30.12.11

BULAN AYAH


Bagi saya, Desember itu adalah bulan Ayah. Meskipun hari Ibu diperingati kebanyakan orang juga di bulan Desember. Di pikiran saya dan mungkin keluarga (uni dan adik saya) sudah tertanam “hari besar” untuk Ibu adalah di bulan Juli. Jadi, Desember tetaplah bulan Ayah. 

Baiklah, mumpung masih berada di Bulan Ayah, kita sedikit bercerita tentang Ayah. 

Sore itu, sudah saatnya pulang. Seusai melaksanakan shalat ashar, saya berkemas meninggalkan sekolah. Ah, hujan turun pula. Deras. Saya menuliskan ini.


***
Hari sudah pukul 16.32. Hujan deras. Langit kelam. Saya masih di sekolah. 

Ya, saya sedang merindukan Ayah. Walaupun tadi pagi, saya masih mencium punggung tangannya yang ya, sedikit kasar, namun terlalu lembut untuk saya bertutur apalagi berlaku kasar padanya.  Hari ini Ayah ulang tahun. Tepatnya 12 desember 1955 beliau lahir. Di Lasi, Ampek Angkek, sebuah desa kecil di perut Gunung Merapi.  

Saya teringat waktu mengaji di TPA dulu. Jika hujan deras, Ayah akan menjemput kami ke mesjid. Menjemput saya dan Uni. Selain payung, tak lupa Ayah juga membawa perlengkapan keamanan lainnya, seperti jaket dan kantong plastik. Kantong plastik digunakan untuk menggabungkan tas plastik saya dan tas uni yang berisi Al quran. Dulu, kami belum memakai tas (sandang) pergi mengaji. Baru uni yang punya tas agak bagus. Tas kertas bergambar kartun. Sedang saya, memakai plastik kantong toko. Sisa beli sepatu, baju atau yang lainnya. Bukan masalah.

Mesjid dan rumah kami dibatasi oleh banda (parit) besar. Jika hujan deras, air banda akan tinggi. Bahkan tak jarang meluap. Karena banda dekat rumah kami itu, adalah aliran air dari Rumah Potong Hewan. Padahal di rumah potong itu juga telah dibagi alirannya, ke daerah Jangkak dan ke Pasa Jawi/Tembok. Jika hujan deras, saya melihat bendungan yang ada di Rumah Potong itu, seperti air terjun Niagara. Teringat pelajaran IPS kelas empat SD. 

Kami tak akan melewati banda. Tapi, memutar ke jalan gadang. Berjalan di trotoar lebih aman. Ayah akan berpayung sendiri. Payung bermerk Teh Bendera. Ayah juga yang membawakan tas gadang, gabungan tas Al quran saya dan punya Uni. Kadang-kadang, ada kawan dekat rumah yang menumpang berpayung. Saya dan uni yang semula berdua, akan berdesakan sepayung bertiga. Tak masalah. Payung kami, payung Antan. Payung hitam datuk-datuk itu.Cukup untuk bertiga.

***

Kami terbiasa makan malam (selepas magrib) bersama. Sambil makan biasanya Ayah akan memberikan nasehat-nasehat ringan. Tata krama. Sopan santun. Cara bertutur dan sebagainya. Atau Ayah akan mengeluarkan pepatah atau pantunnya terkait tema yang disinggung. 

Kudo palajang bukik agar kami mendengarkan dulu orang lain bicara, baru ditanggapi, bukan memotong pembicaraan, misalnya.

Sewaktu SD, Ayah akan menemani saya dan uni belajar malam hari. Sambil membaca koran yang tidak tuntas mungkin dibaca Ayah di kedai. Jika mau ujian, ayah akan merautkan pencil kami. Kami tidak menggunakan peruncing. "kalian tak pandai memakai peruncing, patah-patah jadinya," kata Ayah.

Ayah sedikit nyinyir untuk urusan pe-er, tugas, ma-apa (menghafal) dan urusan sekolah lainnya. Barangkali, karena cita-cita Ayah yang tak sampai, ia begitu ingin anak-anaknya sukses. Tidak main-main dalam urusan sekolah. Maka, selepas magrib, kami terbiasa ma-macik (memegang) buku. Tentunya tidak hanya dipegang, tapi juga dibaca. 

Ketika kecil dulu, Ayah akan berdendang jika saya merengek ingin tidur di dekat Ayah. Itulah kenapa, setiap kali mendengar lagu Usah Diratoki - Tiar Ramon ini, hati saya selalu lintuah. Bagi saya ini lagu Ayah. :)

Anak urang si Kubang Putiah
Pai ka balai, hari sanjo
Mamakai baju guntiang cino, guntiang cino
Ulah rayu si daun siriah
Bacarai pinang jo tampuaknyo
Apo katenggang si carano, si carano

Reff:
Urang Kapau pai ka ladang
Sarupo kodek jo bajunyo
Iyo buruak lakunyo alang
Ayam tapauik disembanyo

Urang Sariak babaju ganiah
Pai manggaleh ka Padang Lua
Iyo sarik ba ayam putiah
Kok indak sikok alang manyemba

Jikok mandi denai di hulu
Aia nan usah adiak sauak,
Disauak usah dikaruahi, dikaruahi

Jikok mati denai dahulu
Mati nan usah adiak janguak,
Dijanguak usah diratoki, diratoki
***

Begitulah Ayah saya. Ayah kami. Sebuah cerita singkat menutup Bulan Ayah tahun ini. ^_^

No comments:

Post a Comment

Selendang Koto Gadang

Menyulam Pernah dengar Sulaman Koto Gadang?  Sulaman Koto Gadang, adalah sulaman spesifik Minangkabau yang berasal dari daerah K...