Siapalah yang tak akan menyebut indah, jika melihat dua
orang tua bersahabat. Kira-kira barapk tua itu sudah berusia diatas 60 tahun.
Yang satu menyetir mobil, angkotnya. Bapak satunya lagi duduk di sampingnya.
Mereka berbincang, bercerita, sesekali tergelak, dan terlihat damai. Indah
sekali.
Di sebuah persimpangan terminal di kotaku, untuk kedua
kalinya, aku memperhatikan pelangi yang muncul di langit kota. Pertama, ketika
sepulang sekolah, aku melihat lukisan alam itu melingkar di atas bangunan
lantai dua, rumah makan. Tidak satu, tapi dua. Dua lingkaran pelanginya. Sungguh
indah saat itu. Kali ini, aku melihat pelangi melingkar di kaki Gunung Singgalang.
Terlihat di belakang toko mainan depan sebuah SMA negeri unggulan kotaku. Sungguh
indah.
Dalam perjalanan batas kota, asap kelabu menyembul dari
puncak datar Gunung Merapi. Sedikit. Sedikit. Mengembang. Berubah warna. Menyebar.
Dan pudar. Indah sekali tampaknya warna asap letusan gunung itu keluar gagah
dari gunung biru yang juga tampak gagah. Dipadu dengan warna langit biru cerah,
dan bersisik-sisik lukisan awannya. Sungguh menakjubkan.
Berada di perbatasan dua gunung ternama di ranah Andalas
ini, memberikan pesona lain. Telaga yang ditumbuhi enceng gondok, sebagiannya
memantulkan puncak gunung yang gersang itu.
Ke sisi lain memandang, lihatlah
para petani sudah berada di ladang mereka semenjak subuh. Kali ini, mereka
memanen daun bawang. Membuang bagian luar daun yang sudah membusuk. Menyiangi. Menumpuk
yang sudah bersih. Berlima mereka bekerja. Terlihat dua orang perempuan paruh
baya, dua orang pemuda, dan satu anak kecil. Barangkali itu anak si petani,
yang sudah libur menyambut Ramadhan. Dua orang ibu itu berbincang, berdiri
sambil terus menyiangi daun bawang. Wajah mereka riang. Indah sekali.
Tak jauh dari pemandangan penuh keakraban itu, lihatlah,
lagi-lagi ada pelangi. Kali ini ia melingkar tak penuh 180 derjat, di atas bukit
yang memagar Padang Panjang. Meski tak utuh, warna bias air itu tetap terlihat indah
di langit berawan cerah.
Ada dua yang tak indah dalam perjalanan pagi ini. Satu,
sebuah truk terjun ke jurang. Tahukah, ini kali ketiga setahun terakhir
bus/truk jatuh di tempat itu. Belum lagi sebulan batas jalan itu diperbaiki,
kini sudah retak dan pecah, ditembus truk. Betapa tidak damainya mereka yang
tinggal di rumah di bawah jurang itu. Cemas.
Kedua, sangat tak indah menyaksikan kerumunan orang di
penurunan menuju kota. Baru saja terjadi kecelakaan di sisi kiri jalan ini.
Tampak tiga orang polisi berseragam
coklat dan rompi berbis hijau stabilo, terang. Satu diantara mereka
memegang kertas, pena, dan sebuah alat komunikasi khas polisi. Barangkali,
roger pula namanya. Tak indah. Orang-orang tampak sibuk, cemas, ramai, riuh.
Bagaimana sebetulnya kita menilai sebuah keindahan? Bisakah indah
itu dilihat pada sebuah persahabatan?
Indah juga kasih sayang yang tulus. Indah adalah kedamaian. Indah, adalah
sesuatu yang tak biasa, yang membuat orang-orang jenuh dengan kebiasaan itu.
Indah sebetulnya adalah sudut pandang. Bagaimana kita melihat segalanya menjadi
indah, tersebab dari hati yang menyiapkan diri memandang dengan indah.
Keindahan yang tak tampak seperti pelangi-pelangi itu, menjadi tampak pada
persahabatan dua orang tua. Indah itu adalah bentuk kesyukuran yang berasal
hati manusia yang menyebabkan kedamaian.
^__^
No comments:
Post a Comment