18.7.12

Indah



Siapalah yang tak akan menyebut indah, jika melihat dua orang tua bersahabat. Kira-kira barapk tua itu sudah berusia diatas 60 tahun. Yang satu menyetir mobil, angkotnya. Bapak satunya lagi duduk di sampingnya. Mereka berbincang, bercerita, sesekali tergelak, dan terlihat damai. Indah sekali. 

Di sebuah persimpangan terminal di kotaku, untuk kedua kalinya, aku memperhatikan pelangi yang muncul di langit kota. Pertama, ketika sepulang sekolah, aku melihat lukisan alam itu melingkar di atas bangunan lantai dua, rumah makan. Tidak satu, tapi dua. Dua lingkaran pelanginya. Sungguh indah saat itu. Kali ini, aku melihat pelangi melingkar di kaki Gunung Singgalang. Terlihat di belakang toko mainan depan sebuah SMA negeri unggulan kotaku. Sungguh indah.

Dalam perjalanan batas kota, asap kelabu menyembul dari puncak datar Gunung Merapi. Sedikit. Sedikit. Mengembang. Berubah warna. Menyebar. Dan pudar. Indah sekali tampaknya warna asap letusan gunung itu keluar gagah dari gunung biru yang juga tampak gagah. Dipadu dengan warna langit biru cerah, dan bersisik-sisik lukisan awannya. Sungguh menakjubkan. 

Berada di perbatasan dua gunung ternama di ranah Andalas ini, memberikan pesona lain. Telaga yang ditumbuhi enceng gondok, sebagiannya memantulkan puncak gunung yang gersang itu. 

Ke sisi lain memandang, lihatlah para petani sudah berada di ladang mereka semenjak subuh. Kali ini, mereka memanen daun bawang. Membuang bagian luar daun yang sudah membusuk. Menyiangi. Menumpuk yang sudah bersih. Berlima mereka bekerja. Terlihat dua orang perempuan paruh baya, dua orang pemuda, dan satu anak kecil. Barangkali itu anak si petani, yang sudah libur menyambut Ramadhan. Dua orang ibu itu berbincang, berdiri sambil terus menyiangi daun bawang. Wajah mereka riang. Indah sekali. 

Tak jauh dari pemandangan penuh keakraban itu, lihatlah, lagi-lagi ada pelangi. Kali ini ia melingkar tak penuh 180 derjat, di atas bukit yang memagar Padang Panjang. Meski tak utuh, warna bias air itu tetap terlihat indah di langit berawan cerah. 

Ada dua yang tak indah dalam perjalanan pagi ini. Satu, sebuah truk terjun ke jurang. Tahukah, ini kali ketiga setahun terakhir bus/truk jatuh di tempat itu. Belum lagi sebulan batas jalan itu diperbaiki, kini sudah retak dan pecah, ditembus truk. Betapa tidak damainya mereka yang tinggal di rumah di bawah jurang itu. Cemas.
Kedua, sangat tak indah menyaksikan kerumunan orang di penurunan menuju kota. Baru saja terjadi kecelakaan di sisi kiri jalan ini. Tampak tiga orang polisi berseragam  coklat dan rompi berbis hijau stabilo, terang. Satu diantara mereka memegang kertas, pena, dan sebuah alat komunikasi khas polisi. Barangkali, roger pula namanya. Tak indah. Orang-orang tampak sibuk, cemas, ramai, riuh. 

Bagaimana sebetulnya kita menilai sebuah keindahan? Bisakah indah itu dilihat pada sebuah  persahabatan? Indah juga kasih sayang yang tulus. Indah adalah kedamaian. Indah, adalah sesuatu yang tak biasa, yang membuat orang-orang jenuh dengan kebiasaan itu. Indah sebetulnya adalah sudut pandang. Bagaimana kita melihat segalanya menjadi indah, tersebab dari hati yang menyiapkan diri memandang dengan indah. Keindahan yang tak tampak seperti pelangi-pelangi itu, menjadi tampak pada persahabatan dua orang tua. Indah itu adalah bentuk kesyukuran yang berasal hati manusia yang menyebabkan kedamaian.

 ^__^



No comments:

Post a Comment

Selendang Koto Gadang

Menyulam Pernah dengar Sulaman Koto Gadang?  Sulaman Koto Gadang, adalah sulaman spesifik Minangkabau yang berasal dari daerah K...