28.12.11

Cinta Bukan Kepemilikan Mutlak



 
Manusia tidak hidup untuk kehidupannya sendiri. Bagai sebuah jaringan, ia bersimpul dan berbuhul dengan yang lainnya. Simpul itu menyambung dan menghidupkan kemanusiaan, sedangkan buhul mematikan dan memutuskan hubungan.

Setiap manusia berhak atas keputusannya memilih simpul ataupun buhul. Tentu saja berdasarkan pertimbangan masing-masingnya. Kita, terkadang memang dihadapkan pada pilihan, simpul atau buhul. Walau dengan pilihan yang tak mudah, semua mesti ditetapkan.

Tuhan yang Maha Rahman menganugerahkan kasihNya kepada semua makhluk yang Ia ciptakan. Dan memberikan sayangNya kepada hamba-hamba terpilihNya. Kasih dan sayang yang diciptakan Tuhan tidak sebatas hubungan horizontal Dia sebagai Pemilik dan hamba sebagai penikmat saja, tapi lebih dari itu. Ia juga biarkan rasa itu menebar diantara nafas-nafas alam, tanaman dan binatang, juga di sela-sela bilik hati manusia.

Cinta bukan kepemilikan individual. Cinta milik bersama. Bahwa ketika kita mencintai satu hal, ada harapan sesuatu memberikan respon dari stimulus cinta yang kita hampirkan. Mencintai alam tentu ada harapan agar alam senantiasa indah. Bukti kecintaan, maka dipelihara dan dilestarikanlah alam tersebut.  Mencintai buku, dirawat dan dibacalah buku itu. Bentuk cinta yang tidak menuntut kepemilikan individual. Ada harapan agar yang lain juga akan beroleh kenikmatan dari  alam dan buku yang dicintai. Agar semua yang juga mencintainya akan memperlakukan hal baik padanya. Harapan yang serupa, di setiap hati yang mencinta.

Bukankah cinta pada porsi itu tidak menuntut kepemilikan?
Mencintai insan, berharap ada stimulus dari respon cinta yang diberikan. Berbicara cinta dalam tatanan yang lebih sempit, antara Adam dan Hawa. Ketika seorang Sulaiman secara berani menantang Bulqis untuk satu keimanan-ketauhidan, adalah sebagai wujud respon pemberian stimulus cinta yang berawal kekaguman pada seorang pemimpin dari kelompok Hawa. Bulqis pun begitu, ketika  stimulus tadi direspon dengan tulus, terjadilah aksi.

Aksi-pernyataan ketaatan pada Dia yang Esa, Yang patut disembah. Cinta Sulaiman dan Bulqis sedari awal tidak berharap untuk saling memiliki. Ternyata, ada kepemilikan lain selain dua hati tersebut. Dia yang menjadi muara segala keputusan yang diambil dan dilakukan Sulaiman dan Bulqis. Hasilnya, dari stimulus-respon dalam aksi ada reaksi yang semuanya tidak menafikan campur tangan takdir Tuhan. Salah satu bentuk keinsafan hamba pada Sang Khaliq.

Mencintai tidak harus memiliki. Karena belum tentu apa yang dicintai tersebut adalah akhir segalanya. Manusia tentu tak pernah tahu rahasiaNya. Bahwa Dia sedang mempersiapkan sesuatu yang terbaik untuk dipersembahkan kepada hamba pada waktunya. Hanya bersabar menunggu waktu tersebut sembari berikhtiar untuk selalu menjadi lebih baik.

Mencintai apa yang dimiliki barangkali akan lebih indah. Karena cinta bukan garis tangan yang dilukis manusia, melainkan goresan dan perubahan Sang Arsitek alam. Maka dengan melibatkan Dia yang Maha tahu untuk urusan tersebut, diyakini akan berujung pada keputusan terbaik melalui bimbingan dan petunjukNya. Petunjuk selalu ada dariNya ketika ada yang meminta.[]   


***

No comments:

Post a Comment

Selendang Koto Gadang

Menyulam Pernah dengar Sulaman Koto Gadang?  Sulaman Koto Gadang, adalah sulaman spesifik Minangkabau yang berasal dari daerah K...