5.7.12

Maninjau


Danau Maninjau terlihat dari Puncak Lawang


Seorang teman meminta saya memvisualisasikan keindahan Danau Maninjau lewat kata-kata. Barangkali, ada banyak tulisan di internet yang lebih mantap dan jelas visualisasinya. Tapi, yang saya tuliskan ini gambaran sebagai ‘urang danau’, saja. 

Bagi saya Maninjau itu sejak 24 tahun yang lalu selalu terlihat indah. Apapun yang terjadi padanya. Setelah dinding-dinding bukitnya tergores longsor akibat gempa 2009 lalu, ia kini kembali cantik. Gores-gores itu kini kembali ditumbuhi tanaman, hijau. Yang jelas, suasana ‘Danau Kawah’-nya masih terasa. 

Saya ingat pernah membaca sebuah kutipan kalimat HAMKA, -asli dari Nagari Sungai Batang, Maninjau- yang menyatakan, banyak pun negeri yang didatanginya, Maninjau tetaplah yang paling indah. 

Barangkali orang-orang yang datang berkunjung, atau sekedar lewat pun sepakat menyebut Maninjau itu danau yang indah. Maka, tepatlah kiranya warga Maninjau dan mungkin juga pemerintah daerah saat itu, menetapkan sebuah area hotel / lokasi wisata tepat di dekat kantor Camat Maninjau, bernama Maninjau Indah. 

Jika datang dari arah Matur, Puncak Lawang, Ambun Pagi, kita akan menyaksikan Danau Maninjau seperti sebuah kawah. Kawah besar yang terisi air dalam sebuah gunung. Konon, Danau Maninjau terbentuk memang karena letusan gunung berapi. Gunung itu bernama Gunung Tinjau. 

Ketika kanak-kanak dulu, seorang tua menceritakan kepada saya Legenda Danau Maninjau. (akan diceritakan di bagian lain J )

Seperti sebuah kawah, bagian tepi danau dikelilingi bukit.  Akses menuju Maninjau pun, menuruni sebuah bukit. Adalah empat puluh empat kelok / liku yang akan dilewati menuju Pasar Maninjau.

Ambun Pagi merupakan bagian tertinggi diantara bukit-bukit yang mengitari Danau Maninjau. Ke kiri memandang tampak sederetan bukit yang berbelakangan dengan daerah Malalak, Gunung Singgalang, dan Pariaman. 

Diantara bukit itu ada yang bernama Bukik Kuduak Bantiang. Disebut demikian, karena bentuk bukit itu memang seperti pundak sapi/banteng. Bagian melingkar ke kanan lagi, ada bukit W. Puncak bukit ini memang menyerupai huruf W. Sampai di bukit yang berseberangan langsung dengan daerah puncak kelok-kelok ini, tepat pertemuan dua bukit yang di sanalah akses keluar dari Maninjau arah ke Lubuk Basung. 

Sedang ke kanan menengok, berjejerlah perbukitan daerah Palembayan, dan berbatas dengan daerah Palupuah. Saya tidak tahu pasti nama-nama bukit daerah tersebut. Hanya saja, ada sebuah daerah di kaki bukit arah Nagari Pasa Rabaa, Pakan Akaik dan Bayur itu bernama Data. Sementara daerah tersebut terletak di perbukitan. 

Melihat ke tepi-tepi danau ada dua buah pulau kecil di daerah Muko-muko. Di perairan Pakan Akaik, Akaik Nan Koto, juga ada sebuah pulau kecil, bernama Pulau Tungkuih Nasi. Dinamakan demikian karena memang pulau itu menyerupai bentuk bungkusan nasi khas yang dibawa orang yang pergi berburu. Tidak ada yang hidup menetap di pulau tersebut. Cuma sekedar persinggahan menggunakan motor boat atau perahu saja. Sekedar sebagai aset / objek wisata.
Suasana pagi hari, kita bisa menikmati keindahan danau seperti air panas yang beruap. Mandilah di waktu subuh, tidak terasa dinginnya. Tapi, jika mandi pukul sembilan ke atas, dingin rasa airnya. Sampai menjelang siang, air akan tetap tenang.

Suasana tengah hari, danau biasanya masih terlihat tenang. Damai. Bukit-bukit biru, memantul ke air danau. Dari arah atas bukit akan terlihat warna putih di bagian tengah danau, pantulan dari awan atau mungkin warna asal dari dalam danau. 

Sedang jika menikmati sore di tepi danau, lihatlah airnya mulai beriak. Angin berhembus. Orang-orang banyak berada di ‘air’nya. Di tepiannya. Mandi, mencuci, atau sekedar mematut keramba, menarik jala dan mengamati ikan. 

Kita bisa menyaksikan bapak –bapak mendayung sampan dari tepian danau. Duduk di atas batu tepi danau. Atau, naiklah rakit-rakit yang terbuat dari bambu itu, merapat ke keramba. Duduk bersila di dalam pondok tengah keramba. Indahnya danau makin terasa. 

Semakin senja, riak air semakin terasa. Keramba akan bergoyang. Di langit kelelawar berterbangan dari dalam rimba perbukitan. Berkicauan bunyi burung. Riuh rendah bunyinya.
Matahari beranjak dari sisi satu danau ke sisi seberangnya. Beranjak dari belakang bukit Kelok-Kelok, lalu meninggi, turun dan tenggelam di balik bukit batas antara daerah Pandan dan Muko-Muko. Di sisi itu celah terakhir matahari akan menyirami danau. Cahaya senjanya akan memanjang membentuk garis berwarna kuning keemasan atau orange, membelah danau.

Dulu, kita bisa menyeberangi danau, menikmati keindahannya dari Muko-muko sampai ke dermaga Sungai Batang. Bisa juga berputar ke Maninjau Indah. Tapi sekarang, dermaga di Sungai Batang sudah lenyap. Tak ada kayu dan pelabuhan kecilnya lagi. Mungkin di Maninjau Indah, Pasar maninjau, masih tersisa. Saya sudah jarang menyaksikan orang-orang berperahu atau motorboat. Terakhir, Lebaran tahun lalu masih, entahlah untuk tahun ini. 

Nimiasata_2012

No comments:

Post a Comment

Selendang Koto Gadang

Menyulam Pernah dengar Sulaman Koto Gadang?  Sulaman Koto Gadang, adalah sulaman spesifik Minangkabau yang berasal dari daerah K...