Danau Maninjau terlihat dari Puncak Lawang |
Seorang
teman meminta saya memvisualisasikan keindahan Danau Maninjau lewat kata-kata.
Barangkali, ada banyak tulisan di internet yang lebih mantap dan jelas
visualisasinya. Tapi, yang saya tuliskan ini gambaran sebagai ‘urang danau’,
saja.
Bagi
saya Maninjau itu sejak 24 tahun yang lalu selalu terlihat indah. Apapun yang
terjadi padanya. Setelah dinding-dinding bukitnya tergores longsor akibat gempa
2009 lalu, ia kini kembali cantik. Gores-gores itu kini kembali ditumbuhi
tanaman, hijau. Yang jelas, suasana ‘Danau Kawah’-nya masih terasa.
Saya
ingat pernah membaca sebuah kutipan kalimat HAMKA, -asli dari Nagari Sungai
Batang, Maninjau- yang menyatakan, banyak pun negeri yang didatanginya,
Maninjau tetaplah yang paling indah.
Barangkali
orang-orang yang datang berkunjung, atau sekedar lewat pun sepakat menyebut
Maninjau itu danau yang indah. Maka, tepatlah kiranya warga Maninjau dan
mungkin juga pemerintah daerah saat itu, menetapkan sebuah area hotel / lokasi
wisata tepat di dekat kantor Camat Maninjau, bernama Maninjau Indah.
Jika
datang dari arah Matur, Puncak Lawang, Ambun Pagi, kita akan menyaksikan Danau
Maninjau seperti sebuah kawah. Kawah besar yang terisi air dalam sebuah gunung.
Konon, Danau Maninjau terbentuk memang karena letusan gunung berapi. Gunung itu
bernama Gunung Tinjau.
Ketika
kanak-kanak dulu, seorang tua menceritakan kepada saya Legenda Danau Maninjau. (akan
diceritakan di bagian lain J )
Seperti
sebuah kawah, bagian tepi danau dikelilingi bukit. Akses menuju Maninjau pun, menuruni sebuah
bukit. Adalah empat puluh empat kelok / liku yang akan dilewati menuju Pasar
Maninjau.
Ambun
Pagi merupakan bagian tertinggi diantara bukit-bukit yang mengitari Danau Maninjau.
Ke kiri memandang tampak sederetan bukit yang berbelakangan dengan daerah
Malalak, Gunung Singgalang, dan Pariaman.
Diantara
bukit itu ada yang bernama Bukik Kuduak Bantiang. Disebut demikian, karena
bentuk bukit itu memang seperti pundak sapi/banteng. Bagian melingkar ke kanan
lagi, ada bukit W. Puncak bukit ini memang menyerupai huruf W. Sampai di bukit
yang berseberangan langsung dengan daerah puncak kelok-kelok ini, tepat pertemuan
dua bukit yang di sanalah akses keluar dari Maninjau arah ke Lubuk Basung.
Sedang
ke kanan menengok, berjejerlah perbukitan daerah Palembayan, dan berbatas
dengan daerah Palupuah. Saya tidak tahu pasti nama-nama bukit daerah tersebut.
Hanya saja, ada sebuah daerah di kaki bukit arah Nagari Pasa Rabaa, Pakan Akaik
dan Bayur itu bernama Data. Sementara daerah tersebut terletak di perbukitan.
Melihat
ke tepi-tepi danau ada dua buah pulau kecil di daerah Muko-muko. Di perairan
Pakan Akaik, Akaik Nan Koto, juga ada sebuah pulau kecil, bernama Pulau
Tungkuih Nasi. Dinamakan demikian karena memang pulau itu menyerupai bentuk
bungkusan nasi khas yang dibawa orang yang pergi berburu. Tidak ada yang hidup
menetap di pulau tersebut. Cuma sekedar persinggahan menggunakan motor boat
atau perahu saja. Sekedar sebagai aset / objek wisata.
Suasana
pagi hari, kita bisa menikmati keindahan danau seperti air panas yang beruap.
Mandilah di waktu subuh, tidak terasa dinginnya. Tapi, jika mandi pukul sembilan
ke atas, dingin rasa airnya. Sampai menjelang siang, air akan tetap tenang.
Suasana
tengah hari, danau biasanya masih terlihat tenang. Damai. Bukit-bukit biru,
memantul ke air danau. Dari arah atas bukit akan terlihat warna putih di bagian
tengah danau, pantulan dari awan atau mungkin warna asal dari dalam danau.
Sedang
jika menikmati sore di tepi danau, lihatlah airnya mulai beriak. Angin berhembus.
Orang-orang banyak berada di ‘air’nya. Di tepiannya. Mandi, mencuci, atau
sekedar mematut keramba, menarik jala dan mengamati ikan.
Kita
bisa menyaksikan bapak –bapak mendayung sampan dari tepian danau. Duduk di atas
batu tepi danau. Atau, naiklah rakit-rakit yang terbuat dari bambu itu, merapat
ke keramba. Duduk bersila di dalam pondok tengah keramba. Indahnya danau makin
terasa.
Semakin
senja, riak air semakin terasa. Keramba akan bergoyang. Di langit kelelawar
berterbangan dari dalam rimba perbukitan. Berkicauan bunyi burung. Riuh rendah
bunyinya.
Matahari
beranjak dari sisi satu danau ke sisi seberangnya. Beranjak dari belakang bukit
Kelok-Kelok, lalu meninggi, turun dan tenggelam di balik bukit batas antara
daerah Pandan dan Muko-Muko. Di sisi itu celah terakhir matahari akan menyirami
danau. Cahaya senjanya akan memanjang membentuk garis berwarna kuning keemasan
atau orange, membelah danau.
Dulu,
kita bisa menyeberangi danau, menikmati keindahannya dari Muko-muko sampai ke
dermaga Sungai Batang. Bisa juga berputar ke Maninjau Indah. Tapi sekarang,
dermaga di Sungai Batang sudah lenyap. Tak ada kayu dan pelabuhan kecilnya
lagi. Mungkin di Maninjau Indah, Pasar maninjau, masih tersisa. Saya sudah
jarang menyaksikan orang-orang berperahu atau motorboat. Terakhir, Lebaran
tahun lalu masih, entahlah untuk tahun ini.
Nimiasata_2012
No comments:
Post a Comment