamin, kualitas 'halal' itu dilakukan mereka sepanjang waktu. Atau, dapat lisensi dari BPOM tentang aman/sehat tidaknya. Toh, ada saja kemungkinan setelah dicek, akan ada 'sesuatu' lagi.

Khusus untuk bakso, mari meneliti, mencari tahu, warung bakso mana yang bebas borak mana yang tidak. Setidaknya, jika akan memakan bakso 'luar' juga, hindari bakso yang terlalu kenyal. Orang sekarang harga daging 90ribu rupiah per kilogram, ya, ga mungkin bakso segede gitu, isinya daging sekian persen. Mungkin saja ada pengenyal dan 'sesuatu'. Katanya, lebih baik sih, bikin bakso sendiri. Search di internet resep membuat bakso. Belanja sendiri bahan-bahannya. Mengetahui kualitas bahan tersebut, tentu lebih savety. Walaupun, secara rasa, saya yakin tak akan seenak di warung-warung bakso kenamaan di kota kita.

3. Yang ini, agak gimana ya. Pilihlah tempat makan yang terpercaya, berkualitas dan terjamin kehalalannya. Atau lebih baik bawa bekal sendiri. Karena, fastfood kebanyakan, mengkhawatirkan. Rawan lemak yang memicu kanker lah, rawan halal cara semblihnya, rawan kecocokan dengan perut 'pribumi' macam saia ini. Hahahaha.

Yah,  okelah. Segitu dulu ceritanya. Dari hujan sampai ke bakso tikus toh? :D
Tetap hati-hati soal makanan ya. 





No comments:

Post a Comment

Selendang Koto Gadang

Menyulam Pernah dengar Sulaman Koto Gadang?  Sulaman Koto Gadang, adalah sulaman spesifik Minangkabau yang berasal dari daerah K...