7.12.11

Catatan HUT LPM SK ke 33 (dari sesenior :D )

Pahit Manis Bergumul Bersamaan (Refleksi 33 Th Suara Kampus)
Catatan: Abdullah Khusairi


Sungguh, saya tak berharap jadi romantisme murahan. Mendadak menangis di hadapan sebuah majelis pada dasarnya memalukan. Apa boleh buat, ia keluar sendiri. Tenggorokan tercekat, lidah kelu. Jiwa saya bergetar. Entah, saya sendiri tak mengerti.

"Bung ikut acara LPM Suara Kampus, ya. Semua sudah ada agenda. Saya sedang urus Pak Biro (Amrul Wahdi) berobat ke Malaka," ujar Pembantu Rektor II, Prof. Dr. H. Salmadanis, M.Ag, beberapa jam sebelum saya mendadak sentimentil itu.

"Siap. Saya akan hadir Prof," jawab saya tegas. Meyakini pimpinan, bagi saya, salah satu tugas, untuk melaksanakan tugas dari pimpinan.

Sabtu (3/12) saya memang tak begitu sibuk, namun ada beberapa agenda. Rencananya, saya tetap akan acara Ultah LPM Suara Kampus walau sedikit terlambat. Karena agenda tabrakan dengan yang lain dan selisih waktu di perjalanan.

Syukurlah, saya dapat mengejar tenggat waktu dalam perjalanan ---tidak kebut-kebut amat lho. Sampai di aula acara segera dimulai. Saya jadi tepat waktu. Alhamdulillah.

Baru saja duduk, saya langsung dipanggil Master of Ceremony (MC) untuk maju ke mimbar. Memberi sambutan 33 Tahun dari pembina. Insya Allah, maju mendadak begitu memang tak membuat saya kelu. Karena sudah terbiasa. Dan sudah tahu apa yang mesti dibicarakan.



Titik Nadir

Setelah "membuka kata" dan basa-basi kepada yang hadir, ketika itulah saya berada di titik nadir. Sebuah emosi yang tak dapat saya ungkapkan dengan kata-kata. Kata-kata tak mampu mewakili perasaan saya, kecuali ekspresi dan air mata.

"Hampir saja terjadi hujan," celetuk Founding Fathers Suara Kampus, Shofwan Karim.

Memang. Suara Kampus bagi saya memang memiliki arti besar. Meminjam istilah Maifil Eka Putra (Pengurus Suara Kampus, 1994-1997), ada noktah sejarah hidup di sini. Yang tak mungkin terhapus apalagi dilupakan.

Inilah romantisme terhadap masa lalu yang paling terasa hebat dalam hidup saya. Sehingga harus sedikit terguncang ketika kembali ke masa itu. Sebuah masa dimana gelora muda sedang tumbuh mekar. Belajar tentang seluruh hal. Lalu memaknainya menjadi kedewasaan. Hingga khatam 160 SKS di Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah 2000, ada sejarah pahit dan manis bercampur aduk. Rasa Nano-Nano.

Pahit. Harus belajar tanpa henti dengan keterbatasan fasilitas. Memakai istilah Sheiful Yazan, seperti pendulum, keterbatasan biasanya membangun kreativitas. Akan terjadi sebaliknya, tapi itu tak baik bagi "kesehatan" seorang aktivis. Fasilitas yang lengkap tak menjamin seseorang bisa kreatif. Penyakit gila nomor 33 --- seperti itu gaya Andrea Hirata dalam menulis --- menertawakan nasib yang buruk salah satu keniscayaan bagi orang yang belum kalah.

Manis. Bisa berada di dalam kampus dan menjadi bagian yang mesti diikutsertakan. Yang termanis, saya bisa wawancara dengan Amien Rais waktu itu. Ah, kawan, bangga nian saya waktu itu. Terima kasih buat Ketua Senat Fakultas Adab waktu itu, Kartika Roni (Kini, anggota dewan di Tembilahan sana).

Ketika ditunjuk beberapa kali menjadi pembina, saya selalu memosisikan membina teman-teman yang jadi pengurus. Tanpa ingin mengintervensi, saya selalu memberi inspirasi dan motivasi. Beberapa kali saya ceritakan tentang kehidupan saya dan teman-teman di Suara Kampus sepanjang tahun 1995 - 2000. Semoga tak muak untuk itu. Walau kadang saya, terkesan narsis. Tapi tak apa, narsis kadang-kadang baik untuk "kesehatan." He he.

Dan meletusnya "bisul orde baru" ketika sedang menjadi mahasiswa, kami sedikit berbangga diri disebut terlibat menjadi aktivis 98. Kata Muhammad Nasir (Sekretaris Suara Kampus, 1999-2000), "reusliting demokrasi" telah terbuka. Semuanya menjadi buncah. Bebas. Hidup reformasi! Begitu teriak kami.

Menjadi aktivis pers kampus, bisa ikut pelatihan hingga ke "tumit Sumatera" di Lampung sana, adalah nostalgia. Tentu saja, ini manis dikenang. Dan pengurus hari ini, akan mengenangnya dalam sepuluh tahun mendatang.

Saya selalu nyinyir. Mungkin menjadi benci bagi teman-teman pengurus hari ini. Nyinyir untuk mereka, bukan untuk saya. Nyinyir agar mereka jadi orang hebat, melebihi "orang-orang sejarah" yang sudah melewatinya.

Itulah. Akhirnya saya memang tak tahan untuk tidak menangis. Mungkin, waktunya untuk cengeng di hadapan pendiri Suara Kampus yang hadir di Aula Fakultas Dakwah, Sutan Zaili Asril, Shofwan Karim dan generasi Suara Kampus selanjutnya, yang menyempatkan diri dalam kesibukannya, Elfiyon Julinit, Maifil Eka Putra, Islahuddin, Iswanto JA, Ade Faulina, Mifta Hidayati, dan masih banyak yang tak saya kenal. Maaf ---jika tak tertulis di sini.

Tentu, teman-teman, senior-senior, yunior-yunior, yang berkesan dan memiliki sejarah hidup di lembaga ini akan seperti saya juga. Cengeng pada waktunya. Merasakan, pahit manis bercampur baur dalam waktu bersamaan.

Terakhir, saya ingin sekali lagi mengucapkan, selamat ulang tahun, Suara Kampus-ku. Sukses selalu... [] Minggu 4 Desember 2011, ketika langit sedang mendung tapi tak hujan... tayang di www.suarakampus.com






Tentang Selembar Penghargaan
Oleh : Islahuddin



Membaca tulisan Bang Abdullah Khusairi, yang romantisme dan menyentuh itu, saya ingin sedikit mengurai kata, tetang sebait cerita pada HUT ke-33 LMP Suara Kampus.

Dalam scedule yang panitia sampaikan lewat email itu, saya berkali-kali membaca dua susunan acara. Pertama tentang penghargaan untuk almarhum Rahma Switta Syaf, kedua tantang penghargaan untuk pendiri dan alumni SUARA KAMPUS.

Tentang almarhum Ramha Swita Syaf, niat itu telah saya sampaikan. Hati saya terbetik untuk saling berbagi, bukan bermaksud untuk sombong. Semoga yang sedikit itu menjadi berkah untuk keluarganya, terutama ibunda Swita yang hadir waktu itu. Meski saya tidak berkomunikasi panjang lebar, tapi saya sudah salami Dia, sebagai bentuk penghargaan.

Kedua, ini yang paling penting. Panitia, terutama sang Pimpinan Ariya Ghuna Saputra, berkali-kali saya SMS dan telpon, agar tidak memberi apapun kepada Saya. Sebab saya sudah menduga, bahwa akan ada sesuatu yang akan saya bawa pulang ke Muara Bungo, 'paling tidak selembar kertas berharga' pikir saya. Ini karena membaca scedule acara itu, yang salah satunya menyebut 'untuk alumni'.

Maaf, ini tentunya tidak bermaksud 'memprotes' kawan dan senior yang menerima penghargaan itu. Saya, sekali lagi hanya membicarakan diri pribadi dalam acara HUT SUARA KAMPUS ke 33 itu.

Kepada panitia saya katakan, agar tidak ada penghargaan untuk saya. Bahkan saya sempat mengancam tidak akan membawa pulang kalau penghargaan itu diberikan. Beruntung akhirnya panitia mendengarkan saya, dan penghargaan itu tidak dibuat untuk saya.

Saya tahu begitu acara diskusi bersama bang Shofwan Karim dan bang Zaili Asril selesai, maka penghargaan itu akan diberikan. Itulah makanya saya hampir satu jam tidak muncul. "Kama tadi, payah angku mah,"kata Bang Abdullah Khusairi. Saya hanya tersenyum. Dengan beberapa alasan, termasuk temui teman ketika masih di Padek dulu, hehehehe.

Intinya, saya memang merasa belum bekerja apa-apa untuk LPM yang sudah mengantarkan saya menjadi wartawan hampir dua tahun ini. Tentu saya angkat tangan dengan bang Abdullah Khusairi, yang bahkan malam pun siap boyong anak dan istrinya untuk menjenguk kami yang masih di redaksi Suaka waktu itu. Tentu saja alumni yang lain, yang perhatiannya tidak saya ketahui, tapi tentunya ada penguatan yang tersembunyi dari mereka untuk keberlagsungan Suara Kampus kita itu.

Singkat cerita, masih banyak yang harus dilakukan untuk Suara Kampus kita itu. Saya mengapresiasi pendiri, pembina, alumni, pimpinan beserta jajarannya yang sudah banyak berbuat untuk Suaka. Semoga saya bisa berbuat lebih banyak lagi, termasuk memboyong keluarga nantinya malam-malam ke redaksi, seperti bang Abdullah Khusairi, hahahahaha. Atau seperti bang Zaili, yang kata sopirnya saat datang itu bahkan belum makan dari paginya, juga seperti bang Shofwan, yang sopirnya harus tidur di mobil, karena lama menunggu bang Shofwan yang sedang menikmati diskusi itu, hehehe.

Akhirya, kepada bang Maifil, bang Elfion, Iswanto JA, Ade Faulina, Ratna Yulia, Miftahul Hidayati dan Syofia Fitri yang datang saat itu, saya ucapkan selamat. Kemudian kepada alumni yang lain, semoga cepat bergabung.


~~~~~~~

Nah, giliran saia memposting dan mengabadikan tulisan-tulisan tentang Suara Kampus itu di blog saia...hehehe. Sukses selalu untuk kita semua.. Amiinn. ^__^

~SUARA KAMPUS MAJU TERUS~

No comments:

Post a Comment

Selendang Koto Gadang

Menyulam Pernah dengar Sulaman Koto Gadang?  Sulaman Koto Gadang, adalah sulaman spesifik Minangkabau yang berasal dari daerah K...