11.10.16

Belajar Kepada Air

Baru beberapa hari lalu saya melihat postingan seorang pejabat daerah, yang melakukan serah terima dengan pihak propinsi, terkait pemindahan guru SLTA dari kabupaten kota ke propinsi. Saat itu, saya langsung berpikir, kapan akan melanjutkan perjuangan yang tengah terhenti ini. Rencana demi rencana pun disusun ulang. Saya akan datangi kantor X propinsi, pada hari itu, lalu menunggu kabar lagi, apakah bahan tersebut diteruskan ke pusat atau bagaimana. Sudah terbayang jalan-jalan dan pos-posnya.

Tapi, dalam bayang itu yang belum terlaksana, sudah keluar lagi aturan baru. Tentang Ali*fungsi. Katanya, semua guru yang terdampak K-13 direkomendasikan untuk ikut program itu. Dan saya, -yang entah terdampak k-13 atau terdampak sistem yang lahir prematur/ tak sempurna kelahirannya-, mencari lebih banyak referensi tentang program al*h f*ngsi itu.

Ada beberapa hal yang saya pahami, pertama, saya termasuk dalam kategori guru bahasa asing, kedua, saya mengampu mata pelajaran yang termasuk dalam program itu, dan ketiga, usia saya pun masih dalam batasan yang ditentukan. Saya berpikir, baiklah.. jalan ini mungkin bisa ditempuh. Saya bertanya kepada pengawas, beliau memberi nomor kontak yang lain yang dinilai lebih mengerti hal itu. Setelah dihubungi, saya dan seorang kawan disarankan untuk menunggu dan mengikuti pembicaraan tentang hal itu pada hari Selasa depan. Baiklah, kami bersabar.

Dan, inilah hari Selasa itu. Baru saja saya kembali dari ruang pertemuan singkat terkait a-f itu. Tahukah, kesimpulannya? Kesimpulan itu tidak berdampak lebih baik ke pikiran saya. Pihak dns *dk katakan, mereka merekomendasikan orang-orang yang diundang untuk memilih program tersebut. Sedangkan saya yang tidak termasuk dalam kelompok itu, diminta bersabar. Mungkin akan tiba gilirannya tahun depan, katanya. Oh Tuhan, ini kata 'baiklaahh' ke berapa yang harus dikeluarkan. 

Lalu, saya berpikir-pikir saja. Katanya, setahun lalu juga begitu. Bersabar saja dulu, akan ada kebijakan ini itu. Kata dia hari ini, nanti persoalan nasib yang akan menjawab. hmm.

Jadi, apa yang harus dilakukan sementara itu? Harus mengantarkan bahan dan audiensi lagi, untuk jalan penyeberangan? Atau, mengikuti 'belajar' lagi ke kampung sebelah. Atau, menjalani kegiatan hari-hari yang -sesungguhnya dijalani hanya sebagai kewajiban semata, bukan bidang saya, tak cukup ilmu-, ituu..hingga tahun depan? Sementara, mereka yang 'mengajak' memasuki bidang itu, terus mensejajarkan profesionalisme saya dengan mereka.

Kita mungkin kembali belajar kepada alam. Belajar kepada air. Mengalir, mengalir dan mengalir. Kita harus menempatkan diri, dalam keadaan yang tak perlu disesali lagi. Toh kita telah berada di anak sungai kehidupan itu.

Apa saya memilih jalan ini sejak 2010 lalu, dengan sepenuh hati? Tidak. Tapi ya dijalani, disyukuri pada banyak hal. Jika beberapa tahun belakangan, keadaannya menjadi seperti tikungan yang bertubi-tubi, tentu jalan satu-satunya, ya tetap dijalani. Apa yang saya syukuri? Syukurnya, saya bisa melakukan berbagai hal selain 'di situ' saja. Jadi lebih banyak 'dunia'. Meski setiap kali kembali ke dunia itu, rasanya ingin menutup buku saja. Air mengalir sampai jauh ya..bahan saya mengalir sampai mana (?)

Mereka yang berkata, tunggulah, setahun lalu itu, ada dimana kini. Mereka yang mengembalikan bahan, mengundur dan mengundur. Membuat menunggu dan bersabar hingga Oktober. Saat oktober tiba, kita dimana. Bukan lagi bersama mereka. Lepas sudah urusannya. Dikatakan jalan lain, dan jalan itu,,tak pula bapak berikan saya hak untuk melewati. Baiklah..

Bolehkah, mengangkat tangan pada kamera. Atau memilih keluar dari permainan ini. 

** ini sebuah c*rh*tan (?) hm..

No comments:

Post a Comment

Selendang Koto Gadang

Menyulam Pernah dengar Sulaman Koto Gadang?  Sulaman Koto Gadang, adalah sulaman spesifik Minangkabau yang berasal dari daerah K...